Opini  

Film ‘The Sun Gazer: Cinta dari Langit’

Film 'The Sun Gazer: Cinta dari Langit'
Film The Sun Gazer: Cinta dari Langit (Foto:Dok.Instagram/@cinema.21)

“The Sun Gazer: Cinta dari Langit layak untuk ditonton oleh penonton sejati bukan sekadar “penonton statistik” yang kursi studionya dibeli secara masif oleh pihak-pihak tertentu tanpa benar-benar menontonnya, sekadar untuk menimbulkan kesan bahwa film tersebut sangat diminati.”

Oleh Aat Surya Safaat

Film ‘The Sun Gazer: Cinta dari Langit’ tampil tanpa keberadaan pemeran antagonis, namun tetap menghadirkan konflik di dalamnya.

Film yang bergenre drama, percintaan, dan religi ini dibintangi oleh Mario Irwinsyah sebagai Mogayer, Ratu Anandita sebagai Asiyah (As), dan Revalina S. Temat sebagai Aisyah (Is).

Film ini diangkat dari novel kisah nyata Sang Penatap Matahari karya M. Gunawan Yasni, seorang tokoh ekonomi dan keuangan syariah Indonesia.

‘The Sun Gazer: Cinta dari Langit’ mulai tayang pada Kamis, 21 Agustus 2025, di seluruh bioskop Indonesia. Namun, seminggu kemudian, film ini sudah banyak diturunkan dari layar bioskop, meskipun animo masyarakat semakin tinggi dan banyak yang menghendaki nonton bareng secara beramai-ramai.

Banyak yang menduga film ini tidak diberi kesempatan waktu dan tempat yang cukup oleh jaringan bioskop Tanah Air untuk dinikmati penonton karena isi film ini membahas bahaya riba, bahaya pinjaman, dan judi daring yang marak di masyarakat, serta mengangkat tema ekonomi, keuangan, dan koperasi berbasis syariah.

Pada hari pertama dan kedua penayangan, masyarakat mulai berbondong-bondong menonton. Namun, pada hari ketiga dan keempat, film ini sudah banyak ditarik dari layar oleh jaringan bioskop di berbagai daerah.

Esensi film drama, percintaan, dan religi yang dibungkus ringan dengan nilai-nilai syariah muamalah dalam konteks keluarga dan ekonomi masyarakat ini sangat berbeda dari kebanyakan drama rumah tangga yang umumnya menampilkan tokoh jahat dalam relasi suami istri.

BACA JUGA  Ekspedisi Toba HPN 2023: Jangan Lengah Mempertahankan Geopark Kaldera Toba

Namun, film ‘The Sun Gazer’ justru hadir tanpa peran antagonis. Semua karakter digambarkan sebagai sosok protagonis penuh kebaikan, meski tetap terdapat konflik di dalam cerita.

Mario Irwinsyah (putra dari artis senior Ida Leman) yang memerankan tokoh Mogayer dalam film ini menyatakan bahwa ketiadaan karakter antagonis justru menjadi keunikan tersendiri.

“Kebanyakan drama bicara soal menang dan kalah, atau siapa yang salah dan benar. Tapi ‘The Sun Gazer’ beda. Ini tentang cinta tanpa pamrih. Itu yang bikin cerita jadi menyentuh,” katanya.

Salah satu daya tarik terbesar dari film ‘The Sun Gazer’: Cinta dari Langit adalah kenyataan bahwa kisahnya diangkat dari peristiwa nyata. Menurut Mario Irwinsyah, sekitar 80 persen alur cerita berdasarkan pengalaman hidup tokoh asli, sementara 20 persen sisanya merupakan dramatisasi untuk kepentingan sinematik.

Film ini berawal dari kisah rumah tangga seorang tokoh ekonomi syariah Indonesia yang harus berakhir karena tidak dikaruniai keturunan. Meski pahit, pasangan tersebut memilih untuk berpisah secara ikhlas, namun tetap menjaga hubungan baik.

Dari situlah, ‘The Sun Gazer’ mencoba menghadirkan drama keluarga yang realistis, sekaligus membuka ruang refleksi bagi para penonton dari berbagai kalangan, dibungkus secara apik dan ringan melalui sudut pandang ekonomi dan keuangan syariah.

Sementara itu, Revalina S. Temat mengaku semakin mantap mengambil peran Aisyah setelah bertemu langsung dengan sosok asli yang dikisahkan dalam novel ‘Sang Penatap Matahari’.

BACA JUGA  Hidup Adalah Risiko: Kearifan Sufi Robiyatul Adawiyah

“Aku lihat sendiri bagaimana beliau sabar dan ikhlas. Kalau aku ada di posisi itu, mungkin aku enggak sanggup. Tapi kok bisa ya beliau maju terus. Itu yang bikin aku kagum,” ujarnya.

Fakta bahwa film ini berasal dari kisah nyata membuat pesan yang dibawakan terasa lebih dalam. Penonton pun tidak hanya disuguhi drama fiksi, tetapi juga potret kehidupan yang benar-benar terjadi.

Apakah film dengan narasi sekuat ini yang sangat relevan untuk negeri yang sedang tidak baik-baik saja tidak layak diberi kesempatan lebih luas agar dapat ditonton dan dijadikan tuntunan oleh khalayak penikmat film Tanah Air?.

Rasanya tidak adil bagi sebagian besar masyarakat yang masih menantikan film-film dengan narasi kuat dan bernilai kebaikan, apalagi film yang berbasis pada kenyataan hidup sesungguhnya.

‘The Sun Gazer: Cinta dari Langit’ layak untuk ditonton oleh penonton sejati bukan sekadar “penonton statistik” yang kursi studionya dibeli secara masif oleh pihak-pihak tertentu tanpa benar-benar menontonnya, sekadar untuk menimbulkan kesan bahwa film tersebut sangat diminati.

Saat ini, M. Gunawan Yasni dan Kambara yang bertindak sebagai Eksekutif Produser film ini bersama sutradara Jastis Arimba dan para produser lainnya, serta segenap pemeran dan kru film, terus berupaya membooking studio-studio bioskop untuk menggelar nonton bareng gratis yang didanai oleh sejumlah donatur.

Tak sedikit pula nonton bareng berbayar yang diadakan secara mandiri oleh masyarakat demi memberikan dukungan nyata dan meningkatkan animo publik terhadap film ini.

Para peminat film ‘The Sun Gazer: Cinta dari Langit’ dapat mengikuti perkembangan informasi melalui akun Instagram @tsg_cintadarilangitfilm dan akun TikTok resminya.

BACA JUGA  Selamat Jalan Bang Rizal Ramli

Semoga semakin banyak pihak yang tergugah oleh film dengan narasi kuat ini untuk bersama-sama menjadikan Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja menjadi lebih baik.

Dalam kaitan ini, terdapat satu ayat Al-Qur’an yang sangat relevan dan disampaikan dengan narasi kuat di awal film ini, yakni Surah Ar-Ra’d ayat 11:

Baginya (manusia) ada (malaikat-malaikat) yang menyertainya secara bergiliran dari depan dan belakangnya yang menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

 

*Aat Surya Safaat adalah Kepala Biro Kantor Berita ANTARA New York (1993-1998) dan Direktur Pemberitaan ANTARA (2016). Saat ini, ia adalah wartawan senior yang menjabat sebagai Asesor Uji Kompetensi Wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (UKW-PWI) dan Ketua Dewan Redaksi di sejumlah media daring.