“Belum waktunya Kejaksaan diberi kewenangan penyadapan. Terlalu berbahaya jika wewenang tersebut jatuh ke tangan yang salah. Kita tidak bisa membiarkan ruang penyadapan digunakan untuk kepentingan pribadi atau menjadi alat tawar-menawar politik dan hukum.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Praktisi hukum senior Alexius Tantrajaya menyatakan penolakannya terhadap rencana pemberian kewenangan penyadapan kepada Kejaksaan sebagaimana tercantum dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Menurutnya, kewenangan tersebut sebaiknya ditiadakan karena berpotensi besar disalahgunakan oleh oknum jaksa yang tidak bertanggung jawab.
“Penyadapan adalah kewenangan yang sangat sensitif. Dalam kondisi Kejaksaan yang belum sepenuhnya bersih dari praktik penyimpangan, pemberian wewenang penyadapan justru bisa menjadi alat penyalahgunaan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu,” ujar Alexius dalam keterangan tertulis, Jumat (11/7/2025).
Alexius menyoroti kasus hukum yang baru-baru ini mencoreng institusi Kejaksaan, yakni penggelapan barang bukti dalam kasus investasi bodong Robot Trading senilai Rp11,7 miliar. Dalam kasus tersebut, mantan jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, divonis 7 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta yang hanya menuntut 4 tahun penjara.
“Kasus ini menjadi bukti konkret bahwa masih ada oknum jaksa nakal yang menyalahgunakan kekuasaan. Ironisnya, sanksi internal terhadap pelanggaran tersebut justru terkesan lunak karena jaksa penuntut hanya menuntut 4 tahun, padahal pelanggarannya berat. Untung saja hakim memperberat hukuman menjadi 7 tahun,” katanya.
Menurut Alexius, fakta ini menunjukkan bahwa Kejaksaan belum sepenuhnya menunjukkan keseriusan dalam menegakkan hukum terhadap pelanggarnya sendiri. Ia menilai, sebelum diberikan tambahan kewenangan seperti penyadapan, Kejaksaan harus terlebih dahulu membuktikan bahwa lembaganya bersih dan akuntabel.
“Belum waktunya Kejaksaan diberi kewenangan penyadapan. Terlalu berbahaya jika wewenang tersebut jatuh ke tangan yang salah. Kita tidak bisa membiarkan ruang penyadapan digunakan untuk kepentingan pribadi atau menjadi alat tawar-menawar politik dan hukum,” tegas advokat senior itu.
Alexius juga mendesak agar Kejaksaan memberikan sanksi tegas dan tanpa toleransi terhadap seluruh pihak internal yang turut terlibat dalam kasus penggelapan barang bukti tersebut, sebagaimana telah terurai dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap oknum jaksa Kejari Jakarta Barat.
“Kejaksaan harus segera mengembalikan kepercayaan publik. Jangan setengah hati dalam membersihkan institusi dari oknum yang merusak citra dan integritas penegakan hukum,” tandasnya.(01)