JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Industri hiburan di Indonesia sedang digemparkan oleh film A Business Proposal yang diboikot karena kontroversi. Sang aktor Abidzar Al Ghifari mendapat kecaman setelah pernyataannya yang mengaku tidak menonton versi asli drama Korea atau membaca Webtoon sumber adaptasi memicu reaksi negatif. Imbasnya, film tersebut mendapat kritik tajam hingga ratingnya di IMDb anjlok.
Peristiwa ini memperlihatkan bagaimana cancel culture bekerja di era digital. Publik yang kecewa menyoroti sikap Abidzar yang dianggap kurang menghargai karya asli. Dampaknya, film yang digarap dengan harapan besar ini justru menghadapi gelombang boikot.
Adaptasi film A Business Proposal awalnya diantisipasi dengan baik. Namun, pernyataan Abidzar yang ingin membentuk karakter sesuai versinya sendiri tanpa merujuk ke sumber aslinya menuai kecaman. Bagi sebagian penonton, langkah ini dianggap meremehkan proses adaptasi.
Reaksi netizen sangat keras. IMDb mencatat rating film ini jatuh drastis hingga menyentuh angka 1/10. Beberapa bioskop bahkan menghentikan penayangannya karena respons negatif yang semakin meluas
Cancel culture bukan sekadar tren, tapi fenomena yang kini memiliki pengaruh besar dalam dunia hiburan. Meilinda, dosen English for Creative Industry dari Petra Christian University, menjelaskan bahwa cancel culture adalah upaya mengenyahkan seseorang dari posisinya akibat pernyataan atau tindakannya.
“Ketika seorang aktor terkena cancel culture, bukan hanya dirinya yang terdampak, tapi seluruh tim produksi juga ikut mengalami kerugian,” ujar Meilinda
Seorang aktor memiliki tanggung jawab besar dalam membangun karakter. Dalam kasus film Business Proposal, publik menilai Abidzar seharusnya lebih memahami peran yang ia bawakan.
Meilinda menegaskan, aktor dalam proyek adaptasi perlu berdiskusi dengan sutradara dan mempelajari versi asli agar kesinambungan cerita tetap terjaga.
Meskipun ada ruang untuk interpretasi baru, pemahaman terhadap materi sumber tetap penting.
“Jika adaptasi masih terhubung dengan versi aslinya, esensi karakter harus tetap dipertahankan,” tambah Meilinda.
Kesalahan dalam pemilihan aktor atau pendekatan karakter dapat memengaruhi penerimaan film secara keseluruhan.
Kasus Abidzar dan film A Business Proposal memberi pelajaran bagi para pelaku industri hiburan. Selain kemampuan akting, citra publik juga berperan besar dalam kesuksesan sebuah film. Kontroversi bisa menjadi boomerang jika tidak dikelola dengan baik.
Di sisi lain, cancel culture juga memunculkan kekhawatiran. Meilinda menyebutkan bahwa fenomena ini bisa menghambat ruang diskusi.
“Jika setiap opini berbeda langsung ditolak mentah-mentah, industri hiburan bisa kehilangan inovasi,” pungkasnya.(04)