Tri Indroyono
Opini  

Fenomena Kehancuran Negara Israel

Fenomena Kehancuran Negara Israel
Imaam Yakhsyallah Mansur (Foto: Dok.Pribadi)

“Kehancuran Israel saat ini bukan karena bencana alam, melainkan karena kekacauan dalam negeri, keterpurukan ekonomi, perpecahan dan permusuhan internal,”

Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur

Kemenkumham Bali

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah), tetapi bila mereka melakukan kedurhakaan di dalam (negeri) itu, maka sepantasnya berlakulah terhadapnya perkataan (hukuman Kami), kemudian Kami meluluh lantakkannya (negeri itu). Dan berapa banyak kaum setelah Nuh yang telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Yang Maha Mengetahui, Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.” (QS Al-Isra [17]: 16-17)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan, tidaklah Allah Ta’ala menghancurkan suatu bangsa, kecuali Dia terlebih dahulu mengirim orang-orang untuk memberi peringatan, agar para pemimpin menegakkan keadilan, berbuat ketaatan, dan menghentikan segala bentuk kemaksiatan dan kedzaliman.

Namun, jika para penguasa tetap berbuat dzalim, mereka terus-menerus melakukan kedurhakaan dan kerusakan, sementara peringatan tidak dihiraukan, maka saat itulah berlaku ketetapan Allah, yakni kehancuran negeri tersebut.

Kehancuran bisa terjadi dengan berbagai cara. Jika umat terdahulu dihancurkan dengan bencana alam seperti: hujan badai dan banjir bandang, sebagaimana yang ditimpakan pada kaum Nabi Nuh Alaihi salam atau gempa bumi dan likuifaksi seperti yang menimpa kaum Nabi Luth Alaihi salam.

Kehancuran juga bisa terjadi karena wabah penyakit menular, pandemi dan lainnya seperti yang terjadi pada kaum Nabi Hud, Shaleh, Musa Alaihimus salam dan nabi-nabi lainnya. Kehancuran juga bisa terjadi karena diserang musuh seperti yang terjadi pada Bani Israil dan Babilonia.

Sementara menurut Abu Ubaidah dan Ibnu Qutaibah, kata amarnaa bermakna “Kami perbanyak”, maka arti ayat tersebut: “jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perbanyak orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, lalu mereka berbuat kefasikan…dan seterusnya.”

Kondisi Israel Saat ini

Mencermati kondisi wilayah Israel saat ini, terutama pasca serangan “Badai Al-Aqsa” oleh para pejuang Palestina di Gaza, keadaannya semakin buruk dan mengarah kepada kehancuran.

Terlebih, setelah gugurnya Ismail Haniyeh di Iran yang diduga kuat merupakan skenario dari Israel, maka masyarakat yang tinggal di Ibu Kota Tel Aviv dan sekitarnya sangat mengkhawatirkan serangan balasan dari Iran.

Kecemasan dan kekhawatiran mereka setidaknya terlihat jelas dari para pejabat tinggi Israel yang saat ini terjebak dalam situasi dilema, saling menghujat, tanpa memperdulikan kondisi sosial dan ekonomi rakyatnya.

Anggota Knesset (parlemen) Israel Benny Gantz telah mengatakan bahwa Benjamin Netanyahu tidak akan melindungi warga Israel. Ia hanya ingin menjalankan kepentingan pribadi, menyelamatkan diri dan keluarganya saja.

Benny Gantz memprediksi, sebentar lagi, cepat atau lambat, disadari atau tidak, Israel akan mengalami perang saudara.

Di sisi lain, surat kabar Amerika The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan, mengutip sumber-sumber terpercaya di Israel, bahwa masyarakat dan para pimpinannya saat ini berada pada level kecemasan tertinggi, yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

Laporan tersebut juga mengutip pernyataan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin yang mengatakan bahwa Iran pasti akan melakukan serangan besar ke Israel untuk membalas kematian pemimpin Palestina Ismail Haniyeh yang terbunuh di wilayah kedaulatan mereka.

Selain menghadapi ancaman dari luar negerinya. Israel juga mengahadapi masalah internal yang sangat serius. Mulai dari masalah kehancuran ekonomi, politik, keamanan, ketidakpercayaan rakyat kepada pemimpinnya dan sederet masalah krusial lainnya.

Meskipun terus mendapat dukungan dari sekutu utama mereka, yaitu Amerika Serikat, namun tampaknya dukungan itu tidak cukup untuk dapat menyelamatkan Israel dari jurang kehancuran.

Sementara menurut saluran TV Al-Manar Lebanon, serangan militan Hezbollah ke wilayah pendudukan di sebelah utara semakin masif. Hal itu membuat kerusakan serius pada fasilitas-fasilitas militer Isarel di sana.

Bunyi sirine meraung-raung hampir setiap saat. Pertahanan udara Israel sudah kewalahan mengahadapi gempuran roket dari militan Hezbollah sehingga banyak korban, baik dari pihak militer maupun sipil di Israel.

Seorang veteran militer Zionis Israel, Mayor Jenderal (Purn) Itzhak Brik memprediksi, bahwa negaranya akan segera mengalami kehancuran yang mengerikan dan keruntuhan. Hal itu karena perang yang tidak kunjung usai.

Itzhak Brik menyampaikan prediksinya itu melalui sebuah artikel di surat kabar Israel, Haaretz. Ia menulis bahwa pertempuran di Gaza yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023 lalu hingga saat ini akan berubah menjadi perang gesekan-gesekan antar elit Israel yang pada akhirnya menyebabkan keruntuhan bagi negara itu.

Sementara itu mantan Wakil Perdana Menteri Israel, Avigdor Lieberman juga mengatakan hal yang sama. Lieberman mengatakan, Benjamin Netanyahu sedang menjerumuskan Israel menuju kehancuran dan ia tidak tahu bagaimana mengelola kondisi terkini negaranya.

Lieberman menambahkan, Netanyahu kini hanya berusaha memastikan bahwa ia tetap berkuasa selama mungkin. Israel saat ini sedang menghadapi apa yang disebutnya sebagai ancaman eksistensial, dan sedang mengalami krisis multidimensi, politik, ekonomi dan keamanan, yang merupakan krisis terbesar sejak berdirinya negara tersebut.

Senada dengan para pejabatnya, sejarawan Israel, Illan Pappe menunjukkan lima tanda kehancuran Zionis Israel yang sudah di depan mata:

Pertama, perang saudara antara orang-orang Yahudi yang dimulai antara Yahudi sekuler dan religius di Israel sebelum serangan 7 Oktober.​

Pappe mengatakan masyarakat sekuler, yang sebagian besar adalah orang Yahudi Eropa, bersedia terus menindas Palestina dengan cara apa pun, demi mengejar kehidupan yang liberal dan bebas. Sementara kelompok teologis Israel yang bermukim di Tepi Barat mencoba mengubah Israel menjadi rezim yang religius dan eksklusif (rasis).

Kedua, adanya dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap isu Palestina di seluruh dunia.

Ketiga, dalam bidang perekonomian. Adanya kesenjangan kelas yang tajam di Israel, dan setiap tahun jumlah mereka yang berisiko mengalami kemiskinan di Israel meningkat.

Keempat, adanya ketidakmampuan tentara Israel mendukung komunitas Yahudi di selatan dan utara.

Kabinet Israel juga belum mampu memberikan dukungan kepada keluarga Zionis yang tewas dan terluka setelah insiden 7 Oktober. Maka tak heran banyak orang tua yang kecewa yang anak-anaknya dipaksa ikut wamil (wajib militer) perang melawan Hamas.

Kelima, adalah posisi generasi baru Yahudi, khususnya Yahudi Amerika. Mereka tidak setuju dengan gagasan generasi tua yang menganggap Israel akan melindungi mereka dari genosida atau gelombang anti-semitisme lainnya.

Saat ini, generasi baru Yahudi tidak lagi mempercayai hal ini, dan sejumlah besar dari mereka telah bergabung dengan gerakan solidaritas terhadap Palestina.

Kehancuran Israel

Seorang analis ekonomi senior Israel Gad Loir baru-baru ini menulis di sebuah surat kabar Israel, Yadioth Ahronoth dengan menyatakan bahwa ekonomi Israel “ambrol” hingga ke titik terendah dan ini belum pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Sementara media lainnya, Time of Israel mengutip data informasi bisnis negara itu, menyatakan bahwa sedikitnya 60 ribu bisnis di wilayahnya tutup sejak awal 2024. Sementara ribuan bisnis lainnya bertahan dalam keadaan merugi, tanpa mengetahui sampai kapan mereka bisa bertahan di tengah kekacauan negerinya.

Bisnis yang paling merasakan keterpurukan adalah wisata dan transportasi, khususnya penerbangan. Banyak penerbangan dari dan ke Bandara Ben Ghurion, Tel Aviv dan ke beberapa kota lainnya dihentikan atau ditunda tanpa batas waktu yang jelas.

Sementara pariwisata nyaris lumpuh total akibat perang. Hal itu berdampak pada bisnis kecil lainnya di sekitar daerah wisata. Rakyat Israel saat ini tidak tahu harus berbuat apa lagi, selain demo menuntut pemerintahannya agar segera menghentikan peperangan.

Jadi, kehancuran Israel saat ini bukan karena bencana alam, melainkan karena kekacauan dalam negeri, keterpurukan ekonomi, perpecahan dan permusuhan internal, perginya warga masyarakat karena menganggap para pemimpinnya sudah tidak bisa lagi menjalankan roda pemerintahan, hingga meningkatnya permusuhan masyarakat internasional terhadap negara itu.

*Imaam Yakhsyallah Mansur adalah Pembina Jaringan Ponpes Al-Fatah se-Indonesia.

BACA JUGA  Ganti Legislator yang Kehilangan Marwah Kesenatorannya