JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Komnas Perempuan menilai bahwa kasus penganiayaan berujung kematian terhadap Dini Sera Afriyanti yang dilakukan oleh Gregorius Ronald Tannur, dapat dikategorikan sebagai femisida.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan terdapat relasi kuasa timpang berbasis gender terhadap pelaku, dalam hal ini relasi antara korban dan pelaku adalah pasangan kekasih.
“Ragam kekerasan yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai femisida, yaitu pembunuhan terhadap perempuan dengan alasan tertentu ataupun karena dia perempuan,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (11/10) seperti dikutip dari Fajar.
Pelaku kasus femisida biasanya adalah orang-orang yang dekat dengan korban, seperti kekasih, teman kencan, dan suami.
“Dengan demikian, femisida adalah eskalasi dari kekerasan berbasis gender yang berpotensi femisida,” imbuh Anggota Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menambahkan.
Komnas Perempuan sendiri telah melakukan pemantauan femisida sejak tahun 2017 melalui pemberitaan media, karena minimnya pengaduan terkait jenis kekerasan tersebut.
Pihaknya menyebut terdapat anggapan bahwa korban yang telah meninggal dalam kasus serupa telah selesai urusannya, dan selanjutnya hanya menjadi urusan aparat penegak hukum.
Komnas Perempuan juga menyayangkan Indonesia belum memiliki pemilahan data pembunuhan berdasarkan statistik femisida.
Sementara itu, Polrestabes Surabaya menetapkan Gregorius Ronald Tannur (GRT) sebagai tersangka dalam kasus kematian Dini Sera Afriani sejak 5 Oktober. Ronald kini terjerat pasal pembunuhan. Yakni, pasal premier 338 KUHP subsider 351 ayat 3 KUHP.
Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono mengatakan, motif Ronald melakukan penganiayaan kepada Dini hingga menyebabkan kematian karena sakit hati. Keduanya sempat cekcok di lift saat turun dari Blackhole Lenmarc Surabaya.
”(Motif) sakit hati, karena ada cekcok, karena (Ronald) terkontaminasi alkohol,” ujar Hendro di Mapolrestabes Surabaya.(03/JP)