JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tutur Sagala menghadirkan Dr. Hendri Jayadi, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (FH UKI) Jakarta sebagai ahli dalam sidang kasus sengketa merek Water Polo dan Poloplast di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Selasa (22/4/2025).
Ahli hukum pidana ini tercatat juga sebagai Dosen Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Hendri Jayadi menyampaikan keterangannya di hadapan Majelis Hakim Ni Made Purnami dengan anggota Heru Kuncoro dan Arif Yudiarto.
Dalam keterangannya, Hendri Jayadi menjelaskan bahwa kehadirannya di PN Jakarta Timur untuk menjelaskan tentang dugaan adanya penggunaan merek. Ia mengungkapkan dalam proses pemeriksaan penyidikan, proses pembuktiannya dinilai terbatas. Bentuk, foto , serta warna dan perbedaan kedua merek tersebut juga diutarakannya.
“Jadi, semua informasi dan dokumen itu disajikan oleh penyidik kepada saya. Dan saya menilai berdasarkan kronologis dan dokumen yang disampaikan oleh penyidik, maka saya sampaikan kalau betul dokumen itu sah atau berkekuatan hukum atau fakta sebenarnya,” ungkap Hendri.
Hendri mengatakan, apabila ada fakta lain atau pembelaan terkait hal tersebut menurutnya agar disampaikan dalam persidangan.
Ia mengungkapkan, pada tahun 2017 pemilik merek sebenarnya telah mendaftarkan. Karena, muncul merek lain ada pihak yang merasa keberatan dan mengajukan gugatan.
Tahun 2022 gugatan atas merek ketikan itu dimenangkan. Sehingga pemilik merek tahun 2017 dianggap sah secara hukum berdasarkan putusan hukum. Saat itu ada perintah dari pengadilan untuk menghapus sertifikat merek dari daftar umum.
“Sebetulnya penyelesaian sengketa secara RJ (restorative justice) lebih diutamakan, menurut saya daripada ataupun kalaupun ini tetap berjalan. Penyelesaian secara restorative justice dilakukan tinggal berjiwa besar, karena saya dengar tadi berdakwa sudah melakukan press release dan dicabut dan tidak menggunakan merek itu lagi,” kata ahli pidana peraih gelar Doktor Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (FH Unpad) Bandung itu.
Ia juga menjelaskan perihal permohonan kasasi terdakwa ditolak, maka menguatkan putusan Pengadilan Niaga yang sebelumnya menyatakan dicabutnya sertifikat merek terdakwa.
Ia memaparkan terkait pidana dalam kasus ini sesuai ketentuan pasal 100, 101 dan 102 UU No.20 Tahun 2016 yang bersifat Ultimum Remidium (Upaya Hukum Terakhir jika tidak ada titik Temu/kesepakatan antar pihak).
“Dalam kasus ini dapat dipidanakan karena pada merek terdapat kesamaan dalam pokok,” katanya.
Ahli menambahkan, dalam merek terdapat istilah First to File Principal yaitu siapa yang lebih dulu terdaftar maka akan mendapatkan hak dari merk tersebut.
“Setelah ada putusan inkrah pihak yang kalah harus menghentikan penggunaan merek miliknya dan menarik produk yang beredar di pasaran,” ujar Hendri.(Paulina/01)