Sumbar  

BKSDA Sumbar Melepasliarkan Satwa Liar Dilindungi ke TWA Saibi Sarabua

Satwa
BKSDA Sumbar melepasliarkan satwa liar dilindungi jenis Bokkoi atau Beruk Mentawai (Macaca siberu) sebanyak 2 ekor dengan jenis kelamin jantan pada Minggu (24/7/2022)/Foto:dok.KLHK

PADANG, SUDUTPANDANG.ID – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat (Sumbar) telah melaksanakan pelepasliaran satwa liar dilindungi jenis Bokkoi atau Beruk Mentawai (Macaca siberu) sebanyak 2 ekor dengan jenis kelamin jantan pada Minggu (24/7/2022).

Kedua satwa tersebut merupakan hasil penyerahan dari masyarakat di kota Padang. Setelah menjalani proses rehabilitasi dan habituasi selama lebih kurang 5 tahun, sesuai dengan data medis serta pengamatan perilaku dan sifat liarnya maka kedua Bokkoi sudah layak untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya di Siberut.

Pelepasliaran ini dilakukan BKSDA Sumbar di kawasan hutan TWA Saibi Sarabua, disaksikan oleh perwakilan dari Balai Taman Nasional Siberut, Camat Siberut Selatan, Polsek Siberut Selatan, Pemerintahan Desa Maileppet, Kec. Siberut Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kesadaran dan dukungan semua pihak akan pentingnya perlindungan primata endemik Mentawai ini.

Kepala Balai KSDA Sumbar, Ardi Andono mengutip pernyataan Prof. Endang Sukara, dari LIPI/BRIN bahwa Kepuluan Mentawai sangat unik karena terpisah dengan Sumatera daratan hampir satu juta tahun lalu. Memiliki keanekaragaman hayati berbeda dari pulau Sumatera. Paling mencolok adalah adanya 4 primata yang endemik di Mentawai, dimana salah satunya Bokkoi. Untuk itu penanganan satwa primata ini perlu perhatian yang lebih dari lainnya.

Beruk bokkoi sangat berbeda dengan Beruk Sumatera, baik warna rambut dan ukurannya. Rambut bokkoi berwarna cokelat gelap pada bagian belakang sedangkan pada bagian leher, bahu dan bagian bawah berwarna cokelat pucat. Kaki berwarna coklat. Perbedaan bokoi dengan beruk jenis lain terletak pada rambut bagian pipi dan mahkota. Bagian pipi bokoi berwarna lebih gelap daripada beruk lainnya, mahkota bokoi berwarna cokelat, rambut pada dahi lebih panjang. Hewan ini memiliki kantong pipi yang terlihat jelas. Punggung dan tangannya sering digunakan untuk membawa makanan.

Bokoi bersifat diurnal, arboreal dan terestrial. Lebih banyak di tanah, sesekali berada di kanopi bawah. Pakannya terdiri dari Buah dan biji-bijian 73.8%, hewan kecil (serangga, anak burung, kepiting, rayap) 12.2 %, daun-daunan 5.4%, dan tunas-tunasan 3%. Hidup dari pantai hingga pegunungan dengan cara berkelompok terdiri dari 15-40 individu. Panjang badan jantan dewasa antara 49-56 cm dengan berat badan 6-14,5 kg, sedangkan untuk betina lebih kecil dari ukuran jantan.

“Terima kasih kepada masyarakat dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung upaya pelestarian satwa liar jenis Bokkoi yang menurut Redlist IUCN berstatus Endangered atau langka dan termasuk satwa yang dilindungi oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Semoga Bokkoi tersebut hidup dan berkembangbiak lebih baik di habitat aslinya,” terang Ardi Andono.(Bkt)

Tinggalkan Balasan