Peradilan Jalanan Mengenai Ijazah Palsu 

OC Kaligis. Ijazah Jokowi
Pengacara senior OC Kaligis menyerahkan buku kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menjabat sebagai Wali Kota Solo.(Foto:Dok.Pribadi)

“Kalau mereka dengan seenaknya melakukan tindakan kriminal, dan tindakan itu dibiarkan begitu saja, maka akibatnya negara ini akan kacau, karena yang lainnya juga akan mengambil tindakan kriminal serupa.”

Oleh Prof. Otto Cornelis Kaligis

Media terus menerus memberitakan mengenai ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dan tentu bagi kami praktisi, berlaku azas “Siapa mendalilkan, Dia membuktikan”.

Tetapi azas itu berlaku di pengadilan, bukan di media atau di fakultas, bahkan di hadapan tokoh tokoh masyarakat. Mereka jelas telah sesat jalan, sesat berdemonstrasi.

Berikut beberapa catatan kami, dalam kapasitas kami sebagai praktisi :

1. Baik dalam gugatan perdata maupun laporan pidana, untuk mendukung gugatan atau laporan diperlukan kesaksian, baik itu merupakan kesaksian orang atau bukti surat.

2. Pembuktian di Pengadilan Negeri menurut H.I.R dan KUHAP.

3. Pasal 163 HIR (3) : “Hakim menentukan siapa yang harus memikul “risiko” tentang beban pembuktian dan pembuktian itu harus dibebankan kepada pihak yang menggugat.

4. Yang mendalilkan harus dapat membuktikan. Karenanya benar tindakan Presiden Jokowi di saat beliau tidak mau memperlihatkan kepada peradilan jalanan, bukti ijazahnya.

5. Keputusan berdasar alat-alat bukti yang sah :

  • Unus testis nulus testis (pasal 169 HIR)
  • Notoire feiten tidak perlu dibuktikan
  • Kebenaran yang diketahui sendiri oleh
  • Hakim dalam hal diajukan oleh salah satu pihak yang berperkara, maka harus disertakan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.
BACA JUGA  Rotasi Pemain Jadi Kunci Kemenangan Timnas U-20

6. Pembuktian menurut KUHAP diatur di Pasal 183,184, 185 KUHAP.

7. Pasal 183 KUHAP : “Mengenai syarat hakim menjatuhkan putusan pidana. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan adanya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk atau keterangan terdakwa”.

8. Pasal 184 KUHAP : “Mengatur mengenai alat bukti yang sah dalam peradilan pidana. Alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dengan kata lain, hanya alat bukti tersebut yang dapat digunakan untuk membuktikan kesalahan seorang terdakwa dalam persidangan”.

9. Pasal 185 KUHAP : ”mengatur mengenai keterangan saksi sebagai alat bukti dipersidangan. Secara singkat, keterangan saksi sebagai alat bukti sah adalah apa yang dinyatakan saksi di persidangan”. (Sama sekali bukan persidangan jalanan).

10. Keterangan saksi di luar persidangan sama sekali bukan alat bukti.

11. Dengan demikian peradilan jalanan mengenai ijazah palsu Presiden Jokowi, bukan hanya sama sekali tidak terbukti, tetapi juga termasuk fitnah, membuat keterangan palsu , menggiring rasa kebencian sekelompok kecil orang terhadap Presiden Jokowi.

12. Bukankah acara persidangan dimulai, di saat hakim mengetok palu sambil memberitahukan kepada yang hadir bahwa sidang ini dibuka dan terbuka untuk umum. Sudah sejak semula berlaku “Azas Praduga Tak Bersalah”.

13. Baru di saat itu para wartawan bisa mencatat dan memberitakan berita persidangan, kecuali bila sidang itu tertutup untuk umum, misalnya dalam sidang perceraian, atau sidang yang menyangkut pelanggaran kesusilaan.

BACA JUGA  Polri Bantu Penanganan Penyakit Mulut & Kuku Hewan Ternak, Cegah Penyebaran Meluas

14. Bahkan teman-teman kuliah, Wakil Rektor UGM dan banyak teman sejawat lainnya berani memberi keterangan bahwa benar Jokowi kuliah dan selesai kuliah di UGM.

15. Itu sebabnya akhirnya di media, Presiden Jokowi akan menggugat minimal 4 orang pemfitnah peradilan jalanan.

16. Untuk peradilan jalanan yang lagi terus menerus berlangsung, ditopang oleh berita media, seyogianya acara pembuktian, acara kesaksian, sudah harus dipersiapkan secara dini, bahkan berlaku azas unus testis nullus testis sebagaimana diuraikan di atas.

17. Kesaksian satu orang saja, bukan saksi. Kesaksian peradilan jalanan, bukan bukti menurut Pasal 184 KUHAP..

18. Yang terjadi di kasus dugaan ijazah palsu, adalah penggiringan opini para peradilan jalanan.

19. Sengaja menggiring reaksi masyarakat kecil terkait ijazah untuk menimbulkan kebencian terhadap Presiden Jokowi yang di masa kepemimpinannya telah berhasil membuat jalan tol ribuan kilometer, bendungan dimana-mana, lapangan terbang, sarana transportasi dan lain sebagainya.

20. Bahkan keabsahan kepemimpinan Presiden, yang dilakukan melalui jalan demokratis, hanya digugat oleh peradilan jalanan dengan memberi bingkai negatif yang menjerumuskan opini masyarakat.

21. Jelas perbuatan itu selain mengabaikan azas praduga tak bersalah, perbuatan di luar pengadilan itu adalah fitnah.

22. Saya yakin bahwa cendekiawan yang terlibat di peradilan jalanan, pada saat yang sama sadar bahwa Indonesia adalah negara hukum.

BACA JUGA  KPK Sita Uang dan Dokumen dari Penggeledahan Perusahaan Bupati Langkat

23. Seandainya rumah mereka dibakar, atau keluarga mereka dianiaya, pasti mereka lapor polisi, sekalipun tindakan mereka sehari-hari adalah memfitnah, menghujat Presiden Jokowi secara sistematis dan terus menerus.

24. Akhirnya toh mereka mencari penegak hukum untuk menyelesaikan perbuatan pidana itu

25. Bukankah fitnah, hujat, merusak nama baik juga adalah tindakan kriminal.

26. Kalau mereka dengan seenaknya melakukan tindakan kriminal, dan tindakan itu dibiarkan begitu saja, maka akibatnya negara ini akan kacau, karena yang lainnya juga akan mengambil tindakan kriminal serupa.

27. Mengapa?. Karena toh terhadap tindakan sewenang-wenang, polisi melakukan pembiaran.

28. Mungkin mereka lupa bahwa dua kali hasil Pemilihan Presiden, Presiden Jokowi dipilih rakyat dengan suara terbanyak.

29. Bahkan wakil-wakil rakyat di DPR mengakui secara sah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

30. Pembelaan para “Hakim Jalanan’ di dalam melakukan fitnah itu adalah: Kebebasan berbicara. Kebebasan berbicara tanpa batas, bahkan cenderung anarkis. jadi alasan justifikasi Peradilan Jalanan. Apa itu benar?.

*Penulis adalah advokat senior