Partisipasi Perempuan Dalam Bidang Politik Masih Rendah

Partisipasi Perempuan
Dr. Titik Haryati, M.Pd (Dok.Pribadi)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Dosen dan Alumni Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA)-50 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI Dr. Titik Haryati M.Pd menilai, partisipasi perempuan Indonesia dalam bidang politik masih rendah disebabkan adanya kendala kultural, struktural, dan anggapan-anggapan bias gender.

Pandangan itu disampaikan Titik Haryati dalam Webinar yang mengusung tema “Sosialisasi Wawasan Kebangsaan dan Kepemimpinan Nasional dalam Perlindungan Hak Perempuan (PHP) sebagai Pilar Bangsa” di Jakarta pada 13 Juli 2023 lalu.

Kemenkumham Bali

“Partisipasi perempuan dalam bidang politik masih rendah, sehingga pendidikan politik bagi perempuan menjadi hal yang sangat penting dalam konteks negara demokrasi,” kata Titik kepada wartawan di Jakarta, Senin (17/7/2023).

Titik menjelaskan, perempuan dalam catatan sejarah cenderung terpinggirkan. Padahal, sejak abad ke-19 beberapa wanita Indonesia telah tampil dalam membela tanah air seperti Nyi Ageng Serang XIX, Christina M Tiahahu, Cut Nyak Dien, RA Kartini, Maria W Maramis, dan Nyai Walidah Ahmad Dahlan.

BACA JUGA  Pelindo Terima Penghargaan dari Stranas PK, BUMN Berkomitmen Pencegahan Korupsi

Di era kekinian, lanjutnya, khusus dalam keanggotaan DPR RI periode 2014 -2019 keterwakilan perempuan juga masih rendah, yaitu baru terdapat 118 perempuan dari total 560 anggota parlemen.

Ia pun mengingatkan, peningkatan partisipasi perempuan dalam strategi peningkatan peran perempuan oleh parpol perlu dilakukan dengan mendorong serta tetap mempertahankan penerapan Affirmative Action dengan kuota 30 persen.

“Bagi kalangan perempuan itu sendiri harus ada sikap saling mendukung, mendorong, kolaborasi, kerjasama, serta bersinergi melalui pendekatan kognitif, afekti, normatif, regulatif, egaliter , tidak indoktrinatif, dan tidak dogmatif,” ujar Titik.

Selain itu, menurut Ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba Majelis Ulama Indonesia (Ganas Annar MUI) itu, perempuan harus menjadi teladan bagi diri sendiri dan orang lain serta berdamai dengan diri sendiri sehingga tercapai kondisi bahagia dan sejahtera jasmani dan rohani.

Sementara itu dalam UU Nomor 2 tahun 2008 Jo UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik disebutkan, kaderisasi politik termasuk para elit politik harus memuat empat konsensus dasar sebagai basis fundamental yang memuat sejarah, kekinian, dan format Indonesia ke depan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

BACA JUGA  Prabowo Minta Pendukungnya Tidak Gelar Aksi Damai di MK

Dalam kaitan ini, Titik menyatakan perempuan harus terus belajar memahami empat konsensus dasar itu dalam menjaga Indonesia hebat dengan mengikuti pelatihan di Lemhannas RI untuk menambah pengetahuan, terutama dalam menghadapi Pemilu 2024 agar semakin banyak perempuan yang masuk pada pada jajaran eksekutif dan legislatif.

“Perempuan harus mengejar ketertinggalannya dalam bidang poltik, dan dalam kaitan ini pemerintah perlu melakukan kerjasama dengan Ormas dan LSM dalam rangka memberikan pendidikan politik bagi perempuan guna memajukan demokrasi di Indonesia,” kata Dosen Uhamka dan Universitas Al-Azhar Indonesia yang juga Tenaga Ahli President University itu.

Sebagai informasi, webinar dalam rangkaian kegiatan Hari Keadilan Internasional pada 17 Juli ini bertujuan memberikan wawasan kebangsaan dalam kerangka Perlindungan Hak Perempuan (PHP) yang diselenggarakan oleh Kongres Wanita Indonesia (Kowani) bersama Lemhannas RI dengan peserta anggota Kowani seluruh Indonesia.

BACA JUGA  Muncul Keberatan Debat Capres Dimonopoli MNC Group, TV Harus Netral

Acara itu dibuka oleh Ketua Umum Kowani Dr. Ir. Giwo Rubiyanto Wiyogo MPd dan Keynote Speaker Gubernur Lemhannas yang diwakili Deputi Pemantapan Nila-Nilai Kebangsaan Laksamana Muda TNI Edi Sucipto. Adapun nara sumbernya adalah Dr. Titik Haryati M.Pd dan Mathilda AMW Birowo, M.Si. Keduanya alumni Lemhannas RI.(PR/01)