SUDUTPANDANG.ID – OC Kaligis meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar memproses hukum Evi Diana Sitorus, istri mantan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Tengku Erry Nuradi terkait perkara dugaan suap.
Hal ini diungkapkan Advokat senior tersebut melalui surat terbuka yang ditujukan kepada Ketua KPK Firli Bahuri.
“Ibu Evi Diana yang mengakui menerima suap, dan pengakuannya diucapkannya dibawah sumpah, ketika bersaksi sebagai saksi terhadap Bapak Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, sampai hari ini tidak dimajukan perkaranya oleh penyidik Novel Baswedan dan kawan-kawan ke Pengadilan.?,” demikian salah satu pernyataan OC Kaligis dalam suratnya yang diterima redaksi.
Berikut isi surat terbuka yang dilayangkan kepada Ketua KPK:
Sukamiskin, Minggu 12 September 2021.
Hal: Adili Evi Diana, Anggota DPRD Sumut, Penerima Suap
Kepada yang saya hormati Ketua Komisioner KPK Bapak Firli Bahuri dan para pimpinan Komisioner dan Dewan Pengawas KPK.
Dengan hormat,
Saya, Prof.Otto Cornelis Kaligis, warga binaan Lapas Sukamiskin, sekarang berdomicilie hukum sementara di Lapas Sukamiskin, dalam kapasitas saya baik sebagai praktisi maupun sebagai akadimisi, berdasarkan undang- undang untuk berperan serta dalam penegakkan hukum bersama ini mengajukan permohonan sebagai berikut:
- Sesuai dengan hal tersebut di atas, pertama-tama hendak saya sampaikan fakta hukum yang telah diketahui publik melalui media sosial (medsos).
- Di era tahun 2012 – 2014, Ketua Komisioner KPK saudara Agus Rahardjo telah mengumumkan 38 anggota DPRD Sumatera Utara menerima suap dari Gubernur Sumatera Utara. Jumlah uang suap yang diterima sekitar Rp. 350 juta. Itu kata Ketua Komisioner Agus Rahardjo.
- Sedikit catatan mengenai Ketua Komisioner Agus Rahardjo. Pernah Jaksa Agung Prasetyo menemui Agus Rahardjo, di mana saudara Agus Rahardjo meminta kepada Jaksa Agung agar perkara dugaan pembunuhan Novel Baswedan tidak dimajukan ke Pengadilan. Ketua Komisioner Agus Rahardjo termasuk oknum yang membela kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan.
- Ketika kasus dugaan suap tersebut disidik KPK antara lain oleh kelompok penyidik Novel Baswedan, terbukti bahwa para tersangka penerima suap, mengakui bahwa hal tersebut telah terjadi lebih dari satu tahun yang lalu.
- Saya mengetahui fakta hukum ini, karena beberapa di antara mereka mengapa terjadi tebang pilih, dan mereka telah menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin.
- Keluhan mereka, mengapa isteri Wakil Gubernur Sumut, ibu Evi Diana yang mengakui menerima suap, dan pengakuannya diucapkannya dibawah sumpah, ketika bersaksi sebagai saksi terhadap Bapak Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, sampai hari ini tidak dimajukan perkaranya oleh penyidik Novel Baswedan dan kawan-kawan ke Pengadilan.?
- Pengembalian bukti uang suap oleh Evi Diana tidak menghilangkan perbuatan pidana suap. Seandainya KPK tidak membongkar kasus dugaan suap tersebut, ibu Evi Diana turut menikmati uang haram tersebut.
- Yang pasti uang suap itu bukan dan tidak termasuk gratifikasi. Karena kalau gratifikasi, pasti tidak ada hubungannya dan tidak terkait dengan pengesahan APBD Sumut periode 2014 – 2015. Apalagi proses gratifikasi harus di saat menerima uang suap tersebut, ibu Evi Diana dalam waktu 30 hari berkewajiban melaporkannya ke KPK.
- Saya teringat dan mungkin publik mengetahui melalui medsos bagaimana kurang lebih 40 anggota DPRD Malang dijebloskan KPK ke Pengadilan dengan vonis akhir rata-rata 4 tahun, hanya karena suap di sekitar 5 sampai 10 juta rupiah.
- Di persidangan kasus dugaan suap tersebut, di bawah sumpah ibu Evi Diana, isteri wakil Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi mengakui hanya menerima Rp. 127,5 juta.
- Dari informasi yang saya peroleh, kasus ini mencuat, direkayasa untuk menggantikan posisi Gubernur, dari wakil menjadi Gubernur. Karena dengan ditetapkannya Gubernur jadi tersangka, Wakil Gubernur otomatis jadi Gubernur. Konon karena pengaruh suaminya kasus dugaan pidana Ibu Evi tidak ditingkatkan ke Pengadilan. Seharusnya meskipun, ibu Evi Diana yang adalah isteri Gubernur Tengku Erry Nuradi, yang bersangkutan harus juga diadili sebagai penerima suap, sesuai dengan azas persamaan kedudukan di depan hukum. Majukan juga Ibu Evi Diana ke Pengadilan, tanpa terjadinya tebang pilih.
- Kesaksian ibu Evi Diana telah ramai terungkap di publik melalui Medsos. Anehnya penyidik KPK melindungi.
- Beda nasib dengan kurang lebih 40 anggota DPRD Malang yang menerima uang hanya di sekitar 10 juta rupiah, beda dengan suap ibu Evi Diana yang diakuinya, menerima suap RP. 127,5 juta.
- Mengapa fakta hukum mengenai ibu Evi Diana kembali saya ungkit?. Harapan saya agar Pak Firli Bahuri kembali membuka perkara yang diduga dipetieskan oleh kelompok Novel Baswedan, sekaligus memajukannya ke persidangan Pengadilan. Sekedar untuk membuktikan, tidak terjadinya tebang pilih kasus korupsi, era penyidikan Novel Baswedan
- Bersama surat ini saya juga turut mengapresiasi dua putusan masing-masing Putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang mengalahkan Novel Baswedan dan kelompoknya untuk kasus tidak lolosnya Novel Baswedan di dalam test wawasan kebangsaan.
- Mungkin sampai hari ini sudah jutaan pelamar yang hendak menjadi pegawai negeri alias Aparatur Sipil Negara, yang tidak berhasil lulus, tanpa menimbulkan huru hara hukum, seperti yang dilakukan Novel Baswedan.
- Yang lulus pun tidak serta merta diangkat menjadi pegawai negeri, sebelum melewati masa.
- Karena MK dan MA mengalahkan Novel Baswedan, Komnas HAM yang tidak puas dengan putusan tersebut, masih berusaha hendak menemui Bapak Presiden Jokowi Widodo. Apa Komnas HAM tidak sadar, bahwa setiap orang harus mematuhi putusan Pengadilan?.
- Bukankah sumpah Komnas HAM sebelum menduduki jabatannya, adalah sumpah mentaati hukum?
- Ketika Novel Baswedan mengikuti test, pasti sebagai penyidik yang sadar hukum, mengerti bahwa test ASN tersebut didasarkan oleh Undang-undang, khususnya Revisi Undang-undang KPK. Setiap orang yang mengkuti test sudah sejak semula seharusnya sadar, bahwa hasil test hanya ada dua.: Lulus atau gagal.
- Seandainya semua yang gagal panik seperti paniknya Novel Baswedan, dunia hukum menjadi porak peranda.
- Bayangkan kebodohan Novel Baswedan, gagal test, melibatkan Komnas HAM, Ombudsman, para Professor gagal paham yang membabi buta rela menjadi pendukung Novel Baswedan, ICW, LSM bahkan Media dan TV pendukung.
- Yang paling tidak masuk akal melibatkan Pendeta Persekutuan Gereja-gereja Indonesia disingkat PGI. Jangan-jangan karena salah alamat, PGI mendoakan Novel Baswedan, agar Tuhan Yang Maha Adil segera mengadili kasus dugaan pembunuhan Novel Baswedan yang diduga dilakukan Novel Baswedan di Bengkulu terhadap Aan?
- Akhir kata, semoga surat saya ini turut menyadarkan para komisioner KPK untuk mengajukan perkara pidana dugaan suap ibu Evi Diana.
Hormat saya.
Prof.Otto Cornelis Kaligis.
Cc. Semua kawan kawan di Lapas, korban tebang pilih.
Cc. Semua Media berkeadilan.
Cc.Pertinggal.
Terkait hal ini, baik Ketua KPK Firli Bahuri maupun eks anggota DPRD Sumut Evi Diana Sitorus belum dapat dikofirmasi.(tim)