PWI Surakarta: Media Harus Jadi Penjernih Informasi Masyarakat di Pilkada

Surakarta
Diskusi Penguatan Keterbukaan Media bertema "Mendukung Keterbukaan Demokrasi" yang sekaligus sebagai sosialisasi Pilkada Jateng 2024 yang digelar Kantor Kesbangpol Provinsi Jateng bersama PWI Surakarta di Surakarta, Jateng, Selasa (17/9). FOTO: HO-PWI Surakarta
SOLO-JATENG, SUDUTPANDANG.ID – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta, Anas Syahirul A meneggaskan bahwa pers harus bisa menjadi penjernih dari berbagai informasi seputar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang membanjir di masyarakat.
“Mengingat tidak semua informasi yang berseliweran tersebut adalah informasi yang benar dan berkualitas,” katanya dalam taklimat media yang dikutip di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (18/9/2024).
Saat menjadi narasumber dalam diskusi Penguatan Keterbukaan Media bertema “Mendukung Keterbukaan Demokrasi” yang sekaligus sebagai sosialisasi Pilkada Jateng 2024 yang digelar Kantor Kesbangpol Provinsi Jateng bersama PWI Surakarta di Surakarta, Selasa (17/9), ia menyatakan media massa memiliki peranan penting dalam Pilkada 2024 serentak yang prosesnya sudah berjalan.
Selain sebagai sarana informasi dan edukasi seputar Pilkada, kata dia, media atau pers diharapkan bisa menjadi bagin dari solusi ketika ada permasalahan dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil walikota.
“Dalam hajatan Pilkada serentak ini, wartawan atau media tak hanya penyampai pesan melainkan harus bisa menjadi part of solution, bagian dari solusi atas masalah yang ada. Kemudian yang penting juga menjadi penjernih informasi seputar Pilkada yang sering bermasalah,” katanya dalam diskusi yang diikuti para pekerja media serta aktivis media sosial itu.
Menurut dia selain sebagai solusi dan penjernih informasi, wartawan punya peranan vital dalam liputan Pilkada serentak. Antara lain, media hendaknya mampu meningkatkan partisipasi publik lewat informasi yang disajikan.
“Media aspirasi masyarakat, mendidik masyarakat atau pemilih, sarana informasi Pilkada, ruang perdebatan stakeholder Pilkada, dan pengawasan tahapan atau proses Pilkada,” katanya.
Anas berpesan kepada media arus utama agar mengedepankan fakta yang terverifikasi ketimbang sebatas konten yang mengundang viralitas. Juga bisa berdampak pada kondusifnya wilayah.
Narasumber lain dalam acara tersebut adalah pengamat media dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sri Hastjarjo Ph.D, Anggota Dewan Kehormatan PWI Surakarta, Suwarmin dan Anggota Mafindo Pusat, Niken Satyawati.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Dwi Puspita, pengurus PWI Surakarta, Sri Hastjarjo menambahkan, media massa tidak boleh netral dalam menghadapi Pilkada.
Menurutnya media harus berpihak. “Tapi berpihak pada kebenaran dan publik. Kalau tidak berpihak berarti tak punya sikap. Idealnya, media itu juga mampu menjadi anjing penjaga atau watch dog dalam proses Pemilu atau Pilkada,” katanya.
Ia menambahkan ada sejumlah peran penting media di masa Pilkada. Media bisa menjadi penyedia informasi yang akurat, media sebagai clearing house, media sebagai penyedia ruang diskusi publik.
“Sebagai ruang diskusi, syaratnya harus logis, berdasarkan fakta, argumentatif dan egaliter. Media sosial pun sebagian juga menyediakan hal itu. Masyarakat juga harus cerdas bermedia, bersikap kritis terhadap media yang partisan, serta bijak bermedsos,” katanya.
Sementara itu Suwarmin mengatakan, media arus utama juga sudah tidak lagi satu-satunya penyebar informasi karena ada media sosial yang makin masif dalam persebaran informasi.
“Tapi, kelebihannya media masih menjadi sumber yang terverifikasi di belantara informasi. Kami tetap menggunakan medsos untuk menyebarkan informasi, karena anak muda sekarang tidak mungkin langsung menuju website kita, tapi informasi itu sudah diverifikasi oleh wartawan,” katanya.
Sedangkan Niken Satyawati menyoroti semakin masifnya persebaran hoax di setiap Pemiu atau Pilkada.
Ia menyebutkan sebanyak 31,6 persen dari seluruh hoax yang terdeteksi adalah hoax politik dan menyerang pada satu sosok kontestan.
“Hoax lebih banyak menyerang para calon wali kota, bupati, atau gubernur. Sebanyak 31,6 persen hoax yang muncul adalah hoax politik, kalau tahun ini terbanyak di bulan Pebruari saat Pemilu. Saat Pilkada ini ini juga harus diwaspadai munculnya hoax Pilkada. Jelang Pilkada produsen hoax pasti muncul. Ini merusak demokrasi,” katanya.
Pemerintah, kata dia. seharusnya memiliki tim dan infrastruktur yang besar untuk mengklarifikasi hoax yang masih terus bermunculan, apalagi di saat ajang politik.
“Saluran yang paling banyak digunakan untuk distribusi hoax politik adalah platform tiktok, menyesuaikan sasaran yang banyak menikmati tayangan video. Maka perlu mitigasi dan literasi sejak dini sebagai antisipasi munculnya hoax pilkada,” katanya.
Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Jateng, Agung Kristiyanto dalam sambutannya, menegaskan pentingnya peran media dalam menyukseskan Pilkada serentak 2024.
“Pilkada 2024 merupakan momen krusial dalam demokrasi kita. Di sinilah peran media sangat signifikan untuk memastikan setiap tahapan Pilkada berjalan baik, aman, dan damai,” katanya.
Ia juga menggarisbawahi bahwa media harus mampu menjaga keseimbangan dalam pemberitaan, agar masyarakat mendapatkan informasi akurat untuk membuat keputusan yang tepat.
Selain itu, media juga dituntut untuk mengedepankan jurnalisme positif dan berkolaborasi dengan semua pihak dalam mewujudkan Pilkada damai, kata Agung. (PR/02)
BACA JUGA  Bupati Asahan Pimpin Upacara Hari Kesadaran Nasional 2022