Hukum  

PP IKAHI Desak DPR dan Pemerintah Sahkan UU Contempt of Court

Ketua Kamar Pdana MA, Suhadi/Dok:MA

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Pengurus Pusat (PP) Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mendesak pemeritah dan DPR untuk segera mengesahkan RUU tentang Contempt of Court pasca peristiwa kekerasan yang dialami hakim Zulkifli di Pengadilan Agama (PA) Lumajang.

“Meminta kepada pihak Eksekutif dan Legislatif untuk segera mengesahkan undang-undang tentang Contempt of Court. PP IKAHI mengajak semua pihak untuk menghormati proses dan hasil persidangan dengan menempuh upaya hukum yang disediakan UU. Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan,” kata Ketua PP IKAHI Suhadi, dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (25/10).

Kemenkumham Bali

Zulkifli adalah salah satu Hakim PA Lumajang, pada Kamis, 20 Oktober 2022, sekitar pukul 10.00 WIB, bertempat di Ruang Sidang I Kantor PA Lumajang mengalami kekerasan fisik. Saat itu Zulkifli menyidangkan perkara Nomor: 2235/Pdt.G/2022/PA.Lmj.

PP IKAHI menjelaskan rincian kronologi dari peristiwanya. Perkara yang ditangani Hakim Zulkifli adalah gugatan cerai yang diajukan oleh Ulik Humairoh Binti P. Kandar sebagai penggugat dan Sunandiono Bin P. Kuntoro Hadi sebagai tergugat yang didaftar pada 1 September 2022 dengan Nomor Register: 2235/Pdt.G/2022/PA.Lmj.

Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut terdiri dari Drs. Zulkifli sebagai Ketua Majelis, Drs. H. Junaidi, MH, dan Drs. A. Junaidi, M.HI, selaku hakim anggota serta Zubaidah, SH, sebagai Panitera Pengganti yang bertugas membantu persidangan.

Sebelum para pihak memasuki ruang sidang diperiksa oleh petugas keamanan secara manual dan metal detector. Setelah dipastikan para pihak tidak membawa senjata tajam dan benda berbahaya lainnya, para pihak diperintahkan masuk ruang sidang;

Sejak persidangan pertama sampai dengan persidangan yang kelima pada 20 Oktober 2022 tidak nampak gelagat ataupun sikap dari pihak tergugat yang mengindikasikan akan marah ataupun akan melakukan tindak kekerasan.

Persidangan perkara tersebut telah melalui proses mediasi, dan jawab menjawab. Demikian pula pembuktian dan terakhir pihak keluarga tergugat yang memohon agar diberikan waktu untuk upaya damai di luar persidangan. Majelis Hakim menunda persidangan pada 20 Oktober 2022.

Agenda sidang hari Kamis, 20 Oktober 2022 adalah laporan upaya damai yang dilakukan oleh keluarga para pihak dan ternyata pihak keluarga para pihak tidak berhasil mendamaikannya.

Majelis Hakim melanjutkan sidang pengucapan putusan. Setelah Majelis Hakim selesai mengucapkan putusan, pihak tergugat mengambil dan mengangkat kursi yang diperuntukan untuk tempat duduk saksi dan dipukulkan kepada penggugat sebanyak tiga kali.

Setelah penggugat lari keluar ruang sidang, kursi yang masih dipegang tergugat tersebut dilemparkan ke Majelis Hakim yang masih berada di tempatnya dan dalam kondisi berdiri. Kusi tersebut mengenai ketua majelis pada pipi kiri bagian bawah mata sehingga menimbulkan luka sobek sekitar 4 cm.

Setelah selesai melemparkan kursi ke Majelis Hakim, tergugat keluar ruang sidang dan diamankan oleh pegawai.

Sesaat kemudian pihak kepolisian datang mengamankan tergugat dan sekaligus olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di ruang sidang.

Selanjutnya tergugat dibawa ke Polsek Sukodono dan korban dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk mendapat perawatan dengan luka tiga jahitan serta sekaligus visum et repertum.

Korban melaporkan ke Polsek Sukodono dan terdaftar dalam register LP-B/23/X/2022/SPKT/Polsek Sukodono Polres Lumajang/Polda Jatim, tanggal 20 Oktober 2022.

Tergugat kini ditahan di Polsek Sukodono yang untuk selanjutnya ditahan di Polres Lumajang sampai sekarang.

Berdasarkan kronologis tersebut, pihak PP IKAHI) menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. PP IKAHI prihatin dan mengecam keras tindakan melawan independensi kekuasaan kehakiman (contempt of court) yang terjadi pada Hakim Agama PA Lumajang.
  2. PP IKAHI meminta agar dilakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran contempt of court tersebut.
  3. Meminta kepada Pemerintah dan Komisi Yudisial untuk ikut menjaga harkat dan martabat hakim serta pengamanan bagi hakim baik di dalam dan di luar persidangan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan guna terwujudnya independensi kekuasaan kehakiman.(PR/05)

Tinggalkan Balasan