JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID –Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), organisasi ini kembali menegaskan pentingnya memperkuat sistem advokasi bagi para hakim guna melindungi integritas dan independensi lembaga peradilan di Tanah Air.
Hal ini disampaikan oleh Dr. Djuyamto, S.H., M.H., yang menjabat sebagai Sekretaris Bidang Advokasi Hakim di Pengurus Pusat IKAHI. Dalam keterangannya, Djuyamto menekankan bahwa soliditas internal organisasi menjadi landasan utama dalam menghadapi berbagai bentuk tekanan terhadap profesi hakim.
“Solidaritas dan kebersamaan dalam tubuh IKAHI sangat penting. Di situlah kekuatan kita terbentuk untuk menjaga kehormatan profesi hakim,” ujar Djuyamto, yang akrab disapa Joe.
Djuyamto mengungkapkan bahwa banyak hakim, terutama di daerah, masih menghadapi tekanan eksternal yang berpotensi mengganggu independensi mereka dalam memutus perkara. Oleh karena itu, ia mendorong agar Standar Operasional Prosedur (SOP) Advokasi Hakim segera disahkan agar perlindungan hukum terhadap hakim memiliki dasar formal yang jelas.
“Draft SOP sudah kami siapkan, tapi belum disahkan. Harapannya, tahun ini SOP tersebut bisa difinalisasi agar advokasi dapat berjalan secara terstruktur dan profesional,” jelasnya.
IKAHI juga mengajak masyarakat untuk menyampaikan keberatan terhadap putusan pengadilan melalui jalur hukum yang tersedia, seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali (PK), bukan melalui serangan pribadi di media sosial.
“Kritik boleh, tetapi harus disampaikan secara elegan dan sesuai mekanisme hukum. Serangan personal terhadap hakim, terutama lewat media sosial, justru merusak kredibilitas sistem peradilan,” tegas Joe.
Ia menyebutkan salah satu kasus di pengadilan Jakarta Utara sebagai contoh, di mana seorang hakim menjadi sasaran opini publik negatif di media sosial hanya karena putusannya tidak populer.
Sebagai organisasi yang mewadahi para hakim dan keluarganya, IKAHI berkomitmen memberikan perlindungan dan pendampingan hukum kepada anggotanya secara profesional. Namun, semua langkah tersebut harus mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku agar tidak menimbulkan konflik kepentingan.
“Kami ingin para hakim merasa aman dan terlindungi saat menjalankan tugas negara. Karena itu, advokasi harus dijalankan secara bertanggung jawab dan terarah,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Djuyamto berharap adanya keseimbangan antara peningkatan advokasi bagi hakim dengan tumbuhnya kesadaran hukum di tengah masyarakat. Sistem peradilan yang adil dan bermartabat, menurutnya, hanya akan terwujud jika seluruh pihak, baik aparat penegak hukum maupun masyarakat umum, menjunjung tinggi etika dan supremasi hukum.(PR/04)