JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Berangkat dari kepedulian atas proses penanganan perkara pembunuhan Advokat Jurkani di Kalimantan Selatan yang penuh kejanggalan, para mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), aktivis, akademisi, advokat, dan beberapa elemen masyarakat sipil lainnya berjumlah 75 orang mengajukan keterangan tertulis sebagai “Amicus Curiae” (Sahabat Pengadilan).
“Kami sangat bersimpati dan kehilangan dengan kepergian pejuang Jurkani, seorang Advokat pembela HAM yang berani melawan mafia tambang seorang diri. Amicus Curiae ini kami ajukan sebagai bentuk perlawanan terhadap mafia tambang dan oligarki yang koruptif dan destruktif,” kata Febri Diansyah, Jubir KPK 2016-2019, dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Pengajuan Amicus Curiae itu sendiri diinisiasi oleh Tim Advokasi Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan Melawan Oligarki atau disingkat “JURKANI”. Sementara Jurkani sendiri adalah martir yang kesekian kalinya tumbang akibat berani melawan arus mafia tambang dan oligarki koruptif di Kalimantan Selatan.
Jurkani wafat ketika menjalankan tugasnya sebagai advokat yang mengadvokasi penolakan tambang ilegal di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Sebelumnya beberapa orang dipenjara dan beberapa lainnya meninggal setelah memprotes aktivitas tambang yanng diduga milik seorang pengusaha kaya di provinsi tersebut.
Adapun keputusan mengajukan Amicus Curiae tersebut diambil sebagai upaya untuk meluruskan proses penanganan perkara yang menurut pandangan Tim Advokasi JURKANI dan berbagai elemen masyarakat terdapat banyak kejanggalan, rekayasa, serta jauh dari kata transparan dan berkeadilan.
Dengan Amicus Curiae, harapannya Majelis Hakim yakin dan tidak ragu untuk membuat putusan yang seadil-adilnya guna mewujudkan kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Salah satunya dengan mengungkap pelaku utama alias dalang pembunuhan Jurkani.
Seluruh pendukung Amicus Curiae berharap Jurkani adalah penutup dari cerita kelam simbah darah batu bara, sekaligus menjadi peletup semangat untuk memberantas oligarki dan praktik mafia tambang yang merusak bumi Nusantara.
Kredibilitas lembaga peradilan
Terkait perkara dugaan pembunuhan Jurkani, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyatakan, proses penanganan perkara Jurkani terkesan tertutup dan gagal mempertimbangkan berbagai fakta lapangan sehingga merusak kredibilitas lembaga peradilan.
Menurut Adnan, aparat penegak hukum mesti bekerja serius mengungkap seluruh dalang dugaan pembunuhan Jurkani yang kasusnya diawali dari konflik pertambangan.
“Siapa mereka yang menguasai tambang?. Apakah mereka menjadi bagian dari pihak yang diperiksa dengan teliti?. Tanpa menyentuh wilayah ini penegakan hukum akan berhenti pada pelaku lapangan, dan akan semakin menegaskan kuasa para elit lokal dan oligarki di Kalimantan Selatan,” katanya.
Sementara itu, Budayawan Erros Djarot mengingatkan bahwa UUD 1945 mengamanatkan seluruh kekayaan alam digunakan untuk mensejahterakan rakyat, dan bukan untuk memperkaya sekelompok orang.
“Cara-cara mafia seperti premanisme, tentara bayaran, dan pejabat lokal yang korup wajib dihadapkan pada lembaga peradilan negara sebelum peradilan rakyat mengambil jalannya sendiri,” tegasnya.
Tsunami Kebiadaban
Pada kesempatan yang sama, Busyro Muqoddas, mantan Ketua KPK menyatakan, tsunami kebiadaban telah hadir dalam dugaan pembunuhan dan penanganan kasus Jurkani.
“Kita yang masih memiliki hati dan merindukan keadilan hakiki harus melakukan perlawanan sekuat-kuatnya, meskipun mungkin tetap sulit mengungkap mafia oligarki di balik pembacokan sadis terhadap Jurkani. Tetapi kita harus terus berjuang dan melawan,” tegasnya.
Kejanggalan
Masih terkait perkara Jurkani, Wamenkumham 2011-2014 Denny Indrayana yang juga Senior Partner Integrity (Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society) Law Firm menyatakan keyakinannya bahwa Majelis Hakim berkemampuan untuk melihat kejanggalan penanganan perkara Jurkani.
Dengan menggali lebih dalam, menurut Denny, Majelis Hakim akan melihat bahwa para terdakwa diduga adalah pelaku suruhan. Sehingga dengan persuasi yang baik akan bisa diungkap siapa pelaku utama alias dalang pembunuhan sadis Jurkani.
Para terdakwa bisa ditawarkan menjadi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) yang mendapatkan hukuman ringan atau bahkan kebebasan dengan mengakui kesalahan dan mengungkap dalang utama yang memerintahkan pembunuhan.
“Logikanya, mereka adalah pelaku tambang illegal yang terganggu dengan advokasi Jurkani,” sebut Denny Indrayana.(tim)