Indonesia di Antara IFC dan ReCAAP

Siswanto Rusdi, Direktur The National Maritime Institute (Namarin)/foto: istimewa

TNI AL bergabung juga ke dalam IFC dan menempatkan seorang perwira penghubung (liaison officer) di sana. Ada cerita menarik di balik bergabungnya matra ini. Saya diceritakan oleh teman yang tidak bisa saya sebutkan namanya dalam tulisan ini.

Kata si teman, TNI AL bergabung dengan IFC karena terkait dengan KM Sinar Kudus. Kok, bisa? Tanya saya. Untuk penyegar ingatan, KM Sinar Kudus adalah kapal milik perusahaan pelayaran nasional Samudera Indonesia yang disandera oleh perompak Somalia pada 2011.

Pemerintah Indonesia memutuskan akan membebaskan ABK kapal itu dengan men-deploy operasi militer dengan sandi “Operasi Merah Putih”. Maka dibuatlah rencana untuk kepentingan itu oleh Mabes TNI. Agar perencanaan dapat disusun dengan saksama, dibutuhkan informasi awal mengenai semua hal yang berhubungan dengan operasi yang akan dijalankan.

BACA JUGA  Menarik, Pascasarjana Hukum UKI Gelar Seminar Soal Maritim

Kata teman saya tadi, informasi berharga inilah yang dipasok oleh IFC kepada TNI. Informasi yang disuplai ini dihimpun oleh IFC dari 97 pusat informasi keamanan yang tersebar di 41 negara. Hasil akhirnya kita tahu semua: KM Sinar Kudus beserta awaknya berhasil diselamatkan.

Empat dari puluhan perompak yang berada di atas kapal tersebut dilumpuhkan oleh pasukan khusus TNI yang terdiri dari Marinir, Kopassus dan Kopaska. Mereka dikirim dengan dua fregat dan satu heli yang menunggu di Kolombo, Sri Lanka.

Hanya saja, sangat disayangkan duit tebusan sebesar Rp 4,5 miliar yang sudah kadung dibayarkan kepada pimpinan kelompok lanun tersebut tidak berhasil direbut kembali oleh pasukan khusus TNI.

Tinggalkan Balasan