JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut cek senilai Rp 2 triliun yang ditemukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penggeledahan di rumah dinas mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo adalah cek palsu.
”Ya kami sudah cek, namun nama tersebut terindikasi sering melakukan penipuan. Dokumen yang ada juga terindikasi palsu,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana seperti dilansir dari Antara.
Ivan menerangkan, modus kasus cek palsu adalah meminta sejumlah uang untuk mencairkan cek tersebut dan menjanjikan imbalan dalam jumlah besar.
”Modusnya adalah minta bantuan uang administrasi buat bank, menyuap petugas dan bahkan menyuap orang PPATK agar bisa cair, dengan janji diberikan komisi beberapa persen dari nilai uang-sangat besar janjinya untuk memancing minat,” ujar Ivan.
Namun begitu pembuat cek palsu tersebut menerima kiriman dana, pelaku akan langsung menghilang.
”Begitu seseorang tertipu, bersedia memberikan bantuan, mereka kabur, zonk,” ucap Ivan Yustiavandana.
Terpisah, perwakilan keluarga Syahrul Yasin Limpo, Imran Eka Saputra mengatakan, SYL hanya tertawa saat menerima cek atas nama Abdul Karim Daeng Tompo tersebut. Cek bodong tersebut tentu tidak ada kaitannya dengan jabatan Syahrul Yasin Limpo sebagai penyelenggara negara.
”Kepada keluarga, SYL menceritakan bahwa saat menerima cek tersebut, hanya tertawa dan tidak pernah menganggapnya serius. Karena cek tersebut memang tidak bisa dicairkan alias bodong,” kata Imran dalam keterangan tertulis.
Imran berharap publik bisa memberikan SYL kesempatan untuk menjalani proses hukum dan tidak menuduh hal-hal yang belum bisa dipastikan kebenarannya.
”Kami memohon kepada publik agar tidak menghakimi SYL dengan dasar pemberitaan temuan cek tersebut,” ujar Imran Eka Saputra.
KPK pada Jumat (13/10) resmi menahan mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta (MH) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi di kementerian tersebut.
”Untuk kepentingan proses penyidikan lebih lanjut, tim penyidik melakukan penahanan terhadap tersangka SYL dan tersangka MH, masing-masing 20 hari kerja,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/10).
Alexander mengatakan tersangka SYL dan MH tersebut ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK sampai dengan 1 November. KPK menangkap tersangka SYL di sebuah apartemen di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/10).
Alexander menyebut, perkara dugaan korupsi tersebut bermula saat SYL menjabat sebagai Mentan RI untuk periode 2019 sampai dengan 2024.
”Dengan jabatannya tersebut, SYL kemudian membuat kebijakan personal yang di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga intinya,” kata Alex.
Adapun kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari tahun 2020 sampai dengan 2023. SYL, papar Alexander, menginstruksikan dengan menugaskan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.
”Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa,” terang Alex.
Atas arahan SYL, KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan hingga sekretaris masing-masing eselon I.
”Dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL dengan kisaran besaran mulai 4.000 dolar AS sampai dengan 10.000 dolar AS,” imbuh Alex.
Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu dilakukan rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing. KPK mengatakan bahwa uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sebagai bukti permulaan berjumlah sekitar Rp 13,9 miliar.
Para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan tersangka SYL, turut pula disangkakan melanggar pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).(03/JP)