CIREBON, SUDUTPANDANG.ID – Polresta Cirebon menetapkan dua tersangka dalam tragedi longsor tambang galian C di kawasan Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang menewaskan sedikitnya 19 orang. Mereka adalah AK selaku Ketua Koperasi Al-Azariyah sekaligus pemilik tambang, dan AR, Kepala Teknik Tambang yang bertugas sebagai pengawas operasional di lapangan.
Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, menyampaikan bahwa kedua tersangka longsor tambang Gunung kuda ini merupakan pihak bertanggung jawab atas operasi tambang.
“Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap delapan orang saksi. Dari hasil penyidikan, kami menetapkan dua orang tersangka,” kata Sumarni dalam konferensi pers, Minggu (1/6).
Ia mengungkapkan, kedua tersangka tetap menjalankan aktivitas pertambangan meski telah menerima dua surat larangan resmi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat.
Surat pertama diterbitkan pada 8 Januari, dan surat peringatan kedua menyusul pada 19 Maret 2025. Keduanya dikeluarkan karena kegiatan tambang belum mengantongi persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), yang menjadi syarat legal utama operasi tambang.
“Sudah dua kali dikeluarkan surat larangan dan peringatan, tapi tidak diindahkan,” tegas Sumarni.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa AR, sebagai pengawas lapangan, tetap menjalankan instruksi dari AK tanpa memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hal ini diduga menjadi penyebab utama terjadinya longsor tragis yang menimbun para pekerja, alat berat, dan kendaraan operasional.
“Longsor terjadi saat para pekerja sedang melakukan penambangan batu gamping dan tras. Tebing runtuh dan menimbun para pekerja beserta alat berat,” jelasnya.
Dalam proses penyelidikan, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk lima unit dump truck, empat ekskavator, serta dokumen terkait izin usaha pertambangan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Namun, dokumen tersebut diketahui belum mencakup RKAB, yang menjadi landasan hukum utama untuk melakukan kegiatan produksi tambang.
Akibat kelalaian yang menyebabkan korban jiwa, kedua tersangka dijerat Pasal 98 dan 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Tak hanya itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 35 UU Ketenagakerjaan, UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta Pasal 359 KUHP karena kelalaian yang menyebabkan kematian. “Korban jiwa yang berhasil dievakuasi hingga saat ini berjumlah 19 orang,” ujar Sumarni.(01)