“Bali tidak boleh dijual murah. Wisatawan yang datang harus berkualitas, paham budaya lokal, dan menjunjung konsep keberlanjutan.”
BADUNG-BALI|SUDUTPANDANG.ID – Bali terus melangkah menuju pariwisata yang lebih berkualitas dengan menekankan pentingnya penguatan regulasi dan pengawasan yang ketat. Hal ini disoroti dalam Diskusi Nasional bertema “Pariwisata Berkualitas” yang digelar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Badung, Selasa (20/5/2025).
Dalam forum ini, para narasumber dari berbagai latar belakang menekankan bahwa keberlanjutan pariwisata Bali harus ditopang oleh aturan hukum tegas, pelaksanaan yang konsisten, serta perlindungan terhadap budaya lokal yang menjadi daya tarik utama Pulau Dewata.
Diskusi yang berlangsung di Ruang Kerta Gosana, Pemkab Badung ini dibuka secara resmi oleh Sekda Kabupaten Badung, Ida Bagus Surya Suamba, mewakili Bupati I Wayan Adi Arnawa. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa pariwisata berkualitas harus mampu memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan secara seimbang, dengan tetap menghormati nilai-nilai budaya serta kearifan lokal.
Sekda juga menerima Certificate of Appreciation dari Ketua SMSI Badung, I Nyoman Sarmawa, sebagai bentuk apresiasi atas dukungan Pemerintah Kabupaten dalam mewujudkan pariwisata yang berkualitas.
“Diskusi ini menjadi ruang penting untuk merumuskan solusi terhadap permasalahan pariwisata dan memberikan manfaat maksimal untuk kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Salah satu sorotan datang dari Deputi Kemenparekraf RI, Vinsensius Jemadu, yang menegaskan bahwa Bali menyumbang 45% dari total kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Namun, menurutnya, regulasi dan pengawasan harus diperketat untuk mencegah kerusakan budaya serta perilaku wisatawan asing yang merusak citra Bali.
“Bali tidak boleh dijual murah. Wisatawan yang datang harus berkualitas, paham budaya lokal, dan menjunjung konsep keberlanjutan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti isu okupansi hotel yang menurun, meskipun wisatawan meningkat. Hal ini dikaitkan dengan banyaknya akomodasi ilegal seperti vila dan rumah kos yang tidak terdaftar secara resmi. Ia mendorong peninjauan ulang izin usaha dan klasifikasi layanan (KBLI) agar regulasi bisa ditegakkan secara merata.
Prof. Dr. I Nengah Dasi Astawa, Pengamat Kebijakan Publik, mengingatkan bahwa pariwisata berkualitas bukan ditentukan oleh ketebalan dompet wisatawan, melainkan perilaku yang selaras dengan budaya lokal. Ia menyoroti pentingnya Pariwisata Inklusif berbasis kerakyatan, di mana masyarakat Bali tetap menjadi pewaris dan pelaku utama sektor pariwisata.
“Pariwisata harus menyerap tenaga kerja lokal, membayar pajak, dan meneteskan manfaat nyata ke rakyat,” tegasnya.
Menurutnya, kekuatan pariwisata Bali terletak pada aktivitas budaya dan tradisi masyarakat Bali yang konsisten, seperti ngayah dan lascarya, yang menjadi fondasi spiritual dan sosial menjaga Bali tetap aman dan nyaman untuk dikunjungi.
Bali Butuh Status Daerah Istimewa Pariwisata

Tantowi Yahya, Pengamat Pariwisata Nasional dan President Commissioner Kura-Kura Bali, menegaskan bahwa Bali sangat layak menyandang status Daerah Istimewa Pariwisata, mengingat ketergantungan totalnya pada sektor ini.
“Bali tidak memiliki sumber daya alam, tambang, atau industri besar. Sumber pendapatan satu-satunya adalah pariwisata, sehingga perlu pengaturan khusus,” ujar pria yang pernah jadi anggota DPR dan Dubes Selandia Baru itu.
Menurutnya, regulasi harus diserahkan sebagian besar kepada daerah, khususnya dalam bidang hukum, perpajakan, imigrasi, dan transportasi untuk mendukung pengembangan industri pariwisata yang berkelas dunia.
Ia juga menyoroti pentingnya pelaksanaan hukum secara konsekuen, bukan hanya sekadar membuat regulasi. “Masalah kita bukan bikin hukum. Tapi bagaimana hukum itu dijalankan tanpa permainan kepentingan,” katanya.
Diskusi dipandu oleh Sekretaris SMSI Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Dibia, dan menghadirkan empat narasumber lintas bidang yang memperkaya perspektif: mulai dari pemerintah pusat, pelaku industri, akademisi, hingga pengamat publik.
Meski dengan sudut pandang berbeda, semua narasumber sepakat: Pariwisata Berkualitas hanya bisa terwujud dengan pengawasan yang ketat, hukum yang adil dan dijalankan secara tegas, serta pemberdayaan masyarakat lokal sebagai pilar utama.
“Diskusi ini semuanya daging. Kita berbeda angle, tapi menuju satu titik: Bali harus segera masuk fase pariwisata berkualitas dan berkelanjutan,” tambah Tantowi.(One/01)