JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Mediasi antara Andri Tedjadharma, pemegang saham Bank Centris Internasional (BCI) selaku penggugat terhadap Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) gagal. Perkara gugatan dugaan perbuatan melawan hukum pun berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dalam gugatannya, Andri Tedjadharma menggugat Kemenkeu dan BI sebesar Rp11 triliun atas dugaan perbuatan melawan hukum.
Gugatan dilatarbelakangi penagihan pembayaran Rp897 miliar oleh Kementerian Keuangan melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Kantor Pelayanan kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) terhadap BCI/Andri Tedjadharma.
Dalam gugatannya, Andri menyebut meski penagihan tersebut telah dibatalkan oleh putusan PTUN Jakarta dan PT TUN DKI Jakarta, KPKNL tetap bersikeras menyita harta pribadinya.
Harta pribadi Andri yang disita, meliputi lahan 3,2 hektar di Bali senilai +/- Rp. 1 Triliun, lahan di Lembang Bandung senilai +/- Rp100 miliar, kantor di Jakarta Barat senilai Rp +/- Rp.6 milyar, dan villa di Mega Mendung, Bogor, juga senilai Rp.6 milyar. Bahkan, dugaan perbuatan melawan hukum dilakukan KPKNL dengan melakukan pelelangan lahan di Bali.
Sebelumnya, kepada pihak KPKNL, Andri Tedjadharma juga sudah menegaskan bahwa harta pribadinya tidak terkait dengan persoalan BCI, dan meminta untuk menyita harta yang relevan, yaitu lahan 452 hektar sesuai Akta 46, yakni perjanjian antara BCI dengan BI. Akan tetapi, KPKNL melalui suratnya S-3048/KNL.0701/2023, dalam poin 2a, menyatakan menerima pengurusan piutang negara dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) tidak disertai barang jaminan.
Andri pun menanyakan keberadaan sertifikat jaminan lahan seluas 452 hektar itu langsung ke BI melalui suratnya. Namun, tiga surat Andri bertanggal 25 September, 30 Oktober, dan 10 November 2023, tidak satu pun yang mendapat balasan atau jawaban dari BI.
Sehingga, kata Andri, proses pembuktian di PN Jakarta Pusat dengan perkara No 171/Pdt.G/2024/PN.JKT.PST ini, menjadi penting dan menarik untuk kejelasan persoalan BLBI yang menyeret nama Bank Centris Internasional.
“Saya berharap masyarakat dapat mengikuti jalannya sidang gugatan Rp11 Triliun saya ini. Nantinya, masyarakat jadi akan mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas penyalahgunaan jaminan tanah seluas 452 hektar milik PT VIP yang telah menjadi jaminan BCI dalam perjanjian jual beli promes nasabah dengan BI pada 9 Januari 1998,” harap Andri.
Seperti diketahui, pada sidang mediasi yang gagal mencapai kesepakatan damai, kuasa hukum BI, Asep, dalam resume jawabannya mengatakan, pihak BI telah memberikan seluruh dokumen dalam pengalihan hak tagih BCI kepada BPPN.
“Kita punya buktinya,” ujarnya kepada sejumlah wartawan.
Sementara pihak Kemenkeu dalam resume jawabannya tidak menyinggung soal jaminan lahan 452 hektar. Kemenkeu tetap kukuh menagih Andri untuk membayar atas kewajibannya.
“Tergugat I sepakat untuk mengakhiri perkara melalui mediasi/perdamaian hanya jika penggugat melakukan pelunasan atas kewajibannya terhadap negara,” kata tim kuasa hukum Kemenkeu Dina Karlina A. Lubis, Ikko Aryo Wijoyono dan Franklin I. A. Silalahi.
PT CIB dan PT BCI
Dalam keterangannya tertulis, Minggu (21/72024), Andri mengungkapkan, terkait Akta No.39 yang merupakan perjanjian BI dengan BPPN, dan menjadi dasar pemerintah menagih BCI sesungguhnya salah alamat.
“Akte 39 itu ternyata mengacu pada PT Centris International Bank (CIB), dengan rekening No. 523.551.000. Bukan rekening PT Bank Centris Internasional (BCI) dengan rekening No. 523.551.0016. Jadi, BPPN, PUPN, dan KPKNL, sudah salah menempatkan BCI sebagai penanggung hutang negara. Seharusnya mereka menagih ke CIB,” jelas Andri.
Andri menegaskan, bukti hasil audit BPK menunjukkan bahwa Rp629 miliar dikreditkan BI ke rekening PT Centris International Bank (CIB) nomor 523.551.000. Bukan rekening BCI nomor 523.551.0016.
“Penagihan harusnya dilakukan kepada CIB yang merupakan penanggung utang sebenarnya,” pungkasnya.(tim)