BANDUNG, SUDUTPANDANG.ID – Ketua Mahkamah Agung M. Syarifuddin, mengatakan bahwa saat ini kualitas putusan menjadi tolak ukur dan berdampak signifikan terhadap citra dan nama baik Mahkamah Agung.
Hal itu disampaikan dalam sambutan pembukaan Rapat Pleno Kamar ke-12 (19/11) di Hotel Intercontinental Bandung.
Kata Ketua MA, 10 tahun yang lalu, ketika Mahkamah Agung masih dihadapkan pada masalah tunggakan perkara, maka espektasi publik pada saat itu lebih fokus kepada percepatan penyelesaian perkara.
“Kini, ketika Mahkamah Agung sudah berhasil mengikis jumlah tunggakan perkara, maka ekspektasi publik mulai bergeser pada kualitas dan konsistensi putusan,” katanya.
Ekspektasi tersebut, menurut mantan Ketua Badan Pengawasan itu harus ditanggapi secara positif, karena hal itu menunjukan bahwa putusan sebagai produk lembaga peradilan menjadi pusat perhatian publik dan menjadi tolok ukur bagi efektivitas penegakan hukum.
Ia berharap Rapat Pleno Kamar ke-12 ini bisa melahirkan rumusan kesepakatan kamar yang bisa menjadi pedoman bagi para hakim dan aparatur di Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.
Diketahui, sejak diterapkan Sistem Kamar pada tahun 2011, Mahkamah Agung Republik Indonesia rutin menyelenggarakan Rapat Pleno Kamar setiap tahunnya. Dimulai sejak tahun 2012, hingga kini sudah 12 kali rapat pleno kamar dilaksanakan.
Selama rentang penyelenggaraan tersebut, Mahkamah Agung melalui Rapat Pleno Kamar telah berhasil mengeluarkan 490 rumusan pleno kamar. Rumusan-rumusan itu merupakan kesepakatan setiap kamar atas isu yang dibahas.
Rumusan tersebut kemudian dijadikan Surat Edaran Mahkamah Agung yang digunakan hakim di seluruh Indonesia sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya.
Selain itu, Rapat Pleno Kamar merupakan ruang bagi Para Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung untuk mempersatukan persepsi dan pendapat terhadap suatu persoalan hukum tertentu.
Kesamaan persepsi dan pendapat di kalangan para Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung merupkan kebutuhan utama agar tercipta kesatuan hukum dan konsistensi putusan dalam setiap penanganan perkara, khususnya bagi perkara-perkara yang memiliki isu hukum yang sama. (05)