Zionis Israel Terbiasa Ingkar Janji

Zionis
KH Drs Yakhsyallah Mansur, MA. Pimpinan Umum Pondok Pesantren Shuffah Hizbullah dan Pembina Jaringan Ponpes Al-Fatah se-Indonesia. Imam Jamaah Muslimin (Hizbullah). FOTO: dok.pribadi

Oleh KH Drs Yakhsyallah Mansur, MA‎*

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Tidakkah setiap kali mereka mengikat janji, segolongan dari mereka melemparkannya. Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman.” (QS Al-Baqarah [2]: 100)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan, ayat di atas berbicara tentang sifat buruk kaum Yahudi Bani Israil yang suka mengingkari janji, termasuk janji-janji mereka kepada Allah Ta’ala dan para nabi.

Sebagian besar dari mereka mengabaikan perjanjian dengan sengaja, meskipun mereka memahami konsekuensinya. Pelanggaran tersebut bukanlah hal yang kebetulan, tetapi merupakan sifat khas mereka karena hilangnya rasa takut kepada Allah Ta’ala dan tidak adanya keimanan pada diri mereka.

Sementara itu, Sayyid Qutb menekankan bahwa ayat di atas memberikan gambaran tentang karakter seseorang atau sebuah bangsa. Ketika keimanan tidak hadir, maka perjanjian tidak lagi dihormati dan dilaksanakan. Tidak ada rasa tanggung jawab pada diri mereka karena bagi mereka, apapun akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang inginkan.

Karakter Zionis Israel saat ini yang sering sekali melanggar janji mencerminkan sifat sebagian kaum Yahudi pada zaman dahulu sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an. Mereka mengingkari perjanjian demi kepentingan pribadi atau kelompok, mengabaikan prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan serta membuat berbagai dalih untuk melegalkan tindakan jahatnya.

Sejak didirikannya negara Zionis Israel pada tahun 1948, dunia telah menyaksikan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional yang dilakukan oleh negara tersebut.

Salah satu rujukan hukum internasional yang sering dilanggar oleh Israel adalah Konvensi Jenewa. Konvensi tersebut dirancang untuk melindungi korban perang, termasuk penduduk sipil, tawanan perang, dan orang-orang yang terluka akibat perang.

Sejarah Konvensi Jenewa

Konvensi Jenewa pertama kali dirumuskan pada 1864, di bawah inisiatif Henry Dunant, seorang filantropis asal Swiss yang juga pendiri Palang Merah Internasional. Dorongan untuk membuat perjanjian itu datang setelah Dunant menyaksikan kengerian Perang Solferino (1859) di Italia. Ia berkesimpulan perlunya perlindungan terhadap korban perang.

Konvensi Jenewa pertama disahkan pada 22 Agustus 1864. Perjanjian itu kemudian berkembang menjadi empat Konvensi utama yang diadopsi pada 1949, setelah berakhirnya Perang Dunia II. Saat ini, seluruh negara di dunia, termasuk Israel telah meratifikasi Konvensi Jenewa tersebut.

Konvensi Jenewa 1949 terdiri atas empat perjanjian internasional yang menjadi dasar hukum humaniter internasional untuk melindungi korban konflik bersenjata. Konvensi I berisi tentang perlindungan bagi anggota angkatan bersenjata yang terluka dan sakit dalam pertempuran darat.

Konvensi II berisi tentang perlindungan bagi anggota angkatan bersenjata yang terluka, sakit, atau kapal karam dalam perang laut. Konvensi III berisi tentang perlindungan bagi tawanan perang, termasuk hak untuk diperlakukan secara manusiawi, dan Konvensi IV berisi tentang perlindungan bagi penduduk sipil, khususnya di wilayah pendudukan selama masa perang.

BACA JUGA  Dua Paslon Bupati Sama-sama Ingin Majukan Kabupaten Kediri

Di bawah Konvensi IV, negara pendudukan dilarang memindahkan penduduk sipilnya ke wilayah yang diduduki (Pasal 49), mengambil sumber daya alam atau properti dari wilayah yang diduduki tanpa kompensasi (Pasal 53), melakukan hukuman kolektif terhadap penduduk sipil (Pasal 33) dan mengubah status hukum atau geografis wilayah yang diduduki (Pasal 47).

Pelanggaran Konvensi Jenewa

Penjajah Zionis Israel telah secara sistematis dan masif melanggar berbagai ketentuan Konvensi Jenewa, terutama terkait pendudukan wilayah Palestina. Hal itu dibuktikan dengan sederet pelanggaran, di antaranya:

Pertama, permukiman ilegal. Israel telah membangun puluhan ribu permukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Hal itu jelas merupakan pelanggaran terhadap Pasal 49 Konvensi IV.

Kedua, pengusiran dan penghancuran rumah. Ratusan ribu warga Palestina telah diusir dari rumah mereka sejak 1948, dan praktik itu terus berlanjut hingga saat ini. Penghancuran rumah oleh militer Israel dengan alasan keamanan, melanggar Pasal 53 Konvensi IV.

Ketiga, blokade Gaza. Blokade yang dilakukan Zionis Israel terhadap Jalur Gaza sejak 2007 hingga saat ini telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah. Pembatasan akses terhadap makanan, obat-obatan, dan barang-barang dasar melanggar hak penduduk sipil.

Keempat, tindakan kekerasan terhadap warga sipil. Agresi militer yang menargetkan fasilitas publik, rumah sakit, sekolah, tempat ibadah dan rumah-rumah penduduk sipil jelas melanggar prinsip proporsionalitas dan perlindungan terhadap warga sipil dalam hukum humaniter internasional.

Kelima, hukuman kolektif. Israel sering menerapkan hukuman kolektif tanpa proses peradilan terhadap warga Palestina. Hal itu jelas bertentangan dengan Pasal 33 Konvensi IV.

Dukungan AS-Sekutu

Sejarah dunia mencatat bagaimana Amerika Serikat (AS) dan sekutu Baratnya terus mendukung Zionis Israel, meskipun jelas-jelas negara itu melanggar hukum internasional. Dukungan itu di antaranya diwujudkan dalam bentuk:

Pertama, bantuan militer dan ekonomi. AS memberikan miliaran dolar setiap tahun dalam bentuk bantuan militer dan suntikan dana kepada Israel untuk mendukung perekonomian mereka.

Kedua, perlindungan diplomatik. AS secara rutin menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan PBB untuk menghalangi resolusi yang mengutuk tindakan Israel atas kejahatan kemanusiaannya.

Ketiga, normalisasi hubungan. Beberapa negara Barat terus meningkatkan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel, meskipun terdapat banyak sekali pelanggaran yang nyata terhadap Konvensi Jenewa.

Namun, usai agresi Zionis Israel pada Oktober 2023, peta dukungan dunia menunjukkan perubahan signifikan. Negara-negara Barat yang semula memberi dukungan kepada Zionis Israel, kini satu-per satu mulai meninggalkannya.

BACA JUGA  24 Pelanggar Prokes di Jalan Pesing Poglar Terjaring Operasi Tertib Masker

Gelombang demonstrasi rakyat di berbagai negara menunjukkan mulai adanya kesadaran bahwa selama ini mereka mendukung Zionis yang melanggar berbagai perjanjian dan terus melakukan kejahatan perang.

Mengapa Terus Melanggar?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Negara Zionis Israel tetap melanggar hukum internasional. Zionis Israel terus melakukan kejahatan kemanusiaan karena kombinasi alasan ideologis, politik, dan strategis.

Secara ideologis, Zionisme adalah ideologi yang mendasari pendirian Israel dengan tujuan menciptakan negara Yahudi di wilayah Palestina. Ideologi itu mengklaim hak historis dan agama atas tanah tersebut.

Mereka menganggap tanah Palestina sebagai bagian dari “janji Tuhan” kepada kaum Yahudi sehingga tindakan apa pun yang dilakukan untuk menguasainya dianggap benar dan sah. Ideologi itu pun mengklaim eksklusivitas ini dengan mendorong tindakan diskriminasi terhadap bangsa Palestina.

Secara politis, Zionis Israel ingin menguasai sebanyak mungkin wilayah Palestina dengan membangun permukiman-permukiman baru meski hal itu melanggar hukum internasional. Mereka juga memblokade Gaza, membuat rakyat Palestina kesulitan mendapatkan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya dengan tujuan melemahkan warga Palestina.

Selain itu, Israel berupaya menghapus identitas Palestina dengan menghancurkan budaya, sejarah, dan simbol-simbol yang menunjukkan keberadaan Palestina. Langkah ini dilakukan untuk menghilangkan hak bangsa Palestina atas tanah mereka dan memperkuat klaim Israel atas wilayah tersebut.

Adapun secara strategis, Zionis Israel berdalih bahwa serangan mereka diperlukan untuk menjaga keamanan dari ancaman perlawanan. Tetapi tindakan itu justru dilakukan dengan menghancurkan rumah, sekolah, tempat ibadah, rumah sakit dan rumah-rumah rakyat Palestina sehingga menyebabkan penderitaan besar bagi warga sipil tak berdosa.

Anehnya, Zionis Israel mendapat dukungan dari negara-negara kuat seperti Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya. Padahal mereka sering mengklaim sebagai negara yang paling peduli terhadap HAM dan kejahatan kemanusiaan.

Dukungan dari negara-negara besar seperti AS memberikan Israel rasa kebal terhadap sanksi internasional. Setiap upaya untuk meminta pertanggungjawaban kepada Zionis Israel gagal karena veto AS di Dewan Keamanan PBB.

Bagaimana Menghentikan Kekejaman?

Sebagai warga dunia yang peduli dengan kemanusiaan, kita harus mampu menghentikan kekejaman Zionis Israel terhadap rakyat Palestina. Pelanggaran Israel terhadap Konvensi Jenewa bukan hanya persoalan hukum internasional, tetapi juga persoalan moral dan kemanusiaan.

Prof Abdul Fatah El-Awaesi, seorang pakar dalam isu Palestina mengemukakan tiga langkah strategis untuk menghentikan penjajahan dan kedzaliman Zionis Israel dan mengembalikan hak-hak rakyat Palestina.

BACA JUGA  Senjata Tentara Israel Disita untuk Penyelidikan

Pertama, pemahaman isu Palestina secara komprehensif. Umat Islam dan komunitas internasional harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang sejarah dan realitas konflik Palestina-Israel.

Penting untuk menyadari bahwa masalah ini bukan hanya persoalan agama dan konflik perebutan wilayah, tetapi juga terkait dengan penjajahan, pelanggaran hak asasi manusia, dan pengabaian hukum internasional. Pendidikan dan penyebaran informasi yang benar tentang isu ini diperlukan untuk membangun kesadaran dan dukungan global.

Kedua, persatuan Umat Islam. Prof El-Awaesi menekankan pentingnya persatuan umat sebagai kekuatan utama untuk menghadapi Zionis Israel. Perpecahan di antara negara-negara Muslim sering menjadi kelemahan yang dimanfaatkan Zionis. Umat Islam perlu menyatukan visi dan langkah dalam mendukung perjuangan Palestina, baik secara politik, ekonomi, maupun spiritual.

Umat Islam hendaknya merasakan bahwa masalah Palestina adalah masalah semua umat Islam dimanapun mereka berada, bukan hanya urusan bangsa Palestina saja, karena di dalamnya ada Masjidil Aqsa yang harus dijaga kemuliaannya oleh semua umat Islam.

Ketiga, perlawanan dengan semua cara yang sah. Zionis Israel harus dihadapi melalui perlawanan yang sah di berbagai aspek, di antaranya:

Politik, dengan mendukung resolusi internasional yang adil untuk Palestina dan menolak normalisasi hubungan dengan Israel. Lalu ekonomi, yakni dengan melakukan boikot terhadap produk-produk yang mendukung pendudukan Israel.

Kemudian media, yakni memanfaatkan media untuk mengungkap kejahatan Israel dan menyampaikan suara rakyat Palestina kepada dunia. Adapun perlawanan secara hukum, yakni menggunakan lembaga internasional untuk membawa pelanggaran Israel ke pengadilan.

Dengan pemahaman, persatuan, dan perlawanan yang terorganisir, kejahatan Zionis Israel dapat dilawan secara efektif. Akhirnya, umat Islam harus terus berdoa kepada Allah untuk meminta kekuatan dan keadilan. Doa adalah senjata penting yang harus diiringi dengan usaha nyata.

Dengan mengambil pelajaran dari surah Al-Baqarah ayat 100 di atas, umat Islam hendaknya menyatukan langkah perjuangan dan bergerak bersama (berjamaah). Jika seluruh umat bergerak bersama, perubahan besar akan tercapai, dan kejahatan Zionis Israel bisa dihentikan.

*Pimpinan Umum Pondok Pesantren Shuffah Hizbullah dan Pembina Jaringan Ponpes Al-Fatah se-Indonesia. Imam Jamaah Muslimin (Hizbullah).