JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Keputusan I-League (PT Liga Indonesia Baru) untuk menetapkan kuota maksimal 8 pemain asing per klub dalam BRI Super League musim 2025/2026 menuai kritik dari sejumlah pengamat sepak bola tanah air. Salah satu yang angkat suara adalah Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer dan pengamat sepak bola nasional.
Akmal menilai kebijakan tersebut justru bertolak belakang dengan visi reformasi yang tengah digencarkan PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir. Ia menyebut angka 8 terlalu tinggi dan berpotensi menghambat pertumbuhan pemain lokal, khususnya yang masih berusia muda.
“Kalau benar kita ingin membangun masa depan sepak bola Indonesia, maka kuota 8 pemain asing adalah langkah mundur. Ketua Umum PSSI sendiri sudah meminta agar dikoreksi menjadi 7. Dan kami dari Save Our Soccer sepenuhnya mendukung langkah tersebut,” ujar Akmal.
Lebih lanjut, Akmal menekankan bahwa kompetisi domestik harus memberi panggung lebih luas bagi pemain muda Indonesia, terutama dari kelompok usia U19 dan U23. Ia menyebut bahwa selama dua tahun terakhir, reformasi yang dilakukan PSSI telah menunjukkan hasil positif, salah satunya dengan meningkatnya jumlah talenta muda berbakat dari hasil pembinaan.
“Kita sekarang memiliki banyak pemain muda potensial. Tapi jika mereka tidak diberi waktu bermain yang cukup, maka talenta itu akan stagnan. Klub harus berani memberi mereka menit bermain, bukan hanya menjadikan mereka cadangan atau pelengkap latihan,” jelasnya.
Akmal juga menyoroti pentingnya jam terbang dalam pertandingan kompetitif sebagai faktor utama pengembangan karakter, mental, dan teknik bermain seorang atlet muda.
“Pemain U23 harus diberikan pengalaman bertanding yang cukup agar terbentuk mental juara dan skill kompetitif. Liga ini bukan hanya soal bisnis dan rating, tapi juga masa depan sepak bola nasional. Klub harus ikut ambil bagian dalam membina, bukan hanya merekrut,” ujarnya.
Menurut Akmal, keberhasilan transformasi sepak bola Indonesia sangat ditentukan oleh sejauh mana klub-klub Liga 1 mau terlibat aktif dalam proses regenerasi dan pembinaan pemain muda.
“Jika klub ingin berkontribusi pada kemajuan sepak bola nasional, maka mereka harus menjadikan pengembangan pemain lokal sebagai prioritas. Regulasi soal pemain asing harus digunakan secara bijak agar tidak menutup ruang tumbuh bagi pemain Indonesia,” jelasnya.(PR/04)