Ketua APRI: 1 Rajungan Bertelur Jika Dapat Ditetaskan Hasilkan Jutaan Benih

rajungan
Pakar di bidang alga atau pakan alami dari Institute of Marine and Environmental Technology (IMET), Baltimore, Maryland, Amerika Serikat (AS) Dr Oded Zmora (tengah) didampingi oleh tim APRI pada Juli hingga September 2024 memroduksi ribuan benin (crablet) rajungan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. FOTO: HO-APRI

BOGOR-JABAR, SUDUTPANDANG.ID – Ketua Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI), Ir Kuncoro Catur Nugroho, MM, mengemukakan bahwa satu rajungan (Portunus pelagicus) bertelur jika dapat ditetaskan sudah bisa menghasilkan jutaan benih.

“Tinggal bagaimana kita dapat menjadikan benih itu bisa tumbuh menjadi rajungan yang siap untuk kita ekspor, yang tentunya perlu kolaborasi bersama dalam upaya menjawab tantangan tersebut,” katanya melalui keterangan yang diterima Sudutpandang.id di Bogor, Jawa Barat, Selasa (15/10/2024).

Kemenkumham Bali

Dalam kaitan itu, kata dia, maka budi daya adalah inovasi untuk pembenihan rajungan secara berkelanjutan untuk masa depan.

“Potensi perikanan rajungan di Indonesia sebagai komoditas unggulan ekspor harus terus dikelola secara berkelanjutan untuk menjaga potensi perikanan tersebut,” katanya.

Sejauh ini, kata dia, komoditas golongan krustasea sudah banyak dikembangkan dalam sektor budi daya seperti udang, kepiting, dan lobster.

“Namun untuk rajungan sendiri masih sedikit pengembangannya,” katanya.

Karenanya, budi daya merupakan langkah jangka panjang guna menuju keberlanjutan karena dalam proses menuju ke sana pembenihan bibit ini sangatlah penting untuk proses tersebut.

BACA JUGA  Kabur Dari Ruang Tahanan, BNNP Sumut Kejar Delapan Buronan

Menurut dia APRI berusaha untuk dapat menjawab tantangan tersebut dengan berkolaborasi bersama dengan Universitas Hasanuddin (UNHAS), Makassar, Institute of Marine and Environmental Technology (IMET), Baltimore, Maryland, Amerika Serikat (AS) dan Smithsonian Environmental Research Center (SERC) — lembaga penelitian dan pendidikan lingkungan — di Maryland, AS, dalam melihat inovasi pengembangan dan upaya dalam pembenihan rajungan ini untuk dapat dioptimalkan atau dapat terasa manfaatnya.

 

APRI

Ahli di bidang alga atau pakan alami dari Institute of Marine and Environmental Technology (IMET), Baltimore, Maryland, Amerika Serikat (AS) Dr Oded Zmora (kiri) bersama Ketua Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI), Ir Kuncoro Catur Nugroho, MM (kanan) di tempat pembenihan rajungan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur pada September 2024. FOTO: HO-APRI 

 

 

Sementara itu pada Juli hingga September APRI memroduksi ribuan benih (crablet) rajungan bersama ahli di bidang alga atau pakan alami dari IMET, Dr Oded Zmora didampingi oleh tim APRI.

Menurut Oded Zmora salah satu kendala terbesar pada komoditas rajungan ini adalah sifat kanibalisme rajungan yang cukup tinggi menjadikan tingkat kelulushidupan (survival rate/SR) menjadi rendah serta ketersedian pakan yang penting untuk pertumbuhan hidup rajungan yang juga cukup tinggi.

BACA JUGA  Legislator Minta DKI Evaluasi TransJakarta Setelah Kasus Pelecehan

Dinyatakannya bahwa diet pakan rajungan dapat menjadi alternatif solusi permasalahan dimaksud dengan pengayaan (enrichment) pada pakan alami sehingga kebutuhan pakan rajungan tercukupi dan tidak cepat lapar.

Penambahan “shelter” juga menjadi hal yang penting bagi rajungan untuk menjadi tempat berlindung.

Menurut dia ketersediaan pakan alami menjadi kunci penting keberhasilan dalam upaya pembenihan, rajungan dalam fase zoea hingga megalopa membutuhkan pakan alami yang melimpah agar dapat mencapai fase benih selama 14 hari dan setelah itu pemberian pakan bisa menggunakan ikan rucah.

Selain itu, juga memberikan optimalisasi terhadap artemia sebagai pakan rajungan yang tentunya dapat menjadi nutrisi pertumbuhan rajungan secara optimal.

Ia menambahkan artemia yang dikultur secara massal dan dilakukan pengayaan nutrisinya tentu juga dapat menekan biaya produksi pakan.

BACA JUGA  Kasdim Mayor Inf Teguh Hadiri Festival Segoro Panggung

Proses pembenihan ini, katanya, membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 1 bulan dalam memproduksi benih rajungan  dengan ukuran 2-4 cm lebar karapas

Sementara tahapan fase zoea menjadi megalopa menjadi titik kritis untuk penanganan yang lebih maksimal baik dari kualitas air serta kebutuhan pakan dan nutrisi.

Setelah menjadi benih rajungan, kata dia, juga harus dilakukan sizing dan grading untuk mengetahui tingkat keberhasilan benih rajungan.

Harapannya, dengan berhasilnya indukan rajungan menetaskan telur hingga menjadi benih ini dapat meningkatkan stok rajungan nanti, yakni ketika musim rajungan sedang menurun dengan adanya inovasi pembenihan ini stok rajungan dapat terus terjaga, demikian Oded Zmora. (PR/02)