Jaksa Agung Minta Seluruh Jajarannya Menjaga Kemurnian Restoratif Justice  

Foto:dok.Puspenkum Kejagung

JAMBI,SUDUTPANDANG.ID – Penyelesaian perkara secara damai di luar persidangan atau yang lebih dikenal dengan sebutan Restoratif Justice (RJ) sudah menjadi brand kebijakan kejaksaan, untuk itu Korps Adhyaksa di seluruh Indonesia diharapkan untuk menjaga kemurnian kebijakan tersebut.

“Kebijakan tersebut merupakan respon kita (Kejaksaan) dalam menjawab permasalahan hukum yang dirasa kurang memberikan rasa keadilan di tengah masyarakat,”ujar Jaksa Agung Republik Indonesia, ST Burhanuddin dalam pengarahannya saat melakukan kunjungan kerja ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, seperti yang diterima SUDUTPANDANG.ID, Senin (10/1/2022).

Kemenkumham Bali

Terkait penerapan Restoratif Justice (RJ) ini, Jaksa Agung meminta seluruh jajarannya tidak gamang dan ragu dalam menentukan suatu perkara dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif atau tidak. Ia juga menegaskan seluruh jajarannya tetap bersikap profesional dan akuntabel serta berikan pemahaman secara masif bagaimana suatu perkara bisa atau tidak dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative.

BACA JUGA  Luar Biasa! Kejari Jaktim Raih Predikat WBK

“Sehingga masyarakat mendapatkan pengetahuan dan pemahaman apakah perkara tersebut masuk ke dalam kualifikasi Restorative Justice atau tidak,” jelasnya.

Dalam kunjungan kerjanya itu, Jaksa Agung menyempatkan melihat secara langsung pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang dilaksanakan di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi. Adapun dua orang tersangka yang diberikan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif atau Restoratif Justice (RJ), yaitu:
Tersangka atas nama Fredi Antanto alias Fredi bin Suparman, yang disangkakan melanggar Pasal 480 ke (1) KUHP, yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Bungo. Tersangka Fredi Antanto alias Fredi bin Suparman terbukti membeli barang hasil kejahatan (penadahan) berupa 1 unit Handphone Android merk Samsung A50 seharga Rp 1 juta.

Tersangka atas nama Muhammad Susanto bin Rusli, SM, yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP, yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Merangin. Tersangka Susanto bin Rusli merupakan karyawan dari bengkel karoseri Famili Raya, telah terbukti mengambil besi rongsokan mobil berupa 1 buah potongan body mobil bus dan selanjutnya menjualnya seharga Rp 1 juta dan uang hasil penjualan tersebut digunakan oleh tersangka untuk melunasi hutang-hutangnya dan juga digunakan untuk membeli bensin motor.

BACA JUGA  Serahkan Hewan Kurban, Ini Pesan Jaksa Agung untuk Insan Adhyaksa

Sebelum diberikan SKP2, kedua tersangka tersebut telah dilakukan perdamaian, baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh tokoh masyarakat maupun dari penyidik Kepolisian. (Red)

Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative ini diberikan antara lain:

1. Para Tersangka tersebut belum pernah di hukum (baru pertama kali melakukan tindak pidana).

2. Para Tersangka diancam pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

3. Kerugian yang dialami oleh para korban tersebut dibawah Rp.2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).

4. Korban dan keluarganya merespons positif keinginan para Tersangka untuk meminta maaf/berdamai dengan para korban dan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya, serta para korban telah memaafkan, dan kerugian korban telah dikembalikan.

BACA JUGA  Kejati Aceh Kini Punya Sarana Olahraga, Bernama Adhyaksa Sport Center

5. Selain kepentingan korban, juga dipertimbangkan kepentingan pihak lain yaitu dimana para Tersangka tersebut masih memiliki masa depan yang panjang dan lebih baik lagi kedepannya.

6. Cost dan benefit penanganan perkara serta mengefektifkan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.

Tinggalkan Balasan