Rapor Jokowi di Bidang Pendidikan dan Harapan FSGI untuk Prabowo-Gibran

Rapor Jokowi di Bidang Pendidikan dan Harapan FSGI untuk Prabowo-Gibran
Sekjen FSGI, Heru Purnowo (Foto:IST)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka (Prabowo – Gibran), Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan rapor bagi Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) di bidang pendidikan selama lima tahun. FSGI juga menyampaikan rekomendasi serta harapan pada pemerintahan baru di bidang
pendidikan.

Siaran pers FSGI, Sabtu (19/10/2024), menyebutkan rapor secara keseluruhan Pemerintahan Jokowi selama lima tahun adalah cukup. Nilai tersebut berdasarkan 9 indikator yang meliputi 13 episode (dari 26 episode) Merdeka Belajar.

Kemenkumham Bali

“Fokus penilaian kami di pendidikan dasar dan menengah dan Program Merdeka Belajar, pendidikan tinggi tidak termasuk yang dibahas,” ujar Sekjen FSGI, Heru Purnomo.

Berikut penilaian dan harapan FSGI selengkapnya:

Adapun uraian dari 9 indikator yang meliputi 13 episode (dari 26 episode) Merdeka Belajar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Merdeka Belajar Episode 1

Pengganti UN dan Penguatan kebijakan PPDB Sistem Zonasi lima tahun sebelumnya, Mendikbud Anies Baswedan meniadakan UN dan Mendikbud Muhadjir Efendy membuat kebijakan PPDB sistem zonasi. Dua kebijakan ini dilanjutkan oleh Menteri Nadiem Makarim dengan melakukan Assesmen Nasional (AN) sebagai pengganti UN.

Hasil AN kemudian dituangkan dalam rapor pendidikan bagi sekolah. Jadi yang dinilai dalam hal ini adalah kemampuan sekolah dalam mewujudkan pembelajaran yang berkualitas dan sekolah yang aman tanpa kekerasan. Rapor pendidikan membuat sekolah dapat menyusun program sekolah sesuai hasil rapor pendidikan, di antaranya dari Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar) sekolah dapat menginventarisasi apakah terjadi kekerasan di sekolah seperti perundungan sehingga sekolah kemudian dapat menyusun program pencegahan dan penanganan perundungan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman tanpa kekerasan.

2. Merdeka Belajar Episode 3, 12, dan 16

Penyesuaian Kebijakan Dana Bos dan Belanja Dengan SIPlah. Pada 2020, Pemerintah telah melakukan berbagai terobosan akselerasi dan peningkatan pendanaan satuan pendidikan, misalnya penyaluran langsung ke rekening sekolah, relaksasi penggunaan sesuai kebutuhan sekolah, serta menyesuaikan besarannya berdasarkan indeks kemahalan konstruksi (IKK) dan Indeks Peserta Didik (IPD) setiap wilayah kabupaten/kota.

Juga kebijakan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) kinerja sekolah penggerak, sekolah Prestasi, dan sekolah berkemajuan terbaik. FSGI menilai bahwa implementasi BOSP sekolah prestasi sangat fair, namun dalam menentukan BOSP sekolah berkemajuan terbaik masih belum jelas indikatornya dan kerap ada campur tangan dinas pendidikan setempat.

Kebijakan penyesuaian Dana BOS (MB 3) membuat sekolah dapat lebih leluasa menggunakan dana
BOS sesuai kondisi sekolah, namun tetap harus berpedoman pada sekolah aman berbelanja dengan SIPlah (MB 12). Salah satu hal urgen yang dapat dilakukan sekolah adalah membuat program dan menyusun anggaran bagi upaya mewujudkan sekolah aman dengan program pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah, bahkan penganggaran kegiatan Tim Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) juga dapat dibiayai dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku.

3. Merdeka Belajar Episode 4 dan 5

Organisasi Penggerak dan Guru Penggerak. FSGI menilai bahwa terminologi penggerak berdampak negatif pada polarisasi guru. Belum pernah dalam sejarah dunia pendidikan Indonesia, profesi guru bisa terbelah seperti yang terjadi di era lima tahun terakhir dengan sebutan guru penggerak dan guru biasa. Guru penggerak dan guru biasa telah menimbulkan ketidakadilan dalam perlakuan. Guru penggerak dikarbit dan mendapatkan perlakuan yang sangat istimewa. Mereka diberi banyak dana dan berprospek untuk dipromosikan menjadi kepala sekolah dan atau pengawas sekolah. Sedangkan guru biasa yang sudah bagus nyaris tidak terurus bahkan terpinggirkan.

Perpecahan ini tidak hanya berdampak pada moral dan semangat para guru, tetapi juga pada kualitas pendidikan. Guru biasa mungkin merasa kurang termotivasi untuk memberikan yang terbaik karena merasa tidak ada penghargaan atau pengakuan terhadap kerja keras mereka.

Fakta di lapangan adalah sistem pendidikan guru penggerak, baik yang 9 bulan apalagi 3 bulan tidak dapat mengubah karakter guru dan tidak mampu memberikan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran. Kalaupun ada guru penggerak yang bagus sebenarnya adalah guru-guru yang memang sudah bagus dari sebelum menjadi guru penggerak, jadi bukan merupakan hasil pendidikan guru penggeraknya.

Hal ini juga diperparah oleh kecendrungan kementerian yang selalu melakukan klaim keberhasilan program berdasarkan data online terkait jumlah guru penggerak, bukan pada evaluasi tentang seberapa besar dampak baik dari keberadaan guru penggerak bagi siswa atau sekolahnya.

4. Merdeka Belajar Episode 15 : Kurikulum Merdeka.

Secara esensial Kurikulum Merdeka telah meletakkan dasar yang kuat dan mampu menunjukkan keterkaitan antar fase dan keberlanjutan konsep Pendidikan dari Pendidikan Dasar, Menengah hingga Pendidikan Tinggi. Terkait pembelajaran setidaknya terdapat 3 poin kemajuan dalam Kurikulum Merdeka, yakni:

  1. Berfokus pada materi esensial, sehingga siswa memiliki waktu yang cukup untuk mendalami konsep kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi.
  2. Peserta didik mendapatkan projek untuk mengembangkan soft skills dan karakter yang sesuai profil pelajar Pancasila.
  3. Guru bisa fleksibel menentukan perangkat ajar yang sesuai kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Memang masih ada beberapa miss-konsepsi dalam implementasinya namun hal itu terjadi karena memang Teknik pelaksanaan di lapangan yang tidak diseragamkan.

Literasi dan numerasi tetap rendah walau sudah ganti kurikulum ke Kurikulum Merdeka. Hal ini disebabkan antara lain:

  1. Sekolah tingkat dasar kelas tinggi (Fase B dan C) justru kehilangan fokus pada Calistung (baca nulis dan berhitung).
  2. Sekolah memaksa KKM/KKTP tinggi dan dipaksakan nilai memenuhi KKM walau siswa belum bisa baca, nulis, berhitung tingkat rendah (banyak keluhan guru SMP/SMA mendapatkan siswa nilai terkait calistung tinggi tetapi belum bisa calistung).
  3. Mindset sebagian guru terutama kepala sekolah belum berubah (paradigma lama, membantu siswa dengan nilai tinggi yang jauh di atas kemampuan siswa, yang seharusnya menerapkan diferensiasi penilaian dalam interval.
  4. Kebebasan akses instan teknologi, siswa malas berpikir terutama membaca, permasalahan belajar, soal, tugas secara cepat jawaban didapat dari aplikasi Artificial Intelligence (AI), chat GPT dan lain-lain, tanpa berusaha paham isinya.

5. Kebijakan Pengangkatan Guru PPPK (P3K)

Banyaknya pengangkatan guru P3K pada 5 tahun terakhir dan kemudahan proses pendidikan profesi guru yang tentu saja dapat meningkatkan taraf hidup guru dan meningkatkan motivasi guru professional. Meskipun dalam hal ini masih terdapat kelemahan dalam komposisi formasi dan persebaran mata pelajarannya.

FSGI mengapresiasi program P3K yang digagas oleh pemerintah, peningkatan kesejahteraan dan masa depan para guru sangat menggembirakan dan program ini perlu dilanjutkan untuk pemerintah ke depannya. Namun perlu ada fungsi pengawasan di daerah melalui lembaga independen tentang perekrutan P3K sampai pada penyebaran kebutuhan guru-guru P3K di setiap sekolah.

Adanya penumpukan guru-guru P3K berimbas pada pemberian jam mengajar di sekolah yang tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. Proses perpindahan guru P3K yang seharusnya memenuhi formasi yang ada, akan tetapi fakta di lapangan banyak guru-guru P3K yang meminta perpindahan ke sekolah yang diinginkannya berdasarkan pertimbangan tempat domisili yang jauh.

6. Merdeka Belajar Episode 22. Transformasi Seleksi Masuk Perguruan Tinggi.

FSGI mengapresiasi perubahan sistem seleksi di perguruan tinggi yang telah menghilangkan tes bidang studi. Hal ini sejalan dengan paradigma baru pembelajaran di tingkat pendidikan menengah yang lebih mengutamakan literasi, numerasi dan karakter. Walaupun kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra namun FSGI menilai hanya karena kurangnya sosialisasi sehingga kurang dipahami masyarakat.

7. Merdeka Belajar Episode 23 : Buku Bacaan untuk literasi Indonesia.

Kemampuan dasar pada peserta didik membaca, menulis, menghitung merupakan hal yang menjadi prioritas utama. Maka dari itu dibutuhkan kompetensi guru SD yang mampu menuntaskan kebutuhan dasar siswa. Tidak ada murid yang tidak bisa membaca, menulis, menghitung kalaupun guru-gurunya tahu cara atau teknik mengajar yang baik. Guru bukan hanya sekadar menggugurkan kewajiban tetapi punya tanggung jawab terhadap ketuntasan belajar anak tingkat dasar, khususnya fase B dan C.

Masih adanya sekolah-sekolah yang mempertahankan nama baik sekolah, kadangkala anak dinaikkan kelas ke jenjang lebih tinggi bahkan ke SMP. Begitupun SMP ke SMA/SMK masih berani menaikkan anak-anak tersebut, padahal belum bisa membaca. Tanpa disadari, para oknum guru maupun sekolah tersebut menjerumuskan anak-anak didiknya. Anak lebih tidak percaya diri di hadapan teman-temannya karena tidak bisa membaca, mengucilkan diri dari interaksi dengan teman-temannya. Hal ini menjadi sumber perundungan di lingkungan sekolah terhadap anak yang tidak bisa membaca oleh sesama teman-temannya.

8. Merdeka Belajar Episode 24. Transisi PAUD ke SD yang menyenangkan.

Kebijakan transisi PAUD ke SD merupakan proses perpindahan peran anak sebagai peserta didik PAUD menjadi peserta didik SD dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan belajar baru. Kesiapan bersekolah harus berangkat dari tujuan pembelajaran yang sesungguhnya, yaitu memastikan setiap anak mendapatkan haknya memiliki kemampuan fondasi untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. Sayangnya program yang bertujuan sangat positif bagi tumbuh kembang anak di usia dini. Dalam implementasinya masih lemah terutama di level guru jenjang SD yang selama ini berpikir bahwa anak saat masuk SD seharusnya sudah bisa calistung.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah selanjutnya perlu melakukan pembekalan dan pendampingan secara masif untuk menguatkan ekosistem pendidikan di wilayahnya dalam mendukung ketercapaian tujuan gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan.

9. Merdeka Belajar Episode 25. Pencegahan dan Penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

FSGI sangat mendukung dan mengapresiasi MB episode 25 untuk pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Berdasarkan data-data kekerasan di Satuan Pendidikan yang setiap tahun di rilis oleh FSGI, maka kekerasan di pendidikan sudah masuk kategori darurat kekerasan, mengingat peserta didik yang menjadi korban kekerasan fisik hingga luka parah dan bahkan meninggal, selain itu angka kekerasan seksual terhadap peserta didik yang dilakukan pendidik angkanya terus meningkat.

FSGI mengapresiasi upaya-upaya Kemendikbudristek dalam mengimplemntasikan Permendikbudristek Nomor: 46 Tahun 2023 tentang PPKSP sangat sistematis, terstruktur dan masif. Berbagai kegiatan sosialisasi sampai bimtek dan video-video edukasi dilakukan terus menerus. Bahkan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) di Satuan pendidikan wajib meng-upload SK-nya ke Dapodik.

Begitupun Tim Satgas PPK daerah wajib dibentuk melalui sinergi dengan Kemendagri. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Dinas Sosial ikut serta membantu Dinas Pendidikan di daerah untuk penanganan kekerasan di satuan pendidikan.

Rekomendasi

1. FSGI mendorong penguatan kompetensi guru tingkat dasar merupakan prioritas utama yang harus dilakukan untuk kepemimpinan ke depan, melalui beragam pelatihan yang dibutuhkan guru, kualitas guru masih rendah dalam upaya menumbuhkan keterampilan berfikir peserta didik di masa depan. Hal ini terlihat dalam skor PISSA untuk Indonesia pada tahun 2022 yang bahkan mengalami penurunan dari skor sebelumnya. Skor siswa Indonesia untuk Matematika rata-rata 366 poin, sementara skor OECD 472 poin.

Dalam membaca rata-rata skor Indonesia 359 poin, rata-rata OECD 476 poin. Untuk Scins skor rata-rata 383 poin , OECD rata rata 485 poin skornya. Dengan rata-rata skor siswa Indonesia seperti di atas, maka terlihat kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia masih rendah. Tentunya kemampuan ini akan menjadi hambatan dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara maju seperti yang sering didengung-dengungkan.

Pemerintahan baru mempunyai pekerjaan yang cukup berat dalam menumbuhkan keterampilan berpikir peserta didik Indonesia. Pemerintah memberikan pelatihan kepada para guru dalam pembelaran berbasis literasi dan numerasi. Para Kepala Satuan Pendidikan perlunya menganggarkan untuk pelatihannya, melengkapi sarananya serta perlunya membangun kesadaran para gurunya dalam membimbing pembelajaran berbasis literasi dan numerasi. Para penilik sekolah, pengawas serta Dinas Pendidikan senantiasa melakukan pemantauan secara kontinyuitas untuk memastikan pembelajaran berbasis literasi dan numerasi mampu menumbuhkan ketrampilan berfikir siswa serta melakukan evaluasinya.

2. FSGI mendorong Menteri Pendidikan yang baru dapat menghapus terminologi penggerak dan melakukan langkah-langkah yang adil dan bijaksana seperti:

(1) Pemerataan Peluang Pengembangan Karier, Menciptakan sistem yang memberikan kesempatan pengembangan karier yang sama bagi semua guru, tanpa memandang status sebagai guru penggerak atau guru biasa.

(2) Penghargaan yang adil. Memberikan penghargaan dan insentif yang adil berdasarkan prestasi dan dedikasi, bukan hanya pada status atau gelar.

(3) Pelatihan dan Pengembangan Kompetensi. Menyediakan pelatihan dan program pengembangan kompetensi yang dapat diakses oleh semua guru untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan mereka.

3. FSGI mengapresiasi program P3K yang digagas oleh pemerintah, peningkatan kesejahteraan dan masa depan para guru sangat menggembirakan dan program ini perlu dilanjutkan untuk pemerintah ke depannya. Namun perlu ada fungsi pengawasan di daerah melalui lembaga independen tentang perekrutan P3K sampai pada penyebaran kebutuhan guru-guru P3K di setiap sekolah.

Adanya penumpukan guru-guru P3K berimbas pada pemberian jam mengajar di sekolah yang tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah. Proses perpindahan guru P3K yang seharusnya memenuhi formasi yang ada, akan tetapi fakta di lapangan banyak guru-guru P3K yang meminta perpindahan ke sekolah yang diinginkannya berdasarkan pertimbangan tempat domisili yang jauh.

4. FSGI mendorong pemerintahan pusat dan pemerintah daerah yang baru untuk bersinergi melanjutkan Program Merdeka Belajar Episode 25, yaitu pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, mengingat angka kekerasan yang tinggi di satuan pendidikan yang sudah memasuki darurat kekerasan. Selama ini Kemendikbudristek sudah berupaya secara sistematis dan terstruktur dalam membangun sistem pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah. Justru sebagian hambatannya malah berada di pemerintah daerah.

Jakarta, 19 Oktober 2024.(01)

BACA JUGA  Menkeu: Anggaran IKN 2023 Realisasinya Capai Rp26,7 Triliun