JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Nova Susanti, S.H., M.Hum., dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI sebagai saksi ahli dalam kasus sengketa merek Water Polo dan Poloplast di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (17/4/2025).
Sidang sengketa merek dan indikasi geografis dengan terdakwa Chalas Kromoto dalam perkara yang tercatat dalam SIPP PN Jakarta Timur dengan Nomor 59/Pid.Sus/ 2025/JKT.Tim ini, dipimpin Hakim Ketua Ni Made Purnami, didampingi Hakim Anggota Heru Kuncoro dan Arif Yudiarto.
Dalam keterangannya, ahli menyampaikan bahwa prosedur pendaftaran merek ada masa publikasi selama dua bulan. Jika tidak ada pihak yang mengajukan keberatan selama periode tersebut, maka pendaftaran dapat dilanjutkan. Proses ini telah dilakukan dengan benar oleh terdakwa, dan terdakwa telah mengikuti seluruh prosedur berdasarkan aturan yang berlaku.
Nova Susanti juga menyampaikan terkait itikad baik terdakwa. Ahli menjelaskan bahwa permohonan pendaftaran merek yang dilakukan oleh terdakwa sampai dengan terdaftar adalah dilakukan dengan itikad baik. Terdakwa sudah mengikuti semua prosedur yang diperlukan, dan pendaftaran merek yang dilakukannya sah secara hukum, dan tidak ada niat jahat dalam pendaftarannya.
“Kata “plast” dalam merek dianggap sebagai kata umum dan tidak dapat didaftarkan, kecuali ada kata tambahan yang membuatnya menjadi eksklusif. Oleh karena itu, tidak ada masalah hukum terkait penggunaan kata “plast” dalam merek tersebut,” katanya.
Soal perbedaan merek, Ahli menyatakan bahwa masalah utama dalam sengketa ini terletak pada persamaan dalam penulisan kata “Polo”. Merek milik pelapor bertuliskan “Poloplast” (dengan tulisan menyambung) dan merek milik terdakwa bertuliskan “Water Polo”.
Merek terdakwa juga menggunakan gambar penunggang kuda dengan membawa tombak berwarna merah. Sedangkan merek pelapor bergambar kuda dengan membawa pedang berwarna hitam dan putih.
“Meskipun keduanya menggunakan kata “Polo”, perbedaan tersebut cukup jelas dan signifikan,” ujarnya.
Adapun perlindungan hukum terhadap merek terdakwa, merek Poloplast telah dilindungi hukum sejak 18 Juni 2020 dan berlaku sampai 18 Juni 2030. Menunjukkan bahwa pada saat perkara pidana ini terjadi, merek tersebut masih dalam masa perlindungan hukum.
Berdasarkan keterangan ahli dengan dikeluarkannya sertifikat yang dimiliki terdakwa dan pelapor, maka dengan itu pula otomatis pihak terdakwa dan pelapor sama-sama memiliki hak menggunakan merek yang mereka daftarkan.
Penggunaan Warna pada Produksi
Ahli menyatakan, meskipun merek pelapor terdaftar dengan warna tertentu (hitam putih) dengan Etiket IDM000396709, di dalam produksi, pelapor menggunakan warna yang berbeda menggunakan (kuning merah). Tetapi tetap menggunakan IDM000396709 warna hitam putih. Menurut ahli, hal ini menunjukkan bahwa ada pelanggaran terkait penggunaan hak merek
Berdasarkan ciri-ciri merek dari terdakwa, bertuliskan Water Polo + Lukisan penunggang juda membawa tombak berwarna merah dengan IDM 000887409 terdaftar tanggal 2 september 2021.
Sedangkan milik pelapor bertuliskan Poloplast+ bergambar kuda membawa pedang berwarna hitam dan putih terdaftar IDM000396709 tanggal 4 September 2013.
Pelapor baru mengajukan permohonan dengan perubahan warna dengan DID2022018037 mendaftarkan dengan logo berwarna kuning merah baru terdaftar IDM001058581 tanggal 28 Februari 2023.
Kata “plast” dipandang sebagai frasa umum yang dapat digunakan secara bebas oleh masyarakat dan tidak dapat dimiliki secara eksklusif. Oleh karena itu, pelapor tidak dapat menuntut hak eksklusif atas kata tersebut.
Itikad Baik
Usai sidang, Topan Oddyye Prastyo, SH., MH., penasihat hukum terdakwa dari “Kantor Pengacara TOP & Partners” menyatakan bahwa kliennya bertindak dengan itikad baik dalam proses pendaftaran mereknya.
“Kami menilai bahwa berdasarkan keterangan ahli yang dihadirkan dalam persidangan, jelas menunjukkan bahwa klien kami Chalas Kromoto, bertindak dengan itikad baik dalam proses pendaftaran mereknya. Semua tahapan prosedural yang ditetapkan oleh DJKI telah dilalui dengan benar, dan tidak ada bukti yang menunjukkan adanya niat jahat atau pelanggaran hukum yang dilakukan,” ungkapnya kepada awak media usai sidang.
Pihaknya mencatat bahwa penggunaan kata “plast” dalam merek yang dimiliki oleh terdakwa adalah kata yang termasuk dalam domain umum. Tidak dapat dipatenkan secara eksklusif oleh satu pihak saja.
Menurutnya, hal ini seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam perkara ini, yang menunjukkan bahwa tidak ada alasan untuk menuntut terdakwa atas dasar pelanggaran merek.
“Kami menyoroti bahwa ketidaksempurnaan sistem pengawasan yang dilakukan oleh DJKI juga turut berperan dalam timbulnya sengketa ini. Seharusnya, DJKI sebagai lembaga yang berwenang dalam pendaftaran merek memiliki pengawasan yang lebih ketat, sehingga kesalahan administratif seperti ini tidak terjadi,” paparnya.
Penasihat hukum berpendapat bahwa perkara ini tidak seharusnya dijadikan sebagai perkara pidana, melainkan lebih kepada persoalan administratif yang perlu diperbaiki oleh pihak terkait, yakni DJKI.
“Oleh karena itu, kami berharap agar Majelis Hakim dapat mempertimbangkan hal ini dalam keputusan yang akan diambil,” harapnya.(Paulina/01)