“Sudah waktunya PWI hidup mandiri. Betul, PWI bukan bertranformasi menjadi organisasi komersil, tapi juga tidak menjadi ‘parasit’.”
Catatan Ian Situmorang
Memang tidak mudah memetik hal positif dari sikap buruk yang dipertontonkan orang lain. Contoh, sikap ngeyel sekelompok wartawan yang mengaku sebagai pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) legal dan menuding pihak lain abal-abal adalah perbuatan keji.
Imitasi atau asli hanya dapat dibuktikan lewat respon dan partisipasi anggotanya. Dan tentu saja dibuktikan dengan legalitas organisasi profesi yang diterbitkan oleh pemerintah. Dalam hal ini PWI yang diketuai oleh Hendry Chaerudin Bangun (HCB) adalah yang sah.
Anehnya, Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari 2025 dilaksanakan di dua lokasi. Di Banjarmasin diikuti lebih dari 1.500 wartawan dari 30 provinsi berlangsung meriah dan melakukan banyak kegiatan.
Walau buruk dan menjadi preseden, tapi bagi saya, gonjang-ganjing ini justru melahirkan beberapa hal baik. Hal ini terlihat kentalnya kekompakan dan persahabatan dari sesama peserta yang hadir di Banjarmasin. Sayang saya tidak dapat menggambarkan suasana di tempat lain.
Sudahlah, biarlah waktu yang menjawab kapan para sempalan itu kembali ke rumah PWI dalam suasana damai dan meredam api emosi. Brother ku, seperti membangun rumah tangga, ada saja waktu untuk gesekan dan rujuk.
HPN Mandiri
PWI berdiri di Solo pada 9 Februari 1949. Selama 79 tahun terus dirayakan dalam berbagai kondisi, tergantung kemampuan finansial dan berpindah ke berbagai kota bekerjasama dengan pemerintah daerah.
Setelah pelaksanaan HPN di Banjarmasin, saya timbul ide agar PWI tidak lagi tergantung pada pendanaan Pemda. Sudah waktunya PWI hidup mandiri. Betul, PWI bukan bertranformasi menjadi organisasi komersil, tapi juga tidak menjadi ‘parasit’.
Mencari sponsor dan mengikat kerja sama dengan stasiun televisi adalah salah satu contoh. Bukankah nama besar PWI layak jual?. Kita dapat membangun hubungan simbiosis mutualisme dengan perusahaan di berbagai daerah, termasuk BUMN milik negara.
Konon peringatan HPN berikutnya sudah punya tiga kandidat. Tentu banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk nantinya diputuskan setelah verifikasi.
Satu contoh yang telah lahir di bumi Kalsel. Di bulan Agustus 2024, Banjarmasin adalah tuan rumah Porwanas yang juga dikategorikan sangat berhasil. Bulan Februari kemudian menjadi pelaksana HPN.
Dari pelajaran di Kalsel ini menjadi model yang baik untuk pelaksanaan berikutnya. Artinya, tuan rumah Porwanas dan HPN dilaksanakan di kota yang sama. Panitia dan pendanaan bisa lebih efisien dan efektif.
Satu hal lagi untuk menjadi bahan perenungan. PWI dapat melakukan kontrak kerja dengan daerah penyelenggara, bukan hanya untuk satu kali, tapi dua tahun berturut-turut.
Tentu ini semua masih buah pikiran yang dapat didiskusikan dan ditelaah. Tujuannya tentu untuk membuka wawasan. Siapa tahu pada 9 Februari 2026, HPN sudah dapat dinikmati pemirsa televisi di seluruh Indonesia secara langsung.
Mari kita jual event HPN. Mari melangkah maju.
*Penulis Ian Situmorang adalah Penasihat SIWO PWI Pusat Periode 2023 – 2028, mantan Pemimpin Redaksi Tabloid Bola