Hemmen
Bali  

Waduh! Ketua LPD Adat Gulingan Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Rp 30 Miliar

ilustrasi
ilustrasi

“Dari hasil pemeriksaan saksi-saksi yang berjumlah 39 saksi, termasuk saksi ahli ditemukan fakta-fakta bahwa timbulnya kerugian terhadap LPD Desa Adat Gulingan yang menyebabkan adanya penyimpangan yang diduga dilakukan RD dan kawan-kawannya.”

BADUNG, SUDUTPANDANG.ID – Polres Badung menetapkan RD, Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. RD, diduga melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp30 miliar lebih.

Kemenkumham Bali

Kapolres Badung AKBP Leo Dedy Defretes, menjelaskan, nilai kerugian sebesar Rp30.922.440.294, berdasarkan hasil audit yang ditemukan setelah Polres Badung melakukan penyelidikan untuk memastikan kebenaran informasi dugaan korupsi dari nasabah LPD Desa Adat Gulingan.

“Dari hasil pemeriksaan saksi-saksi yang berjumlah 39 saksi, termasuk saksi ahli ditemukan fakta-fakta bahwa timbulnya kerugian terhadap LPD Desa Adat Gulingan yang menyebabkan adanya penyimpangan yang diduga dilakukan RD dan kawan-kawannya,” kata Leo, dalam keterangannya, Minggu (27/2/2022).

Kasat Reskrim Polres Badung AKP Putu Ika Prabawa, menambahkan, kasus ini berawal dari adanya nasabah LPD yang tidak bisa menarik tabungannya pada tahun 2021.

“Berdasarkan hasil gelar perkara pada hari Kamis, 10 Februari 2022, penyidik meningkatkan status terlapor berinisial RD selaku Kepala LPD Desa Adat Gulingan menjadi tersangka sesuai pasal primer, yaitu pasal 2, Ayat (1) jo pasal 18, dan subsider Pasal 3 jo pasal 18 dan atau pasal 9 Undang-undang, Nomor 31 Tahun 1999,” terangnya.

“Penyimpangan yang ditemukan, terkait adanya dugaan kredit fiktif yang dibuat oleh RD dan kawan-kawannya, dan adanya deposito yang dicairkan tanpa sepengetahuan nasabah,” sambung Ika Prabawa.

Ika menyatakan, masih ada beberapa kelemahan terkait pengelolaan keuangan LPD. Ia mencontohkan, LPD sudah memiliki daftar nominatif pinjaman, namun daftar nominatif pinjaman yang ada pada sistem neraca ternyata berbeda.

Kemudian, lanjutnya, terdapat selisih antara daftar nominatif kredit di sistem neraca. LPD juga tidak memiliki kebijakan tertulis terkait standar operasional prosedur (SOP) pemberian pinjaman. Tidak memiliki kebijakan terkait persyaratan dokumen kredit seperti KTP, KK, dan tidak melakukan analisis kredit.

“Tidak menyertakan hasil rapat komite kredit, tidak menyertakan dokumentasi berupa foto atas jaminan, dan tidak menyertakan bukti cek jaminan ke lapangan. LPD belum memiliki kebijakan dan prosedur restrukturisasi pinjaman yang disetujui oleh Paruman Desa dan disahkan oleh Bendesa,” ujarnya.

Selain itu, menurut Ika, LPD juga belum memiliki SOP atas pinjaman macet dan AYDA atau asset yang diambil alih. Meski dalam memberikan kredit LPD sudah dilengkapi dengan syarat permohonan kredit, namun belum dilengkapi dengan syarat dokumen yang harus disertakan dalam permohonan kredit.

“LPD dalam melakukan pemberian kredit tidak mempertimbangkan asas-asas pemberian kredit yang sehat atau 5C, yaitu character, capacity, capital, condition, dan collateral,” jelasnya.

“Kepala LPD tidak mempedomani Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 14 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa,” tambah Ika.(One)

Tinggalkan Balasan