KEDIRI, SUDUTPANDANG.ID – Merasa nasib mereka diabaikan, warga terdampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pojok, Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, kembali mengadukan persoalan kompensasi atas dampak lingkungan yang mereka alami. Setelah sebelumnya mengadu ke DPRD, kini mereka menyampaikan aspirasi ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri pada Senin (4/8/2025).
Warga terdampak TPA Pojok meminta kejelasan atas skema dana yang selama ini disebut sebagai bantuan sosial (bansos), bukan kompensasi sebagaimana tuntutan mereka.
Suprio, salah satu warga terdampak sekaligus Dewan Penasehat Perkumpulan Sahabat Boto Jarakan (Saroja), mengecam sikap Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri yang menyebut dana kompensasi bagi warga terdampak sebagai bansos.
“Kompensasi pada prinsipnya harus ada kesepakatan kedua belah pihak dan dihitung per jiwa. Selama ini Pemerintah Kota Kediri menggunakan kewenangannya sendiri tanpa melibatkan warga,” tegas Supryo usai audiensi.
Ia juga mempertanyakan kelayakan sejumlah pihak yang tercatat sebagai penerima bansos, termasuk aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI dan Polri. Bahkan, menurutnya, ada penerima yang tidak berdomisili di wilayah terdampak atau bahkan tinggal di luar Kota Kediri.
“Kejaksaan tidak berani memberikan pendapat soal kelayakan ASN, TNI, Polri, atau pejabat-pejabat yang menerima bansos. Apakah itu dibenarkan secara hukum? Ini harus dikaji,” ujarnya.
Menurut Suprio, anggaran dari APBD seharusnya disalurkan kepada warga terdampak langsung, bukan diberikan secara tidak merata atau salah sasaran. Ia juga menyinggung potensi bahaya dari keberadaan gunungan sampah yang mengepung permukiman warga.
“Kami minta Pemkot mengkaji ulang istilah bansos. Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal keadilan dan pengakuan hak warga. Gunung sampah itu bisa meledak kapan saja, harus ada tanggung jawab negara,” tambahnya.
Warga berharap seluruh pihak, baik eksekutif, legislatif, maupun aparat penegak hukum, dapat bersikap objektif dan menjunjung keadilan dalam penyaluran anggaran bagi warga terdampak TPA Pojok.
Menanggapi hal itu, Kasi Pidsus Kejari Kediri, Nurngali, menyatakan belum dapat memberikan pandangan hukum terkait permintaan warga. Ia memastikan pihaknya akan menelaah aturan-aturan yang berlaku sebelum bersikap.
“Nanti akan kita kaji dan pelajari aturan terkait bansos atau kompensasi. Kita juga akan berkoordinasi dengan DLHKP dan Dinsos, apakah praktik ini sudah sesuai juklak dan juknis penggunaan anggaran atau belum,” kata Nurngali.
Dari aspek hukum, Nurngali juga belum bisa menjawab apakah ASN, TNI, dan Polri layak menerima bansos tersebut.
“Kita belum tahu apakah ada Perwali yang mengatur itu. Kita akan cari dan pelajari aturannya dulu. Tunggu laporan resmi masyarakat, nanti kita pelajari lebih lanjut,” jelasnya.
Kompensasi Bukan Bansos
Di sisi lain, anggota DPRD Kota Kediri, Ayub Hidayahtullah, menegaskan bahwa istilah yang tepat untuk dana yang diberikan kepada warga terdampak sampah adalah kompensasi, bukan bansos. Menurutnya, bansos hanya diberikan untuk masyarakat tidak mampu, sedangkan dampak TPA dirasakan oleh semua kalangan.
“Kalau bansos itu sifatnya untuk masyarakat tidak mampu, sedangkan ini dampaknya menyeluruh, baik yang mampu maupun tidak. Jadi, lebih tepat disebut kompensasi,” ujar Ayub usai menemui warga di Gedung DPRD Kota Kediri, Selasa (30/7/2025) lalu.
“Masalah keputusan itu harus diputuskan bersama antara eksekutif dan legislatif. Tidak bisa sepihak karena menyangkut anggaran,” tambah Ayub.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Pertamanan (DLHKP) Kota Kediri, Imam Muttakin, menyatakan bahwa warga akan menerima dana sebesar Rp1.250.000 yang disebut sebagai bansos. Imam menyebut jumlah tersebut telah naik 25 persen berdasarkan keputusan Pemkot Kediri. Namun, hingga saat ini, DPRD belum memutuskan kenaikan anggaran tersebut dalam rapat resmi.
Imam menjelaskan bahwa Pemkot Kediri masih melakukan pembahasan internal. Ia juga mengaku telah menemui warga dalam pertemuan pada Minggu (27/7/2025) untuk mendengarkan langsung aspirasi terkait keinginan dilakukan kajian ulang terhadap data penerima bantuan.
“Dari pada warga demo, saya lebih memilih datang dan mendengarkan langsung. Tapi saya ke sana bukan dalam kapasitas membuat keputusan, melainkan menyampaikan masukan kepada pimpinan,” kata Imam saat ditemui di kantornya, Selasa (28/7/2025) lalu.(tim)