JAKARTA, SUDUT)PANDANG.ID – Sebanyak 12 negara mengumumkan pembentukan koalisi baru guna membantu Palestina menghadapi krisis keuangan terparah dalam beberapa dekade terakhir.
Dukungan ini muncul setelah Israel menahan pendapatan pajak yang semestinya diterima Otoritas Palestina, membuat layanan dasar publik terancam lumpuh.
Koalisi yang dinamai “Koalisi Darurat untuk Keberlanjutan Keuangan Otoritas Palestina” beranggotakan Inggris, Prancis, Jepang, Arab Saudi, Spanyol, Belgia, Denmark, Islandia, Irlandia, Norwegia, Slovenia, dan Swiss.
Melalui siaran resmi Kementerian Luar Negeri Spanyol, aliansi ini menyatakan bahwa langkah mereka merupakan respons atas situasi darurat fiskal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Bantuan keuangan dari negara-negara ini diharapkan mampu menjaga stabilitas pemerintahan Palestina, agar tetap dapat memberikan pelayanan publik dan mempertahankan keamanan di tengah tekanan politik serta ekonomi.
“Koalisi ini bertujuan memastikan Otoritas Palestina tetap memiliki kapasitas untuk memerintah, menyediakan layanan penting, dan menjaga ketertiban,” demikian bunyi pernyataan Spanyol yang dikutip AFP, Senin (29/9).
Kendati demikian, para anggota koalisi menegaskan bantuan mereka hanyalah langkah awal. Diperlukan kerja sama lebih luas dengan lembaga keuangan global dan mitra internasional untuk menggalang sumber daya tambahan, mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, reformasi ekonomi, serta menjamin transparansi.
Krisis fiskal Palestina bermula dari Protokol Paris 1994, yang memberi Israel wewenang memungut pajak atas nama Otoritas Palestina. Namun, sejak perang Gaza pecah pada Oktober 2023, Tel Aviv menahan setoran tersebut.
Palestina berulang kali memperingatkan bahwa pemblokiran dana itu membuat fasilitas kesehatan dan pendidikan runtuh, sementara angka kemiskinan terus meningkat.
Israel beralasan sebagian dana ditahan untuk melunasi kewajiban pembayaran listrik. Akan tetapi, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich sejak empat bulan terakhir menghentikan seluruh transfer pajak. Ia bahkan secara terbuka menyatakan tujuannya adalah melemahkan Otoritas Palestina melalui strategi “pencekikan ekonomi” demi menggagalkan terbentuknya negara Palestina.
Langkah 12 negara ini dipandang sebagai sinyal solidaritas internasional yang penting, meski tantangan ke depan tetap berat. Dukungan finansial diperkirakan hanya akan efektif jika dibarengi tekanan diplomatik agar Israel menghentikan kebijakan penahanan pajak yang memperburuk penderitaan warga Palestina.(01)