“Dalil yang disampaikan oleh pemohon idealnya menjadi masukan dan kritik bagi partai politik saja, dan saya berharap MK menolak uji materi tersebut.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Sistem proporsional tertutup pemilihan umum (Pemilu) bukti kemunduran demokrasi. Pemberlakuan sistem pemilu berbasis suara terbanyak hal yang paling ideal diterapkan sejak pelaksanaan pemilu secara langsung pasca reformasi sebagai bagian dari manifestasi keterlibatan rakyat Indonesia dalam proses bernegara.
Pandangan tersebut dikemukakan Mohamad Taufiqurrahman, S.H. M.H,. CLA, selaku Constitutional Analyzer, saat perbincangan sore dengan media di Jakarta, Jumat (30/12/2022).
Ia menyebut adanya pihak-pihak yang mengajukan permohonan uji materi tentang pemberlakuan sistem pemilu berbasis suara terbanyak di Mahkamah Konstitusi (MK) sangat jelas menggergaji semangat dalam berdemokrasi.
“Ya permohonan tersebut sangat jelas akan menggergaji semangat demokrasi yang selama ini kita perjuangkan,” ujarnya.
Menurutnya, dalil yang disampaikan oleh para pemohon uji materi bukan hanya sesat, tetapi menyesatkan.
“Jelas-jelas apabila sistem pemilu kembali kepada sistem proporsional tertutup adalah suatu kemunduran dalam demokrasi,” katanya.
“Sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak yang dimaknai telah dibajak oleh caleg pragmatis hanya bermodal popular dan menjual diri tanpa ada ikatan ideologis, struktur partai politik dan tidak memiliki pengalaman dalam mengelola organisasi partai politik atau organisasi berbasis sosial politik merupakan dalil aneh,” sambung Mohamad Taufiqurrahman.
Bila diterapkan sistem tertutup, lanjutnya, rakyat tidak lagi dapat memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di parlemen, baik di tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah.
“Harus kita tolak bersama sama pihak-pihak yang ingin memundurkan demokrasi,” tegas pria yang kesehariannya aktif sebagai praktisi hukum ini.
Dalam pandangannya, Indonesia telah mengalami kemajuan dalam proses berdemokrasi. Khususnya dalam pelaksanaan pesta demokrasi, termasuk sistim yang digunakan dalam pemilu yaitu sistim berbasis suara terbanyak.
“Karena rakyat mengambil peran secara langsung dalam proses bernegara dengan memilih calon anggota DPR yang merupakan suatu lembaga atau institusi yang sangat fundamental dalam sistem ketatanegaraan,” katanya.
Kritik bagi partai politik
Ia juga menyebut dalil yang disampaikan oleh pemohon idealnya menjadi masukan dan kritik bagi partai politik peserta pemilu.
“Agar dalam menempatkan calon wakil rakyat adalah orang-orang yang memiliki kualitas, kapabilitas dan integritas. Sehingga rakyat diberikan otoritas untuk menentukan pilihan yang memadai untuk dapat dipilih menjadi wakilnya di DPR baik di tingkat daerah maupun tingkat pusat,” ujarnya.
‘Hal tersebut sejalan dengan salah satu fungsi partai politik sebagai wadah untuk menampung dan penyeleksian kader-kader politik yang nantinya akan meneruskan kepemimpinan suatu pemerintahan dengan jabatan tertentu, sehingga tercipta proses demokrasi dua arah antara pemilih dan yang dipilih,” tambah jebolan Universitas Indonesia (UI) ini.
Ia menjelaskan, hal itu dalam artian partai politik menyediakan figur-figur yang berkualitas untuk dapat dipilih dan rakyat memiliki hak untuk menentukan pilihan berdasarkan kriteria masing-masing.
“Dalil yang disampaikan oleh pemohon idealnya menjadi masukan dan kritik bagi partai politik saja, dan saya berharap MK menolak uji materi tersebut,” tutup advokat bersahaja ini.(l.gunawan/01)