Tri Indroyono

Hikmah di Balik Pandemi COVID-19

Imaam Yakhsyallah Mansur, Pembina Yayasan Al-Fatah Indonesia (Foto:JJ SP)

“Pandemi COVID-19 membuat banyak perubahan di berbagai sektor kehidupan manusia. Namun pandemi itu juga memberi banyak pelajaran bagi kehidupan manusia, terutama terkait pentingnya usaha-usaha pencegahan dan upaya mengatasinya agar kehidupan bisa kembali normal.”

Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur

Kemenkumham Bali

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran [3]: 191).

Sayyid Qutb dalam Tafsir “Fii Dzilalil Qu’ran” menjelaskan ayat di atas, yakni tafakkur atau berpikir yang benar akan mengantarkan pada kesimpulan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan alam semesta dan segala sesuatu di dalamnya tidak ada yang sia-sia.

Semuanya tidak ada cacat, dan semuanya bermanfaat bagi kehidupan manusia. Berpikir yang benar juga melahirkan kedekatan kepada Allah, mengakui kelemahan makhluk, dan mengakui kekuasaan Allah, sehingga seseorang akan memperbanyak doa kepada-Nya.

BACA JUGA  Kejujuran, Keadilan dan Kedermawanan

Fenomena pandemi COVID-19 juga membuktikan betapa lemahnya manusia di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada prestasi yang bisa dibanggakan manusia, kecuali semua itu atas qudrah wa iradah (takdir dan kehendak) Allah semata.

Pandemi COVID-19 membuat banyak perubahan di berbagai sektor kehidupan manusia. Namun pandemi itu juga memberi banyak pelajaran bagi kehidupan manusia, terutama terkait pentingnya usaha-usaha pencegahan dan upaya mengatasinya agar kehidupan bisa kembali normal.

Tentu saja ada dampak positif dan negatif atas mewabahnya corona di seluruh dunia.

Berikut ini beberapa hal yang terjadi sebagai dampak dari menyebarnya Corona, yaitu:

Dampak negatif

Pertama, kesehatan terganggu. Kesehatan merupakan sektor yang paling terimbas oleh pandemi COVID-19. Tidak hanya pasien yang meninggal dunia, banyak dokter dan perawat juga menemui ajalnya karena tertular corona dari para pasien.

Di Indonesia saja, hingga akhir Juni 2021 tercatat sebanyak 1.066 tenaga kesehatan (nakes) yang meninggal dunia akibat terpapar COVID-19. Mayoritas dari mereka adalah dokter, yakni sebanyak 405 orang (data dari Lapor Covid-19.id).

BACA JUGA  Tjahjo Kumolo Diminta Tidak Meloloskan Novel Baswedan dkk Jadi ASN

Disebutkan pula, para nakes meninggal karena kurangnya kelengkapan alat pelindung diri (APD), jam kerja berlebihan sehingga mereka kelelahan, hingga pasien yang tidak berterus terang dengan riwayat penyakitnya ketika berkonsultasi yang menyebabkan penularan masif.

Sementara itu, di Jakarta yang merupakan epicentrum corona di Indonesia setiap harinya dimakamkan rata-rata 50 orang dengan menggunakan protokol COVID-19.

Dengan dilaksanakannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat sejak awal Juli 2021, pemerintah berharap jumlah warga yang terpapar virus Corona bisa turun.

BACA JUGA  Politik yang Menyatukan dan Pemilu yang Menggembirakan

Kedua, pertumbuhan ekonomi menurun. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan kerugian akibat pandemi virus Corona (COVID-19) akan mencapai 9 triliun dollar AS pada 2020 – 2021 atau setara Rp 144.000 triliun. Angka tersebut jauh lebih besar dari gabungan Produk Domestik Bruto (PDB) Jerman dan Jepang.

Dalam keterangan tertulisnya, Ekonom dan Direktur Riset IMF Gita Gopinath mengatakan, tidak ada satupun negara yang selamat dari krisis yang disebabkan oleh pandemi COVID-19. Negara-negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada layanan pariwisata hingga hiburan bakal mengalami disrupsi yang hebat.

BACA JUGA  Negara Hukum, Taat Hukum

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menjelaskan, kerugian ekonomi RI Tahun 2020 mencapai Rp 1.356 Triliun. Jumlah itu setara dengan 8,8 persen dari PDB Indonesia. Untuk sektor penerbangan saja, potensi pendapatan penerbangan yang hilang tahun ini mencapai US$ 314 miliar karena 240.000 penerbangan dibatalkan di seluruh negara.

Ketiga, pembelajaran kurang efektif. Salah satu dampak pandemi corona bagi dunia pendidikan adalah semua institusi pendidikan terpaksa meniadakan pembelajaran langsung (tatap muka). Tak hanya di Indonesia, hal ini juga berdampak terhadap institusi pendidikan di mancanegara.

Saat semua jenis pembelajaran dilakukan secara daring atau online, terdapat kesenjangan dari segi fasilitas karena tidak semua murid atau mahasiswa memiliki fasilitas pembelajaran yang layak atau memadai.

BACA JUGA  Bob Iskandar, Kenangan 30 Tahun Berkiprah di Kancah Internasional

Selama ini banyak murid atau mahasiswa di berbagai daerah bergantung pada fasilitas pendidikan yang disediakan oleh sekolah atau kampus, apalagi murid dan mahasiswa di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, Terluar) yang sulit mendapatkan fasilitas pendukung pembelajaran online.

Keempat, pengamalan ibadah tidak maksimal. Untuk mengantisipasi laju penyebaran COVID-19 Pemerintah membuat aturan membatasi sementara kegiatan di tempat-tempat ibadah untuk mengurangi kerumunan massa dalam jumlah besar.

Bagi ummat Islam yang saat ini sedang menghadapi bulan Haji dan Idul Adha 1442 H, hal ini menjadi ujian tersendiri. Pasalnya mereka terbiasa memakmurkan masjid dan mushala dengan berbagai kegiatan ibadah seperti penyembelihan dan penyaluran qurban, sementara di masa PPKM ini harus dipastikan tidak adanya kerumunan.

BACA JUGA  Surat OC Kaligis ke Presiden Jokowi, Bhinneka Tunggal Ika Menghadapi Kehancuran

Sementara untuk ibadah haji, Pemerintah Saudi memutuskan tidak menerima jamaah haji dari luar negaranya. Bagi Indonesia, keputusan penundaan pemberangkatan jamaah haji itu akan semakin menambah panjang daftar antrean haji yang saat ini sudah mencapai 21 tahun lamanya.

Kelima, bermunculannya problematika sosial. Pandemi COVID-19 jelas sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial dalam masyarakat. Beberapa pengamat memprediksi lebih kurang 50 juta orang terancam kehilangan pekerjaan akibat adanya pandemi, mulai dari buruh pabrik hingga pelaku usaha kecil menengah.

Selain itu, dalam pergaulan antar masyarakat timbul rasa curiga dan hilangnya kepercayaan terhadap orang-orang yang ada di seputaran kita atau yang baru kita kenal. Komunikasi antar masyarakat tidak dapat berjalan normal lantaran saling waspada jangan sampai tertular COVID-19.

Keenam, politik tidak stabil. Di Indonesia, masyarakat yang sebenarnya berangsur sembuh dari perpecahan akibat Pilpres, Pileg, dan Pilkada, kini mulai terluka lagi akibat ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam mengatasi pandemi COVID-19.

BACA JUGA  Pemerintah Perlu Kaji Ulang Kebijakan Menaikkan Harga Tiket Naik Candi Borobudur

Banyak kalangan mengatakan, Indonesia tergolong lambat dalam mencegah penyebaran COVID-19. Pemerintah berupaya memperbaiki kekeliruan tersebut, di antaranya dengan membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Pemerintah daerah juga berinisiatif menyiapkan fasilitas dan tenaga kesehatan untuk mengantisipasi lonjakan pasien.

Dampak positif

Tinggalkan Balasan