Hukum  

Kuasa Hukum BHL Pertanyakan Dakwaan Jaksa Soal Kerugian Negara Perkara Impor Baja

Sidang Tipikor
Sidang perkara dugaan korupsi impor baja di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/11/2022)/Foto: istimewa

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp1 triliun lebih dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp22 triliun lebih dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara dugaan korupsi impor baja dipertanyakan oleh kuasa hukum terdakwa Budi Hartono Linardi (BHL), Abidin.

Abidin menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya adalah kekeliruan.

Kemenkumham Bali

“Karena yang membeli besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya kemudian yang melakukan pembayaran PIB/PPN/PPH dan bea masuk adalah oleh keenam perusahaan importir, termasuk perusahaan klien kami,” ujar Abidin, dalam keterangannya, usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (10/11/2022).

“Dimana ke enam perusahaan importir tersebut semuanya adalah perusahaan swasta, dengan demikian jelas tidak ada kerugian negara atau perekonomian negara dari perbuatan terdakwa,” sambung Abidin.

Selain itu, lanjutnya, terkait kedudukan antara Pasal 5 UU Tipikor, si penerima tidak pernah didakwa dengan Pasal 5 ayat (2), karena Ira Chandra telah meninggal dunia pada tanggal 21 Februari 2018 lalu.

“Maka tidak ada yang menerapkan Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor, mustahil ada pemberi suap tanpa ada yang menerima suap, karena suap itu baru terjadi kalau ada pemberi dan ada penerima,” tegasnya.

Abidin juga mempertanyakan dakwaan JPU yang hanya menarik terdakwa BHL, Taufiq, Ira Chandra (meninggal dunia), dan Tahan Banurea tanpa menarik Direktur Impor pada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Veri Anggriyono.

Padahal menurut Abidin, Veri Anggriyono yang menandatangani Surat Penjelasan sebagai dasar dapat dilakukannya impor besi atau baja dari tahun 2016 sampai tahun 2021.

“Dan tidak ditariknya PT. Perwira Adhitama Sejati, PT. Bangun Era Sejahtera, PT. Duta Sari Sejahtera, PT. Intisumber Baja Sakti, PT. Prasasti Metal Utama dan PT. Jaya Arya Kemuning sebagai yang menyuruh melakukan atau melakukan atau turut serta melakukan dalam perkara ini mengakibatkan penerapan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana dalam dakwaannya menjadi kabur,” jelasnya.

“Mengapa perusahaan itu tidak dilibatkan dalam perkara (BHL). Apakah sebagai tersangka atau terdakwa? “Tidak ada dilibatkan. Hanya Budi, Tahan dan Taufiq saja,” lanjutnya mempertanyakan.

Ia juga mengaku heran lantaran Veri Anggijono tidak ditetapkan sebagai tersangka perkara tersebut.

“Dia (Veri Anggriyono) diduga terlibat dalam kasus tersebut, mengingat Veri Anggriyono sebagai pihak yang menyetujui kebijakan impor besi dan baja dari China yang perkara kita ketahui saat ini bergulir di Pengadilan Tipikor,” sebut Abidin.(tim)

Tinggalkan Balasan