JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur, Rabu (6/12) menilai DPR dan pemerintah gagal merevisi UU ITE secara demokratis.
Menurutnya penyusunan undang-undang tersebut tertutup, tidak transparan dan akuntabel dengan mengabaikan partisipasi bermakna yang merupakan hak mendasar warga dalam negara demokrasi.
Merujuk pada pemberitaan media dan sumber terbatas lainnya terkait materi revisi, YLBHI melihat beberapa pasal bermasalah dalam revisi UU ITE – diantaranya Pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan atau pencemaran nama baik – masih tetap dipertahankan.
Padahal sebelumnya pasal itu kerap dijadikan untuk mengkriminalisasi banyak pihak – jurnalis, aktivis dan masyarakat.
“Walaupun dengan pengurangan ancaman hukuman menjadi dua tahun tetapi tetap tidak mengubah paradigma itu, tetap tidak mau mendengarkan masyarakat yang dimana pasal-pasal inilah yang dijadikan untuk mengkriminalisasi banyak pihak,” tegas Isnur dikutip VoA.
Selain itu, pengaturan Pasal 40 yang berpotensi digunakan sebagai dasar untuk praktik kesewenang-wenangan pemerintah dalam memblokir, memutus akses internet secara ilegal atau melabel hoaks konten-konten publik.
Kewenangan besar pemerintah yang diberikan melalui pasal ini dikhawatirkan akan menjadi alat sensor informasi dan suara kritis publik.
Masih dipertahankannya pasal-pasal bermasalah dalam momentum penting revisi UU ITE ini, lanjut Isnur, tentu menjadi keprihatinan publik karena ketentuan yang ada di dalamnya masih berpotensi menambah daftar panjang kasus kriminalisasi kemerdekaan berpendapat dan berekspresi warga negara.
Kegagalan menghapus pasal-pasal bermasalah tersebut akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan revisi UU ITE untuk dekriminalisasi pasal-pasal yang mengancam hak asasi manusia khususnya kemerdekaan berpendapat dan berekspresi.
Sumber: voa