JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Bantuan beras belum mampu menekan harga beras ke level semula, hal ini diakui Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi.
Menurutnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus produksi beras 2023 pun hanya mencapai 700.000 ton. “Ini (harga beras yang tinggi) karena produksi [rendah]. Data BPS itu menunjukkan produksi turun,” ujar Bayu di Kantor Pusat Perum Bulog, Kamis (11/1/2024), dikutip KompasTV.
Dikatakan, sebagai upaya menekan harga beras turun ke bawah, pihaknya terus mendorong penyaluran beras SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan).
Adapun Bulog tahun ini, kata Bayu, menargetkan penyaluran beras SPHP sebanyak 1,2 juta ton atau sekitar 100.000 ton per bulan.
Opsi impor beras 2 juta ton tahun ini juga dilakukan Bulog hanya untuk menutupi kekurangan produksi beras di dalam negeri.
“Angkanya mungkin hanya bisa bertahan, tapi belum bisa untuk turun,” kata Bayu.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi blak-blakan soal harga beras tahun ini.
Dia yakin harga beras belum memungkinkan untuk turun di bawah Rp12.000 per kilogram. Musababnya, sejumlah hal telah menjadi faktor tingginya harga beras saat ini.
Mulai dari produksi yang turun, harga pupuk yang tinggi hingga biaya produksi petani yang cenderung terus naik.
“Engak mungkin [harga beras bisa turun bawah Rp12.000 per kilogram].
Harga akan turun pada saat produksinya menyentuh di atas 2,5 juta ton. Produksi melimpah, maka teori suplai dan demand,” kata Arief di Kantor Perum Bulog, Kamis (11/1/2024).
Pemerintah mengklaim program bantuan beras sejak Maret 2023 telah berhasil menurunkan inflasi beras bulanan dari 2,63% pada Februari 2023 menjadi 0,43% pada Desember 2023.
Menyitir data panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras medium hari ini secara nasional masih berada di level Rp13.310 per kilogram. (06)