Tri Indroyono
Hukum  

Publik Figur Sebagai Pelaku dan Korban Investasi Bodong

Reinhard Richard Arnindyo Wattimena, S.H. (Foto:dok.pribadi)

JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Seorang publik figur berpotensi besar sebagai pelaku investasi bodong, karena profesinya mendukung untuk mendapatkan dukungan dari para pengikutnya. Terlebih masyarakat lebih mudah percaya dengan suatu sistem yang dibuat oleh publik figur.

Pandangan tersebut disampaikan praktisi hukum Reinhard Richard Arnindyo Wattimena, terkait maraknya investasi bodong yang diduga melibatkan selebritas atau publik figur.

Kemenkumham Bali

“Maka kesempatan ini menjadi peluang besar bagi para publik figur yang serakah dan tidak bertanggungjawab untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari investasi bodong tersebut,” ujarnya di Jakarta, belum lama ini.

Menurut Reinhard, saat ini investasi sedang naik daun karena sudah mulai banyak orang menyadari pentingnya investasi demi memiliki kebebasan finansial di masa depan.

“Yang menjadi masalah adalah sebagian dari mereka hanya fokus pada keuntungan (return) yang ditawarkan oleh suatu investasi. Padahal, suatu investasi juga tidak terlepas dari resiko (risk),” kata Advokat muda dari “Law Firm OC Kaligis & Associates” ini.

BACA JUGA  Jonathan: David Masih Butuh Bantuan Untuk Beraktivitas

Selain pelaku, lanjutnya, publik figur juga berpotensi menjadi korban investasi bodong. Pasalnya, publik figur memiliki pendapatan tinggi dan keinginan untuk memutar uang tersebut.

“Mereka cepat tergiur dengan keuntungan besar yang bisa didapatkan, namun lalai mempertimbangkan risiko yang dapat terjadi kapan saja. Peristiwa ini biasa disebut dengan istilah high risk, high return,” sebutnya.

Soal jeratan pidana, Reinhard menyatakan pelaku penipuan investasi bodong dapat dijerat Pasal 378 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara. Pelaku juga dapat dijerat dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kemudian, Pasal 46 UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998.

“Proses pidana akan memakan waktu yang lama, dan belum tentu korban dapat mendapatkan ganti rugi, alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu korban dapat meminta ganti rugi akibat investasi bodong dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan secara perdata,” terangnya.

BACA JUGA  Ditemukan Selamat, Korban Gedung Alfamart Ambruk Sujud Syukur

Gugatan Wanprestasi

“Gugatan yang diajukan yaitu gugatan wanprestasi. Apabila tindak pidana penipuan tersebut dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama korporasi di dalam maupun di luar lingkungan korporasi, merupakan tindak pidana oleh korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi,” tambah Reinhard.

Masih menurut Reinhard, sanksi yang bisa dijatuhkan terhadap korporasi menurut Pasal 25 ayat (1) PERMA 13 Tahun 2016 adalah pidana pokok dan/atau pidana tambahan. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada korporasi adalah pidana denda.

Ia menyebut pidana tambahan terhadap korporasi ada 12 jenis, yang mana sudah dimuat dalam peraturan perundang-undangan.

BACA JUGA  Eksekutor Kejari Jakut Tangkap DPO Kasus Penipuan di Pati, Jawa Tengah

“Dalam kasus investasi bodong, investor dapat meminta ganti rugi, hal ini terdapat dalam Pasal 20 PERMA 13 Tahun 2016 yang berbunyi, “Kerugian yang dialami oleh korban akibat tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dapat dimintakan ganti rugi melalui mekanisme restitusi menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau melalui gugatan perdata,” pungkasnya.(um)

Tinggalkan Balasan