Tri Indroyono

Bawaslu Kota Kediri Gelar Rakor Pemetaan Kerawanan Pilkada 2024

Bawaslu Kota Kediri Gelar Rakor Pemetaan Kerawanan Pilkada 2024
Bawaslu Kota Kediri menggelar Rakor Pemetaan Kerawanan Pilkada 2024, Rabu (20/11/2024).(Foto: Chandra Nurcahyo)

KOTA KEDIRI-JATIM, SUDUTPANDANG.ID – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Kediri menggelar rapat koordinasi (Rakor) identifikasi potensi Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan dan persiapan pengawasan pemungutan serta penghitungan suara pada Pilkada Serentak 2024.

Rakor Bawaslu dihadiri oleh seluruh Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) dan Pengawas Pemilihan Lapangan (PPL), pada Rabu (20/11/2024).

Kemenkumham Bali

Komisioner Bawaslu Kota Kediri, Suhartono dari Divisi Hukum, Pencegahan, Parmas dan Humas (HP2H) mengatakan bahwa potensi kerawanan tersebut sudah dipetakan oleh Panwascam, PPL dan dibantu dengan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) selama 5 hari mulai 15 hingga 20 November 2024.

“Selain itu, kegiatan ini juga bimtek terkait dengan sistem pengawasan melekat (Siwaskat) yang nantinya dilakukan oleh PPL pada waktu pemungutan suara,” ucapnya.

BACA JUGA  AHY Dukung Anies-Khofifah, Siap Deklarasi dan Siap Menang

Ia menambahkan, secara garis besar pemetaan terdapat 25 indikator, namun berdasarkan temuan tim hanya sekitar 7 indikator.

“Hasilnya, 2 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 3 indikator yang banyak terjadi, dan 2 indikator yang tidak banyak terjadi dan 18 indikator tidak terjadi namun tetap perlu diantisipasi,” ungkapnya.

“Pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 8 variabel dan 25 indikator. Diambil dari sedikitnya 46 kelurahan di 3 Kecamatan yang melaporkan kerawanan di TPS,” sambung anggota Bawaslu yang akrab disapa Hartono.

Lebih lanjut Hartono menyebut, ada beberapa variabel dan indikator potensi TPS rawan yang pertama adalah penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, Penyelenggara Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdata di DPT, Riwayat sistem noken tidak sesuai ketentuan, dan/atau Riwayat PSU/PSSU).

BACA JUGA  Yuniarti, Warga Desa Nglongsor-Trenggalek Dinobatkan Jadi Perempuan Inspiratif

Kemudian keamanan, (riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara). Ketiga, politik uang. Keempat, politisasi SARA.

Kelima, netralitas (penyelenggara Pemilihan, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa). Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan).

Ketujuh, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus). Kedelapan, jaringan listrik dan internet.

“Kalau tingkat kerawanannya rendah karena tidak menemukan semua dari 25 indikator, hanya beberapa indikator. Cuma kita tidak boleh menyepelekan, semua harus kita antisipasi, makanya kita juga minta rekomendasi KPU sebagai pelaksana untuk melakukan antisipasi kerawanan ini untuk selalu berkoordinasi dengan stakeholder,” pungkasnya.(CN/01)