JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi jenis Pertamax turun Rp 600 per liter. Harga Pertamax turun menjadi Rp 13.900 per liter dari sebelumnya Rp 14.500 per liter. Harga baru Pertamax ini efektif berlaku mulai 1 Oktober 2022.
Harga baru Pertamax ini berlaku untuk provinsi dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5 persen seperti di wilayah DKI Jakarta. Sementara wilayah lainnya akan mengalami penyesuaian harga yang berbeda-beda.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), Irto Ginting menjelaskan, harga BBM nonsubsidi akan terus bergerak mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak yakni Mean of Platts Singapore (MOPS) atau Argus.
“Evaluasi dan penyesuaian harga untuk BBM non subsidi akan terus kami lakukan secara berkala setiap bulannya. Berdasarkan perhitungan, pada periode September lalu untuk produk Gasoline (bensin) yakni Pertamax Series mengalami penyesuaian turun harga,” kata Irto dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/10).
Sebaliknya, untuk produk BBM jenis Dexlite dan Perta Dex justru mengalami kenaikan harga. Untuk Dexlite (CN 51), terdapat penyesuaian harga menjadi Rp 17.800 dan Perta Dex (CN 53) harganya menjadi Rp 18.100 per liter. Harga ini berlaku untuk provinsi dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) sebesar 5 persen seperti di wilayah DKI Jakarta.
“Seluruh harga baru ini sudah sesuai dengan penetapan harga yang diatur dalam Kepmen ESDM No. 62/K/12/MEM/2020 tentang formulasi harga JBU atau BBM non subsidi. Pertamina juga terus berkomitmen untuk menyediakan produk dengan kualitas yang terjamin dengan harga yang kompetitif diseluruh wilayah Indonesia,” lanjut Irto
Mengenai adanya perbedaan penyesuaian harga pada produk Pertamax Series dan Dex Series, Irto menjelaskan bahwa hal ini diakibatkan oleh kondisi energi global, salah satunya adalah geopolitik di Eropa Timur.
Kondisi ini menyebabkan tingginya permintaan produk bahan bakar gas di seluruh dunia, dan salah satu substitusi produk bahan bakar gas adalah bahan bakar diesel yang harganya mengacu kepada MOPS Kerosene.
“MOPS Kerosene ini menjadi acuan harga untuk bahan baku produk diesel. Tingginya permintaan dan terbatasnya bahan baku membuat harganya menjadi tetap tinggi, meskipun harga minyak dunia trennya menurun,” tukasnya
Sementara itu Himpunan Pengusaha Pertashop Indonesia (HIPSI) meminta pemerintah menyesuaikan harga BBM nonsubsidi seturut turunnya harga minyak mentah dunia beberapa waktu terakhir ini.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah disparitas harga BBM subsidi dengan nonsubsidi, terutama pertalite dengan pertamax.
Saat ini tren harga minyak mentah dunia terus menurun. Karena itu, pemerintah didorong untuk melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi, agar disparitas harga terpangkas.
Dengan begitu, migrasi konsumen BBM nonsubsidi ke BBM subsidi bisa dihentikan dan meringankan beban APBN untuk subsidi BBM.
Ketua umum HIPSI, Wawan mengatakan, disparitas harga antara pertalite dan pertamax yang mencapai Rp4.500 menyulitkan pengusaha Pertashop. Kini, sudah banyak pertashop yang tutup dan sebagian lainnya beromzet kurang dari 100 liter per hari.
“Namanya disparitas harga sampai Rp4.500. Kan agak sulit ya kalibrasi turun atau pertalite naik apalagi ya,” katanya, Selasa (27/9/2022).
Saat ini kondisi pertashop di seluruh Indonesia sangat memprihatinkan. Padahal, pertashop adalah program pemerintah untuk menyalurkan BBM ke pedesaan.
Disparitas yang tinggi menyebabkan pertashop sulit bertahan. Terlebih, banyak bbm subsidi jenis pertalite yang bocor dan dijual secara ilegal oleh pengecer (pertamini). Karena itu, pemerintah dan pertamina didorong untuk melakukan pengawasan dan penindakan semaksimal mungkin
“Jadi tetap mendorong, pencetus program ini (pertashop), pemerintah terutama, untuk bertanggung jawab program ini. Karena keberadaan kita ini kan membantu pemerintah,” ucap Wawan.