JAKARATA, SUDUTPANDANG.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjemput paksa Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) M. Idris Froyoto Sihite, bila dalam panggilan kedua kembali mangkir.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan, keterangan M. Idris F Sihite dibutuhkan penyidik untuk mengkonfirmasi sumber uang miliaran rupiah yang ditemukan saat penggeledahan di Apartemen Pakubuwono, Menteng Jakarta Pusat pada Senin (27/3/2023) lalu.
“Penjemputan paksa merupakan prosedur baku KPK dalam memperlakukan saksi yang mangkir dua kali dari panggilan,” ujar Ali Fikri kepada wartawan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (30/3/2023).
Temuan penyidik KPK ketika penggeledahan memantik kecurigaan M. Ridwan Hisjam, anggota Komisi VII DPR-RI. Politisi Golkar itu menduga uang tersebut merupakan gratifikasi atau suap dalam pemberian persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tambang-tambang bermasalah. Terlebih, menuturnya unit Apartemen Pakubuwono di Menteng Jakarta Pusat yang nilainya berkisar Rp.17 miliar itu benar milik Plh Dirjen Minerba.
“Adalah hal yang wajar bila dipertanyakan sumber uang belasan miliar rupiah yang dimiliki M. Idris Sihite selaku seorang penyelenggara negara itu berasal dari mana,” ujar Ridwan Hisjam kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Sebelumnya, kewenangan Plh Dirjen Minerba, M. Idris F. Sihite dalam menandatangani RKAB mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, termasuk dari parlemen Senayan. Hal ini mengemuka saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII dengan Menteri ESDM di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (20/3/2023) lalu.
Plh Dirjen Minerba dipandang tidak berwenang untuk menandatangani kebijakan yang bersifat strategis seperti halnya RKAB. Apalagi ternyata RKAB tersebut diberikan kepada tambang-tambang yang bermasalah. Antara lain RKAB Tahun 2023 diberikan kepada PT. Batuah Energi Prima (PT. BEP) sebanyak 2.999.999,99 MT yang berujung riuh dipersoalkan parlemen.
Ridwan Hisjam menilai PT. BEP sudah berulang kali melakukan perbuatan pidana secara berlanjut yang diduga merugikan negara triliunan rupiah. Ia pun mempertanyakan perusahaan tersebut masih diberikan RKAB.
“Seharusnya Kementerian ESDM dengan tegas mencabut IUP IOP PT. BEP agar tidak menimbulkan kerugian negara yang lebih besar lagi,” ujar Ridwan Hisjam, yang juga mantan Ketua Komisi VII DPR RI ini.
Ia pun meminta KPK mendalami dugaan keterkaitan pemberian RAKB Tahun 2023 kepada PT. BEP, dengan uang miliaran rupiah yang ditemukan penyidik.(tim)