JAM-Pidum Setujui 11 Perkara Diselesaikan Lewat RJ

Jam-pidum
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana (Foto:Net)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali menunjukkan komitmennya dalam menerapkan pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ). Pada Kamis (7/8/2025), Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, secara resmi menyetujui penyelesaian 11 perkara pidana melalui skema RJ dalam gelar perkara (ekspose) virtual.

Dari total 11 perkara yang disetujui, 9 merupakan kasus pidana umum, sementara 2 lainnya merupakan perkara penyalahgunaan narkotika. Keputusan ini diambil setelah seluruh berkas perkara dinilai memenuhi kriteria berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk Peraturan Kejaksaan RI dan surat edaran terkait pelaksanaan RJ.

Salah satu perkara yang mendapatkan persetujuan RJ adalah kasus pencurian ringan yang menjerat Suriyansyah bin Ismail, warga Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Ia disangka melanggar Pasal 362 KUHP karena mengambil sebuah handphone yang tergeletak di trotoar depan Masjid Abu Bakar, Tanah Grogot.

BACA JUGA  Wagub DKI Ungkap Penyebab Harga Kebutuhan Pokok Naik Setiap Tahun

Setelah dilakukan proses mediasi dan perdamaian dengan korban Wawan Wandha, serta mempertimbangkan bahwa tersangka belum pernah dipidana dan bersedia tidak mengulangi perbuatannya, Kejaksaan Negeri Paser mengajukan permohonan penghentian penuntutan ke Kejati Kalimantan Timur dan kemudian diteruskan ke JAM-Pidum. Permohonan tersebut disetujui.

“Penyelesaian melalui keadilan restoratif adalah bagian dari upaya memberikan keadilan yang bermartabat dan solutif, terutama untuk kasus-kasus ringan dan non-recidivist,” jelas JAM-Pidum Asep Mulyana.

Tak hanya kasus umum, dua perkara narkotika dari Kejaksaan Negeri Balangan juga disetujui untuk diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif berbasis rehabilitasi, bukan pemidanaan. Tersangka dalam dua perkara tersebut adalah:

  1. M. Alwi Rahman dan M. Adi Adriani,
  2. Alfianor als Alfi bin Muhyar (Alm).

Keduanya disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU Narkotika. Namun, hasil asesmen menunjukkan bahwa mereka merupakan pengguna terakhir (end user), bukan bagian dari jaringan pengedar, serta belum pernah menjalani rehabilitasi atau maksimal dua kali.

BACA JUGA  Innalillahi, Ibunda Artis Alya Rohali Meninggal Dunia

“Langkah ini merujuk pada Pedoman Jaksa Agung No. 18 Tahun 2021, dan bertujuan mengedepankan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkoba, bukan menghukum mereka seperti pelaku kriminal berat,” tegas JAM-Pidum.

Beberapa alasan utama persetujuan penyelesaian perkara melalui RJ, baik pidana umum maupun narkotika, antara lain:

  • Sudah terjadi proses perdamaian secara sukarela antara korban dan pelaku.
  • Tersangka bukan residivis, belum pernah dihukum sebelumnya.
  • Ancaman pidana dalam perkara tidak lebih dari 5 tahun.
  • Adanya komitmen pelaku untuk tidak mengulangi kesalahan.
  • Proses perdamaian melibatkan musyawarah mufakat tanpa tekanan.
  • Adanya dukungan dari masyarakat dan pertimbangan sosiologis.

Dalam perkara narkotika, tersangka tidak termasuk jaringan pengedar dan hasil asesmen menunjukkan layak untuk rehabilitasi.

BACA JUGA  Kejagung dan Delegasi Belanda Bahas Sistem Peradilan Pidana, Overcapacity Lapas di Indonesia

Dengan disetujuinya permohonan penghentian penuntutan ini, JAM-Pidum memerintahkan Kepala Kejari Paser dan Kejari Balangan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif. Langkah ini merupakan bentuk pelaksanaan hukum progresif yang lebih mengedepankan pemulihan, mediasi, dan kemanusiaan.(PR/04)