JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Ayah korban pembunuhan kopi sianida Mirna Salihin yakni Edi Darmawan Salihin, akui terikat perjanjian dengan Polisi Australia atau Australian Federal Police (AFP) terkait kasus yang melibatkan Jessica Wongso.
Edi Darmawan mengatakan, dirinya terikat perjanjian ketika mengusut kasus pembunuhan kopi sianida yang melibatkan Mirna Salihin dan Jessica Wongsa pada 2016 silam.
Bahkan baru-baru ini, Edi Darmawan kembali tampil di hadapan awak media memberikan beberapa keterangan serta permohonan maaf kepada Otto Hasibuan.
Pada kesempatan itu pula, Edi Darmawan memberikan informasi terkait alasan dirinya baru menunjukkan bukti berupa video tangan Jessica Wongso memasukkan sianida ke dalam kopi Mirna.
Pad 6 Oktober yang lalu di acara Youtube Karni Ilyas, Edi Darmawan juga menunjukkan video tersebut, dan memperlihatkan kepada publik, dimana ia mengklaim bahwa itu bukti valid Jessica sebagai tersangka.
“Ini dia (Jessica) masukin sesuatu ni, sianida nih. Ini kita di Polda waktu itu ramai-ramai sama Pak Tito, ada Pak Krisna,” kata Edi sambil menunjukkan video tersebut di hadapan kamera.
Lantas warganet mempertanyakan, mengapa bukti valid seperti itu baru ditunjukkan sekarang setelah 7 tahun kasus itu telah berlalu dan sudah inkrah di pengadilan.
Di hadapan media yang kemudian diunggah ulang melalui Tiktok @leonsinaga pada Minggu (12/11), Edi Darmawan memberi klarifikasi, bahwa dirinya terikat perjanjian dengan polisi Australia sehingga ia tidak bisa menunjukkan video itu di pengadilan.
“Itu sebetulnya bukan barang saya, atau ngumpetin data dari digital forensik. Itu untuk dua keperluan, satu AFP (Australian Federal Police), dua, kejaksaan waktu P21. Pak Krisna Mukti sampai bawa itu cuman ditunjukin aja jangan dipake,” tutur Edi Darmawan.
“Kalau sampai cedera janji kita terhadap AFP, berbahaya sekali, karena kita sudah tanda tangan. Waktu itu Perwira, nggak usah saya sebut namanya, perwira datang waktu itu 5 orang 4 orang investigasi dan kita dapat beberapa hal dan 2 kita skip,” lanjutnya.
Ia mengaku, jika membuka semua data yang ditemukan, maka kemungkinan besar Jessica Wongso akan dihukum mati.
“AFP bilang, ‘saya nggak akan kasih apa-apa kalau Lu hukum mati klien ini (Jessica), karena dia sudah mau jadi warga negara (Australia)’,” kata Edi memperagakan perkataan Polisi Asutralia.
Kemudian ia juga mengaku baru menunjukkan video tersebut karena kasus Jessica Wongso sudah inkrah di pengadilan, sehingga tidak akan mempengaruhi lagi jalannya putusan.
“Kemudian, AFP ngeliat itu (video) terkaget-kaget, ‘wah Lu jangan keluarin nih, kalau klien gue Lu bunuh/dihukum mati, ini jadi masalah nih buat kita, akhirnya kita skip,” kata Edi.
Akhirnya, surat perjanjian ditandatangani untuk tidak mengeluarkan video tersebut di dalam persidangan pada tahun 2016 silam, atas permintaan AFP.
Menurut Edi, Mirna yang sebentar lagi akan berubah kewarganegaraan menjadi orang Australia tidak bisa dihukum mati. Pasalnya hukum di Australia tidak membenarkan adanya hukuman mati.
“Ausi itu benar-benar melarang warga negaranya hukuman mati. Jadi mereka benar-benar menjalankan itu, sampai kita waktu itu Perwiranya diancam. ‘(Jessica) kalau sampai dihukum mati gara-gara Lu punya bukti-bukti, gue tuntut Lu,’ jadi kasarnya gitulah,” kata Edi sambil mempraktekkan perkataan polisi Australia.(03/JP)