“Salah satu kendala dalam memberantas hoaks adalah kebiasaan masyarakat yang begitu mudah menyebarkan informasi. Maka dari itu, perlu adanya literasi digital bagi masyarakat.”
JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Informasi hoaks alias kabar bohong menjelang Pemilu 2024, baik yang dilaporkan masyarakat maupun yang terpantau oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengalami peningkatan.
Menyikapi maraknya hoaks menjelang pesta demokrasi semua pihak harus berperan untuk menangkalnya.
Demikian disampaikan Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Aat Surya Syafaat, dalam acara webinar nasional bertajuk “Menyoal Etika Komunikasi Politik Menjelang Pemilu Serentak 2024 Era Digital” di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) pada Jumat (6/1/2023).
“Ada perkembangan menarik setelah mendekati Pilpres, kira-kira hampir sebulan ini, jumlah hoaks makin meningkat,” ujar wartawan senior penerima penghargaan Press Card Number One atau Kartu Pers Nomor Satu ini.
Aat mengungkapkan, tren seperti ini pun sebelumnya terjadi saat Pilkada DKI Jakarta 2017 silam. Munculnya hoaks yang tanpa henti ini, menurutnya, cukup merepotkan pemerintah. Kemenkominfo bahkan membentuk satuan tugas khusus bernama “Drone 9” guna memantau konten di internet, termasuk hoaks.
Direktur Pemberitaan Kantor Berita ANTARA tahun 2016 itu menilai, cara tersebut ternyata belum mampu mencegah perkembangan informasi hoaks di dunia digital. Malah semakin meningkat jelang Pemilu 2024.
“Tetap saja ada kecenderungan pengguna internet untuk tetap mengumbar hoaks dan trennya terus meningkat jelang Pemilu 2024,” kata Aat dalam webinar yang diinisiasi oleh mahasiswa pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMJ itu.
Aat mengatakan, hoaks kini bahkan sudah menjadi bagian dari isu-isu politik aktual. Kecenderungan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain.
Kepala Biro ANTARA di New York tahun 1993-1998 itu berpandangan, peningkatan jumlah hoaks yang mengusung politik akan berpotensi mengancam kualitas pesta demokrasi.
“Hoaks dengan platform digital yang kian canggih, tak hanya merusak akal sehat calon pemilih, namun bisa mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu. Lebih parah lagi, mampu merusak kerukunan masyarakat yang mengarah ke disintegrasi bangsa,” tutur lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.
Pria religius kelahiran Pandeglang ini menilai hoaks di Indonesia kerap dimainkan pihak-pihak tertentu yang diduga untuk memengaruhi suara mayoritas muslim.
Oleh karena itu, sambung Aat, pemerintah menjalin kerja sama dengan organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) untuk menangkal hoaks sekaligus membangkitkan kesadaran masyarakat tentang bahaya informasi palsu.
“Salah satu kendala dalam memberantas hoaks adalah kebiasaan masyarakat yang begitu mudah menyebarkan informasi. Maka dari itu, perlu adanya literasi digital bagi masyarakat,” tegasnya.
Literasi digital itu, lanjutnya, akan menumbuhkan pemahaman masyarakat tentang bahaya hoaks bagi masa depan bangsa. Masyarakat pun harus dibekali kemampuan memilah dan memilih mana informasi yang benar dan yang keliru.
“Kegiatan literasi digital harus melibatkan multi sektor,” jelasnya dalam webinar yang digelar secara hybrid tersebut.
Aat juga berpendapat para wartawan memiliki peran penting untuk menyajikan berita-berita yang valid di ruang publik, sehingga mengurangi konsumsi informasi hoaks oleh masyarakat.
“Wartawan harus meneladani sifat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihiwasallam yaitu sidik (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan yang benar), dan fatanah (cerdas). Jika wartawan meneladani sifat-sifat kenabian, saya yakin pers Indonesia akan tumbuh dengan sehat dan memberikan harapan yang besar bagi bangsa dan negara,” tutur penguji Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI yang juga Penasihat Forum Akademisi Indonesia (FAI) ini.
Selain Aat Surya Syafaat, webinar yang berlangsung pukul 13.30 – 17.30 WIB itu juga menghadirkan Pakar Komunikasi Politik Senior Prof. Bachtiar Aly, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) I Gede Pasek Suardika, Anggota DPD RI Dapil Papua Barat Pendeta Mamberop Y Rumakiek, serta Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia Firman Jaya Daeli.
Kemudian peneliti senior Pusat Penelitian Politik LIPI Prof. Siti Zuhro bertindak sebagai pengantar diskusi. Sementara dari pihak kampus, Dekan FISIP UMJ dan Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi FISIP UMJ memberikan sambutan dalam kegiatan tersebut.(rkm)