JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Dakwaan JPU terhadap terdakwa Muhammad Khayam, mantan Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dinilai telah memenuhi ketentuan KUHAP.
Majelis hakim pimpinan Eko Aryanto menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum Muhammad Khayam mantan Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam kasus impor garam industri di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
“Menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum telah memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b undang-undang nomor 8 tahun 1991 tentang kitab undang-undang hukum acara pidana. Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan perkara Muhammad Khayam MIT berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut,” ucap Hakim Eko Aryanto saat membacakan putusan sela, Rabu (15/11/23).
Seperti diketahui Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa M Khayam mantan Dirjen IKFT di Kemenperin, periode 16 Oktober 2019 hingga 2022 atas dugaan telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum bersama-sama dengan Fredy Juwono, Yosi Arfianto, Frederik Tony Tanduk, Yoni dan Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan.
“Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum memanipulasi jumlah data kebutuhan garam lokal/ konsumsi penambahan kuota impor dan meminta kepada PT. Sucofindo agar dalam melaksanakan verifikasi tidak secara rigid dengan menggunakan data-data tidak benar yang diterima dari PT. Sumatraco Langgeng Makmur,” ucap JPU di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta belum lama ini.
Dengan tujuan sambung JPU, hasil verifikasi yang dilakukan PT. Sucofindo tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, sehingga kuota impor garam menjadi lebih besar yang tidak sesuai dengan kebutuhan dalam negeri.
“Para terdakwa mengetahui hasil verifikasi yang dibuat PT. Sucofindo tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, namun tidak melakukan evaluasi bahkan mengunakannya sebagai data untuk membuat rekomendasi impor komoditas pergaraman Industri kepada PT. Sumatraco Langgeng Makmur (SLM), tanpa dilengkapi data-data yang benar,” ujarnya.
JPU juga menjelaskan, yakni tidak mempertimbangkan kemampuan produksi perusahaan industri yang bersangkutan dan realisasi impor perusahaan Industri pada tahun sebelumnya dan kemampuan kapasitas unit pengolahan garam serta penyerapan garam lokal.
“Kemudian terdakwa M. Khayam bersama dengan Ir. Fredy Juwono, Yosi Arfianto, membuat rekomendasi persetujuan impor komoditas pergaraman industri kepada PT. SLM, tanpa mempertimbangkan kemampuan produksi perusahaan industri serta realisasi impor perusahaan industri pada tahun sebelumnya,” tuturnya.
Akibat perbuatan Terdakwa M Khayam bersama Yosi Arfianto, Fredy Juwono, Yoni, Sanny Wikodhiono alias Sanny Tan dan Frederik Tony Tanduk memanipulasi rencana kebutuhan garam impor mengakibatkan PT SLM menerima kuota garam impor yang berlebih sehingga Yoni dan Sanny Tan memperoleh keuntungan dengan cara mengganti kemasan garam impor ke dalam kemasan lokal seolah-olah sebagai produk lokal untuk mengelabui garam yang konsumsi dari garam impor dan dapat diperdagangkan dengan harga yang lebih tinggi dari harga garam lokal, sehingga garam lokal tidak laku dan harganya rendah.
“Sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar 7.623.116.842,68. Dan merugikan perekonomian negara atau kerugian rumah tangga petani garam sebesar Rp105,09 miliar merupakan bagian dari total hilangnya laba petani garam nasional sebesar Rp5,31 triliun.” tandas JPU. (05)