Opini  

Peradilan Jalanan dan Peradilan Hukum

Peradilan Jalanan
Prof O.C Kaligis (Foto: istimewa)

“Peradilan jalanan melalui media, dengan tujuan membingkai kasus pidana untuk pembelaan di luar pengadilan, bila itu terjadi, pasti yang bersangkutan akan dikenakan Contempt of Court, merongrong wibawa pengadilan mendahului proses peradilan yang sedang berjalan.”

Oleh Prof. O.C. Kaligis

Perbedaan mendasar: Peradilan Jalanan dilakukan tanpa hukum acara, sedangkan Peradilan Hukum baik untuk kasus pidana, perdata, tata usaha negara, dan lain-lain semuanya memakai hukum acara.

Dalam kasus pidana misalnya, saat dimulainya penyidikan, Pasal 109 KUHAP mewajibkan penyidik membuat pemberitahuan kepada Jaksa Penuntut Umum.

Penyidikan pun dimulai dengan judul Pro Justitia, demi keadilan.

Sedangkan Peradilan Jalanan, semuanya tidak jelas. Berbicara mengenai laporan dari korban, apakah misalnya Roy Suryo adalah korban “ijazah palsu” juga tidak jelas.

Sebaliknya, fakta hukum yang terbongkar adalah bagaimana Roy Suryo saat purna tugas sebagai Menteri Olahraga membawa setumpuk panci dan alat-alat dapur ke rumah pribadinya, sehingga petugas kementerian harus menyomasi Roy Suryo.

Lalu, apa prestasi Roy Suryo saat menjadi Menteri Olahraga? Apakah dunia sepak bola Indonesia maju pesat?

Bagaimana dengan alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP di Peradilan Jalanan?m Apakah juga berlaku azas unus testis, sesuai Pasal 185 ayat (2) KUHAP?

Bagaimana dengan penyitaan barang bukti sesuai Pasal 38 juncto Pasal 129 KUHAP?

Penahanan atau penetapan tersangka pun dapat dipraperadilankan sesuai Pasal 77–83 KUHAP?

Bisa saja saat rekayasa cerita Pasar Pramuka, sesuai versi Roy Suryo, timbul cerita baru lagi, bahwa saat itu, menjelang gelap, tiba-tiba Pak Jokowi secara diam-diam, jinjit-jinjit ke Pasar Pramuka memesan “ijazah palsu”?

Pokoknya semua cerita pepesan dapat direkayasa di “Peradilan Jalanan”.

Ujung-ujungnya, bila perkara mereka berakhir di Pengadilan Pidana, pembelaan mereka adalah semua itu dilakukan di alam kebebasan berpendapat, dan uraian-uraian fitnah mereka hanyalah sekadar pendapat ilmiah dalam kapasitas mereka sebagai ahli.

Apa benar?

Biar ahli yang “asli” yang menanggapi pledoi Roy Suryo dan kawan-kawan.

Yang pasti, mereka berhasil membuat huru-hara hukum di medan peradilan Indonesia, dan yang pasti banyak yang percaya mengenai komedi “ijazah palsu Roy Suryo” dan kawan-kawan.

Beda dengan Peradilan Hukum. Bila tidak mentaati hukum acara, atau sengaja merekayasa barang bukti, misalnya bukti Labfor ijazah Jokowi, penyidik dapat dipidana dengan Pasal 421 KUHP tentang kejahatan jabatan.

Pengacara pun yang merekayasa barang bukti, merekayasa kesaksian palsu dapat dipidana.

BACA JUGA  OC Kaligis: Antasari Azhar Bukan Pembunuh

Contohnya: rekayasa kesaksian palsu oleh salah seorang pimpinan KPK, saudara Bambang Widjojanto, saat membela kliennya di Mahkamah Konstitusi.

Perkara Bambang Widjojanto sebenarnya telah dinyatakan oleh Jaksa lengkap (P-21).

Cuma berkat perjuangan ICW dan media, akhirnya pimpinan negara meng-deponir kasus pidana Bambang Widjojanto.

Memang tak dapat disangkal, sampai detik ini “yang ramai menjadi jualan media adalah kasus ijazah palsu Jokowi.”

Tiada hari tanpa berita kosong “ijazah palsu”.

Dan memang komedi pertunjukan “ijazah palsu” berhasil meracuni otak pemirsa yang kurang mengerti hukum, karena disajikan secara meyakinkan oleh Roy Suryo termasuk Rismon, yang menyandang titel “terpercaya” di dunia digital forensik Indonesia.

Apalagi bagaimana mungkin pemirsa tidak percaya, karena semua keahlian Rismon berasal dari Negeri Sakura, yang selalu universitasnya banyak menghasilkan cendekiawan Indonesia.

Beruntung intel-intel swasta Indonesia berhasil ke Jepang, ke eks sekolah Rismon Sianipar, di mana sekolah itu mengeluarkan pendapat otentik,

Ternyata mereka sama sekali tidak mengenal yang namanya “Rismon Sianipar” pernah belajar di sana.

Mungkin saat bersekolah di Jepang bisa saja Rismon Sianipar mengganti nama menjadi nama Jepang.

Dengan rekayasa cerita kosong Roy Suryo dapat dimengerti bila setiap pemerhati hukum yang pernah menyaksikan mereka di media, tuduhan Roy Suryo, Rismon Sianipar, Dokter Tifa, dkk. melawan Pak Jokowi akhirnya agak sedikit percaya pada cerita pepesan itu.

Entah mengapa sampai Roy Suryo dan kawan-kawan benci benar kepada Pak Jokowi?

Bermula dari tuduhan ijazah palsu Presiden Jokowi yang dikeluarkan oleh UGM sampai kepada penertiban ijazah palsu oleh Pasar Pramuka. Semua pihak yang membela Pak Jokowi balik difitnah.

Karena fitnahan, penyebaran ujaran kebencian kepada Pak Jokowi, akhirnya sebagai warga negara patuh hukum, Pak Jokowi menggunakan haknya melaporkan para penghasut berita bohong, para penista, ke pihak kepolisian.

Ijazah Pak Jokowi telah melalui pelbagai tahap pemeriksaan, mulai dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Walikota, Gubernur, dan Presiden.

Saat dua kali masa kepresidenan Pak Jokowi, segala fitnahan, hasutan, penyebaran ujaran kebencian jauh dari huru-hara teriakan-teriakan politik, apalagi media.

Bahkan kemajuan pembangunan jalan tol di mana-mana, pembuatan bendungan-bendungan untuk pengairan sawah, pembangunan lapangan terbang di daerah-daerah terpencil, pembangunan Trans Sumatera, dan segala macam pembangunan lainnya, tak dapat disangkal bahwa semuanya itu adalah hasil kerja keras Pak Jokowi.

BACA JUGA  'Chip in with Taiwan' Demi Perdamaian dan Kemakmuran Global

Pembangunan Papua menyebabkan Presiden Jokowi adalah presiden yang sering ke Papua, membangun infrastruktur di sana, sehingga masyarakat Papua sangat berterima kasih kepadanya.

Di Peradilan Jalanan bertindak sebagai Hakim Agung merangkap Jaksa Agung adalah Roy Suryo, ketua majelis hakimnya adalah Aiman dari iNews, yang memang ahli mengumpulkan tenaga ahli berdebat sehingga komedi Peradilan Jalanan tersebut enak ditonton. Apalagi judul tontonan Aiman adalah dengan mencatut nama rakyat di bawah label bernama “Rakyat Bersuara”.

Sebagai praktisi, melalui tulisan ini saya hendak memberi pandangan hukum saya sebagai berikut:

1. Kapan satu perkara yang telah sampai ke penyidik, lalu dilanjutkan ke kejaksaan, yang akhirnya jaksa menyatakan bahwa berkas lengkap alias penetapan P-21? Setelah minimal Pasal 184 KUHAP dipenuhi.

2. Keterbukaan baru bisa menjadi milik publik saat hakim menyatakan sidang dibuka dan terbuka untuk umum.

3. Saat itu semua berkas perkara minimal telah dimiliki terdakwa pada saat penetapan P-21.

4. Berdasarkan Pasal 72 jo. 75 KUHAP, atas permintaan penasehat hukum, terdakwa, berita acara hasil pemeriksaan penyidik dapat diminta.

5. Selain berita acara dapat diperoleh secara lengkap, bila dalam proses pemeriksaan diajukan bukti surat oleh JPU melalui inzage, terdakwa masih dapat memperoleh dokumen bukti surat yang diajukan JPU.

6. Inzage adalah hak pihak yang berperkara untuk memeriksa dan mempelajari dokumen berkas perkara dalam proses peradilan.

7. Inzage merupakan kesempatan para pihak untuk melakukan pemeriksaan terhadap berkas perkara.

8. Tujuannya adalah untuk mempelajari dan meneliti isi berkas perkara guna memahami proses hukum yang sedang berjalan.

9. Meskipun tidak ada definisi eksplisit dalam HIR, RBg, dan RV, hak inzage diimplementasikan melalui berbagai ketentuan dalam sistem hukum acara perdata.

10. Ketentuan mengenai inzage juga telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.

11. Selanjutnya, terinzage sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 Reglement Indonesia yang dibarui (LN Tahun 1941 Nomor 44), pada prinsipnya bertujuan memberi kesempatan kepada para pihak yang berperkara untuk melihat dan mempelajari berkas perkara guna memberi tanggapan/membuat memori banding/kasasi sesuai kepentingan yang diperlukan oleh pihak yang berperkara.

12. Salinan memori dan surat-surat keterangan yang lain bagi perkara yang bersangkutan dapat diwujudkan dalam bentuk tulisan yang ditulis dengan tangan/ketik atau dalam bentuk fotokopi, sehingga dengan demikian kuasa hukum dari pihak-pihak berperkara dapat memperoleh fotokopi sebagai perwujudan dari salinan surat memori dan surat keterangan yang lain (bukti-bukti lawan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat 2 Reglement Indonesia yang dibarui.

BACA JUGA  OC Kaligis Soroti Pemeriksaan Anies oleh KPK

13. Ketentuan inzage di atas berlaku juga dalam kasus-kasus pidana.

14. Pada acara pembuktian, Roy Suryo, Rismon, dokter Tifa, dan lain-lain dapat melihat, meminta kopi ijazah, meminta salinan hasil Labfor (mungkin hasil Labfor penyidik hendak dikirim Roy ke Amerika karena Roy tidak percaya kepada polisi Indonesia, kata Suryo sendiri).

15. Bahkan ahli yang diajukan JPU dapat ditantang oleh Rismon, akademisi, peneliti, dan ahli perangkat lunak, ahli forensik multimedia lulusan Jepang.

16. Tahun 1990-an saya pernah bersama advokat Belanda membela kasus pidana pilot Said di Pengadilan Amsterdam. Walaupun kasus itu di Indonesia menjadi berita utama, lain halnya di Belanda yang sepi berita mengenai pilot Garuda saudara Said.

17. Selama kurang lebih 40 tahun, saya pernah membela perkara-perkara di luar negeri.

18. Peradilan jalanan melalui media, dengan tujuan membingkai kasus pidana untuk pembelaan di luar pengadilan, bila itu terjadi, pasti yang bersangkutan akan dikenakan Contempt of Court, merongrong wibawa pengadilan mendahului proses peradilan yang sedang berjalan.

19. Huru-hara kasus Ratna Sarumpaet sepi setelah yang bersangkutan ditahan.

20. Apakah hal serupa akan menimpa nasib Roy Suryo bila polisi berani menahan?

21. Yang pasti mereka semua akan dapat melihat asli ijazah Pak Jokowi bila sidang telah dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

22. Selanjutnya, Indonesia sebagai NKRI adalah negara hukum. Karena itu, mari kita bersama menunggu sidang itu dinyatakan terbuka untuk umum.

*Penulis adalah Advokat Senior yang sampai saat ini masih aktif menulis 

Disclaimer


Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis berdasarkan pengalaman dan pemahaman hukum yang dimiliki. Opini ini tidak serta-merta mencerminkan pandangan resmi institusi manapun dan tidak dapat dijadikan sebagai dasar hukum atau keputusan formal.