JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan buka suara soal pernyataan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong terkait penurunan harga nikel dunia.
Luhut mengatakan, penurunan harga nikel ini merupakan hal normal sebagai bagian dari siklus komoditas. Dalam jangka waktu panjang, satu komoditas sudah tentu harganya akan terlihat naik dan turun, sebagaimana terjadi juga pada batu bara hingga emas.
“Anda (Tom Lembong) harus lihat data panjang 10 tahun, kan Anda pebisnis juga, kan siklus dari komoditas itu naik turun. Apakah itu batu bara, nikel, timah, emas, apa saja,” kata Luhut dalam keterangan video di Instagram @luhut.pandjaitan, dikutip Kamis (25/1).
Meski naik turun, Luhut memastikan bahwa dalam jangka waktu 10 tahun terakhir harga nikel dunia memang berkisar pada harga USD 15.000 per ton. Angka tersebut masih rendah dibandingkan dengan harga sekarang yang berada dikisaran USD 16.000 per ton.
Bahkan, kata Luhut, harga rata-rata nikel dunia pada periode 2014 – 2019 berada di kisaran USD 12.000 per ton. Harga ini justru cenderung lebih rendah dibandingkan pada tahun ini.
“Tom harus ngerti, kalau harga nikel terlalu tinggi sangat berbahaya. Kita belajar dari kasus Cobalt 3 tahun lalu, harganya begitu tinggi, orang akhirnya mencari bentuk baterai lain, salah satunya LFP itu,” jelas Luhut.
“Jadi ini kalau kita bikin harga ketinggian, orang akan cari alternatif lain, teknologi berkembang sangat cepat,” imbuhnya.
Meski begitu, Luhut menegaskan bahwa saat ini pemerintah terus mencari keseimbangan agar ke depan nikel yang terdapat di RI masih dibutuhkan bagi produsen kendaraan listrik.
“Oleh karena itu kita cari benar keseimbangan, supaya betul-betul barang kita ini (nikel) tetap masih dibutuhkan sampai beberapa belas tahun ke depan, kita gak tahu berapa tahun. Tapi ingat lithium baterai bisa recycling, sedangkan LFP itu tidak bisa sampai hari ini. Tapi sekali lagi teknologi terus berkembang,” tandasnya.(03)