11. Bukannya Bambang Widjojanto dipenjara, kini Bambang menduduki tempat basah di DKI sebagai salah seorang ketua bidang hukum penanganan kasus korupsi di TGUPP. Tentu dengan honor dari negara, sambil berfungsi sebagai pejuang hukum. Padahal dirinya tidak lebih sebagai tersangka yang namanya tidak pernah direhabiliter.
Saya masih sempat melihat Bambang diborgol, karena membangkang, melawan panggilan polisi di saat Komjend Budi Waseso menjabat sebagai Kabareskrim. Bambang Widjojanto juga termasuk salah seorang komisioner yang diduga merekayasa penetapan tersangka Komjend Budi Gunawan.
12. Seandainya azas perlakuan persamaan didepan hukum dilaksanakan tanpa tebang pilih, maka nama nama Bibit-Chandra Hamzah, Abraham Samad, Bambang Widjojanto semuanya komisoner KPK, merekapun telah dipenjarakan. Termasuk Novel Baswedan dan Prof. Denny Indrayana yang dicalonkan sebagai Gubernur Kalimantan Selatan oleh Partai Demokrat.
13. Bukti kejahatan jabatan yang dilakukan Ombudsman (UU No:37/2008). UU ini tidak termasuk bagian dari Integrated Criminal Justice System yang terdiri dari polisi, Jaksa, Hakim dan Lembaga Pemasyarakatan. Itu sebabnya UU No: 8/1981, KUHAP sesuai pasal 109 KUHAP, ketika Polisi mulai melakukan penyidikan pro Yustitia, penyidik polisi harus memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Kejaksaan dalam rangka pengawasan vertikal. Bukan kepada Ombudsman.
Setelah perkara bolak balik melalui P-19, akhirnya Jaksa menyatakan berkas perkara P-21 artinya lengkap untuk segera disidangkan sesuai Pasal 138 KUHAP. Isi berkas perkara polisi sesuai pasal 75 KUHAP antara lain memuat keterangan terdakwa, saksi, ahli, barang bukti, gelar perkara, penyitaan barang bukti sesuai pasal 38 KUHAP, singkatnya semua acara yang diatur didalam KUHAP telah dipenuhi. Bahkan ketika Kejaksaan menipu pengadilan dengan meminta pura pura meminjam dari pengadilan berkas perkara pembunuhan Novel Baswedan untuk disempurnakan.
Padahal tidak (quod non), karena Jaksa bukannya menyempurnakan dakwaan yang telah P-21, melainkan melakukan penghentian penuntutan. Proses pra peradilan yang diajukan oleh Advokat ternama Jhonson Panjaitan mewakili para korban pun telah dilalui, sesuai pasal 77-83 KUHAP. Hasilnya, Jaksa dikalahkan. Jaksa harus segera melimpahkan perkara pidana Novel Baswedan ke Pengadilan. Sama sekali dalam kasus pidana Novel Baswedan tidak terjadi mal praktek.
14. Setelah semua acara pemeriksaan dipenuhi, tiba-tiba melalui sepenggal surat Ombudsman yang dialamatkan kepada Kejaksaan, yang intinya agar perkara dikaji ulang, surat mana ditulis di luar wewenang Ombudsman, Kejaksaan justru mematuhi perintah Ombudsman. Seolah Ombudsman adalah atasan kejaksaan. Perkara tidak dilanjutkan sesuai perintah hakim praperadilan Pengadilan Negeri Bengkulu.
Bukti transparan: Ombudsman dan Kejaksaan Agung dibawah pimpinan Jaksa Agung Prasetyo pada waktu itu, melindungi Novel Baswedan. Bahkan dalam Perkara No:958/Pdt.G/PN.JKT.Slt, lagi-lagi kejaksaan membela mati-matian Novel Baswedan, agar perkaranya tidak dilanjutkan ke Pengadilan.
15. Permohonan: Agar Bapak Presiden memerintahkan Jaksa Agung segera melimpahkan perkara pembunuhan Novel Baswedan ke Pengadilan. Memeriksa oknum Ombudsman dan Kejaksaan yang melindungi Novel Baswedan. Tindakan mereka tergolong perbuatan pidana, melakukan kejahatan jabatan.
Semoga penasehat penasehat di sekitar Bapak, tidak membisikkan nasehat sesat, hanya untuk melindungi tersangka Novel Baswedan.
Atas perhatian Bapak Presiden, saya ucapkan banyak terima kasih.
Hormat saya.
Prof. Otto Cornelis Kaligis.
cc. Yth. Ibu Puan Maharani Ketua DPRRI dan seluruh Wakil DPR-RI.
cc. Seluruh Organisasi Advokat Indonesia Pencinta Penegakkan hukum.
cc. Seluruh Medsos Penegak Hukum.
cc. Pertinggal