Jakarta, Sudutpandang.id – Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo akhirnya hadir langsung dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC), Sabtu (6/9/2025).
Kehadiran Menpora bersama Deputi III Surono disambut hangat oleh para peserta Rakernas yang terdiri dari 38 pengurus KONI Provinsi, perwakilan KONI Kabupaten/Kota, serta 78 pengurus induk cabang olahraga.
Namun, suasana Rakernas semakin memanas ketika perdebatan terkait Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga (Permenpora) Nomor 14 Tahun 2024 mencuat.
Regulasi yang rencananya akan berlaku efektif pada Oktober 2025 itu dinilai bertentangan dengan semangat olahraga nasional dan Olympic Charter.
Dalam sambutannya, Menpora Dito mengungkapkan dirinya mendapat laporan adanya kegaduhan pada sesi sebelumnya.
Untuk meredakan suasana, ia mengundang tiga perwakilan peserta Rakernas naik ke podium guna berdiskusi terbuka mengenai Permenpora 14/2024.
“Saya mendapat informasi kemarin terjadi kegaduhan. Sekarang saya mengundang tiga perwakilan untuk berdiskusi,” ujar Dito.
Tiga perwakilan tersebut adalah KONI Jawa Tengah, KONI Sulawesi Tengah, serta perwakilan dari cabang olahraga pentathlon.
Mereka secara langsung menyampaikan keberatan dan pandangan kritis terkait aturan baru tersebut.
Perdebatan semakin sengit ketika perwakilan KONI Jateng menyinggung Pasal 16 ayat (5) dan (6) dalam Permenpora 14/2024.
Awalnya, Menpora Dito menyebut pasal itu tidak ada. Namun, peserta Rakernas kemudian menampilkan bunyi pasal tersebut di layar besar.
Pasal 16 ayat (5) berbunyi bahwa tenaga profesional dapat diberi kompensasi berupa gaji yang bersumber dari pendanaan organisasi di luar APBN dan/atau APBD.
Sedangkan ayat (6) menegaskan bahwa ketua pengurus beserta perangkat organisasi olahraga prestasi tidak mendapatkan gaji dari dana pemerintah melalui APBN maupun APBD.
Ketentuan ini dinilai memberatkan KONI daerah, yang selama ini sudah kesulitan mendapat dana hibah dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) setempat.
Akibatnya, sejumlah KONI provinsi terancam kehilangan sekretariat karena tidak mampu membayar sewa gedung. Bahkan, pembinaan atlet pun ikut terganggu karena minimnya pendanaan.
Menpora Dito akhirnya mengakui adanya persoalan serius dalam penerapan aturan tersebut.
Ia menduga terdapat ketidakharmonisan antara KONI provinsi dan Dispora di beberapa daerah.
“Saya menduga ada Dispora yang ingin bermain dan kami akan menelusuri kebenaran kasus-kasus tersebut. Bisa jadi hubungan antara KONI Provinsi dan Dispora di beberapa daerah tidak harmonis,” kata Dito usai membaca bunyi pasal dimaksud.
Meski regulasi tersebut belum resmi diberlakukan secara nasional, sejumlah daerah diketahui sudah menerapkannya.
Kondisi ini menimbulkan kerugian besar bagi dunia olahraga karena dana pembinaan terhenti.
Dalam forum Rakernas, sejumlah tokoh olahraga mendesak agar pemerintah segera meninjau ulang aturan tersebut.
Staf Ahli Ketua Umum KONI Pusat Bidang Organisasi, Benny Riyanto, menegaskan perlunya revisi dengan melibatkan insan olahraga.
“Kami meminta kesempatan agar semua KONI dan induk cabang olahraga duduk bersama dengan Kemenpora untuk merevisi Permenpora No.14 ini. Proses regulasi harus dilakukan dengan harmonisasi, sementara dalam penyusunan aturan ini sama sekali tidak melibatkan insan olahraga,” ujar Benny.
Hal senada disampaikan Ketua Umum PB Muay Thai, La Nyalla Mahmud Mattalitti. Ia bahkan sudah melayangkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto agar Permenpora tersebut segera dicabut.
“Saya menyoroti banyak kejadian di daerah yang simpang siur hingga merugikan pembinaan atlet. Kalau cawe-cawe Menpora terlalu jauh, ini bisa berdampak serius. Saya pernah merasakan sendiri ketika PSSI dibekukan, dan hal itu bisa saja terulang ke cabang olahraga lain,” tegas La Nyalla.
Permenpora No.14/2024 telah menjadi isu hangat di kalangan olahraga Indonesia. Aturan yang membatasi sumber pendanaan organisasi olahraga dari APBN maupun APBD dianggap bertolak belakang dengan kebutuhan pembinaan atlet di daerah.
Dengan situasi ini, Rakernas KONI 2025 menjadi panggung terbuka bagi para pemangku kepentingan untuk menyuarakan keberatan mereka.
Meski Menpora Dito mencoba membuka ruang dialog, desakan agar regulasi itu direvisi bahkan dicabut semakin kuat.
Hingga Rakernas berakhir, belum ada kepastian apakah pemerintah akan segera merevisi regulasi tersebut.
Namun, pertemuan ini menegaskan adanya kebutuhan mendesak bagi pemerintah, KONI, dan cabang olahraga untuk duduk bersama mencari solusi terbaik demi keberlangsungan pembinaan olahraga nasional.