PB PMII Edukasi Gen Z Bahaya TPPO Modus Scammer dan Judol

PB PMII
PB PMII Edukasi Gen Z Bahaya TPPO Modus Scammer dan Judol (Foto: Net)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menggelar diskusi panel bertema “Ancaman Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Modus Scammer bagi Gen Z Indonesia” di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Matraman, Jakarta.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran generasi muda, khususnya Gen Z, terhadap bahaya praktik TPPO yang kini makin berkembang melalui teknologi digital dan platform online.

Acara ini dihadiri sekitar 150 peserta, yang terdiri dari mahasiswa, aktivis PMII, dan masyarakat umum. Diskusi berlangsung dalam format hybrid, dengan kehadiran peserta secara langsung maupun virtual melalui Zoom Meeting.

Menurut M. Razik Ilham, Ketua Bidang Ketenagakerjaan PB PMII, para pelaku TPPO kini memanfaatkan modus scammer dan judi online untuk menjerat korban, terutama generasi muda yang akrab dengan teknologi. Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, tercatat lebih dari 7.000 kasus TPPO dalam lima tahun terakhir, menunjukkan tren yang semakin mengkhawatirkan.

BACA JUGA  Kejari Jakut Terima Uang Denda dari Terpidana Kasus Korupsi Pengadaan Mobil Crane Pelindo II

“Kita harus terus meningkatkan kewaspadaan, khususnya dalam menghadapi ancaman kejahatan digital yang merugikan masa depan generasi muda,” ujar Razik dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/6/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Panji Apriana, warga Bekasi, membagikan pengalamannya sebagai korban TPPO. Ia mengaku tergiur tawaran kerja di luar negeri dengan iming-iming gaji Rp 10 juta per bulan, hanya bermodalkan paspor. Namun setibanya di Myanmar pada Oktober 2022, kenyataan berkata lain ia justru mengalami kekerasan fisik dan dipaksa terlibat dalam aktivitas ilegal.

Nurul Dewi Saraswati, Diplomat Ahli Madya dari Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, mengungkapkan bahwa usia 18-35 tahun merupakan kelompok paling rentan menjadi korban TPPO, bahkan di antaranya berasal dari kalangan berpendidikan dan berpenghasilan menengah.

BACA JUGA  Polisi Bantu Penyembuhan Trauma Kepada Korban Penganiayaan di Tangsel

“Keterampilan digital mereka justru dimanfaatkan pelaku untuk manipulasi. Kurangnya peluang kerja membuat tawaran kerja fiktif tampak menggoda,” ujar Nurul.

Kementerian Luar Negeri, lanjutnya, menyediakan layanan perlindungan, bantuan hukum, pemulangan korban, hingga penerbitan dokumen darurat bagi WNI yang menjadi korban perdagangan orang.

Diskusi ini turut dihadiri sejumlah narasumber penting, antara lain:

  • Dr. Ahsanul Minan-Staf Khusus Menteri BP2MI: membahas modus baru TPPO di era digital.
  • Setya Indra Arifin, Dosen Hukum Pidana UNUSIA: mendorong revisi UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO untuk menghadapi tantangan kejahatan siber.
  • Ahmad Faisol, Sekjen APJATI: mengulas peran organisasi dalam advokasi dan perlindungan PMI.

Muhammad Yassir, dari IOM Indonesia memaparkan kerangka hukum internasional terkait perdagangan orang.

BACA JUGA  Diam-diam Brisia Jodie dan Jonathan Alden Resmi Tunangan

Harsono, Migrant Care menyampaikan peran penting organisasi masyarakat sipil dalam mendampingi korban TPPO.

Plt Rektor UNUSIA, Dr. Syahrial Syarif, menyambut baik langkah PB PMII yang dinilai berani menyentuh isu-isu kemanusiaan dan ketenagakerjaan, serta mempersiapkan generasi muda untuk menjadi angkatan kerja yang cerdas dan kritis.(PR/04)