Opini  

Pajak Instansi Pemerintah, Hal Krusial yang Wajib Bendahara Kuasai

Pajak Instansi Pemerintah, Hal Krusial yang Wajib Bendahara Kuasai
Indarto Joko Suryono, Penyuluh Pajak KPP Pratama Waingapu.(Foto: istimewa)

Penulis: Indarto Joko Suryono|Penyuluh Pajak KPP Pratama Waingapu

Menurut Pasal 1 angka 33 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK 81/2024), Instansi Pemerintah adalah instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah daerah, dan instansi pemerintah desa yang melaksanakan kegiatan pemerintahan serta memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran. Instansi Pemerintah yang menerima alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), mempunyai kewajiban untuk mengelola dana tersebut secara tertib dan bertanggung jawab.

Salah satu cara untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dana tersebut adalah dengan menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi pemerintahan serta mematuhi kewajiban perpajakan yang melekat pada penggunaan dana tersebut.

Instansi Pemerintah sebagai pengelola dana APBN/APBD/APB Desa harus turut serta dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mematuhi kewajiban perpajakannya.

Apa Saja Kewajiban Perpajakan Instansi Pemerintah?

Sebagai pengelola APBN, APBD, dan APB Desa, Instansi Pemerintah mempunyai kewajiban perpajakan sebagai berikut:

Wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Instansi Pemerintah, menurut keadaan yang sebenarnya, yang diajukan oleh:

Pemerintah pusat: kepala Instansi Pemerintah Pusat, KPA, atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan;

Pemerintah daerah: kepala Instansi Pemerintah Daerah atau pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan;

Pemerintah desa: kepala desa atau perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan keputusan kepala desa.

Kewajiban untuk mendaftarkan diri dilakukan paling lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.

Menurut Pasal 16 Ayat (6) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 7 Tahun 2025, Instansi Pemerintah yang dapat diterbitkan NPWP adalah satuan kerja (satker) yang mempunyai Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan memiliki Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Jika tidak memenuhi syarat tersebut, maka satker tidak dapat diberikan NPWP Instansi Pemerintah, melainkan diberikan nomor identitas subunit melalui instansi di atasnya.

BACA JUGA  Strategi Bea Keluar untuk Ambisi Hilirisasi?

Wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Instansi Pemerintah yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali pengusaha kecil sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur mengenai batasan pengusaha kecil, dengan menyampaikan permohonan kepada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Instansi Pemerintah.

Wajib memotong/memungut pajak atas setiap pembayaran objek pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) dan harus membuat bukti pemotongan/pemungutan untuk jenis pajak:

PPh Pasal 4 Ayat 2, PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26.

Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 oleh Instansi Pemerintah adalah:

1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dari suatu transaksi dengan nilai sebenarnya lebih dari Rp2.000.000,00.

2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit Instansi Pemerintah.

3. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda pos, atau pemakaian air dan listrik.

4. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana bantuan operasional sekolah, bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, atau bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan.

BACA JUGA  Realita di Balik Peringatan 75 Tahun Nakba Palestina

5. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras.

6. Pembayaran kepada rekanan pemerintah yang memiliki dan menyerahkan salinan surat keterangan bahwa Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai PPh atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu.

7. Pembayaran kepada rekanan pemerintah yang dapat menyerahkan salinan surat keterangan bebas pemotongan dan/atau pemungutan PPh sesuai ketentuan perundang-undangan mengenai tata cara pengajuan pembebasan dari pemotongan/pemungutan PPh.

8. Pembayaran dengan mekanisme Uang Persediaan atas pembelian barang melalui Pihak Lain dalam sistem administrasi pengadaan pemerintah, yang telah dipungut PPh Pasal 22 oleh Pihak Lain.

9. Wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas setiap pembayaran atas penyerahan BKP dan JKP. Bagi PKP Instansi Pemerintah yang melakukan penyerahan BKP/JKP, wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan tersebut.

PPN tidak dipungut oleh Instansi Pemerintah apabila:

  • Pembayaran paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), tidak termasuk jumlah PPN/PPnBM, dan bukan pembayaran yang dipecah dari transaksi bernilai lebih dari Rp2.000.000,00.
  • Pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja Instansi Pemerintah Pusat sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
  • Pembayaran untuk pengadaan tanah.
  • Pembelian BBM dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero) dan/atau anak usahanya seperti PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional, dan PT Elnusa Petrofin.
  • Pembayaran atas jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunikasi.
  • Pembayaran atas jasa angkutan udara oleh perusahaan penerbangan.
  • Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut peraturan perpajakan mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
  • Pembayaran dengan mekanisme Uang Persediaan yang dilakukan melalui Pihak Lain dalam Sistem Informasi Pengadaan.
  • Wajib menyetor PPh dan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipotong dan/atau dipungut.
BACA JUGA  Pelabuhan Berkelas Dunia Itu Bernama Tanjung Priok

Untuk Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah:

Paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran dengan mekanisme Uang Persediaan; atau

Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran dengan mekanisme Langsung, sesuai peraturan perpajakan.

Untuk Instansi Pemerintah Desa:

Paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah pelaksanaan pembayaran.

Untuk PKP Instansi Pemerintah:

1. Wajib menyetorkan PPN terutang paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.

2. Wajib melaporkan pemotongan dan/atau pemungutan serta penyetoran pajak yang dilakukan dalam satu Masa Pajak ke KPP tempat Instansi Pemerintah terdaftar menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir untuk SPT Masa PPh dan PPN.

3. Untuk PKP Instansi Pemerintah, pelaporan SPT Masa PPN dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Itulah enam kewajiban perpajakan Instansi Pemerintah yang harus diketahui dan wajib dipatuhi. Dengan mengelola dana APBN, APBD, dan APB Desa secara benar dan transparan, termasuk di dalamnya melaksanakan kewajiban perpajakan secara tertib, maka Instansi Pemerintah telah berperan aktif dalam memajukan perekonomian nasional.

*Penulis Indarto Joko Suryono, Penyuluh Pajak KPP Pratama Waingapu