JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Harga minyak goreng naik usai pemerintah tak lagi mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) sejak kemarin, Rabu (16/3/2022). Kenaikan minyak goreng ini diikuti dengan pasokan yang mulai tersedia di minimarket, pasar tradisional dan supermarket.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai, permasalahan minyak goreng sebenarnya ada di distributor. Mengingat pemerintah mengklaim pasokan aman, namun tidak ada penelusuran sumber kemacetan penyaluran minyak goreng.
“Ada inkonsistensi, kan harusnya kalau DMO 20 persen pasokan memenuhi, kan berarti masalahnya di distribusi. Kalau masalahnya distributor tindak tegas penimbunan, macetnya di mana. Itu lebih mudah penelusurannya,” katanya di Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Senada, Anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi menilai pasokan minyak goreng langsung tersedia di berbagai toko, bahkan dengan harga mencapai Rp 25.000. Ia menduga ada yang sengaja menahan pasokan alias menimbun. Maka dari itu, biang kerok ada di sisi distributor.
“Tunggu HET dicabut baru pasokan dikeluarkan. Berarti masalah selama ini bukan di sisi pasokan, karena diklaim pasokan aman, tapi ada di pihak distributor yang sengaja timbun,” ujarnya.
Dia meminta, pihak kepolisian dan satgas pangan harus melacak titik distribusi mana yang tiba-tiba pasokannya langsung berlimpah satu hari paska pengumuman HET dicabut.
Menurutnya, kebijakan pemerintah saat ini dengan mencabut HET minyak kemasan akan menimbulkan berbagai masalah baru. Pertama, peredaran minyak goreng curah semakin tidak terkendali sehingga nantinya masyarakat yang dirugikan.
“Pengawasannya akan sangat sangat susah karena yang namanya minyak goreng curah itu tidak ada barcodenya, tidak ada kode produksi. Sehingga kemungkinan dioplos dengan minyak jelantah ada,” katanya.
Masalah selanjutnya adalah, akan terjadi pergeseran penggunaan minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah. Padahal beberapa waktu lalu, pemerintah sempat akan melarang peredaran minyak goreng curah.
“Jadi kalau misalkan minyak goreng curah yang disubsidi kemungkinannya akan terjadi pergeseran dari konsumen yang membeli minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah subsidi,” jelasnya.
Kemudian, kemungkinan besar harga minyak goreng curah tidak akan sesuai dengan harapan pemerintah. Alasannya, pengawasan subsidi tidak semudah yang dibayangkan.
“Kemungkinan tidak sampai dilevel harga yang diharapkan atau tetap mahal, kemungkinan itu ada. Jadi minyak goreng curah itu susah sekali diawasi subsidinya. Gonta ganti kebijakan ini menandakan pemerintah tidak konsisten,” tandasnya.(red)